NovelToon NovelToon
Tangan Nakal Daddy

Tangan Nakal Daddy

Status: tamat
Genre:Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Pelakor / Romansa / Tamat
Popularitas:1.5M
Nilai: 4.8
Nama Author: Momoy Dandelion

"Apa kamu takut?" tanya Mark sembari mengusap pipi Jessy yang memerah.

"Sedikit."

Jawaban Jessy membuat Mark merasa gemas. Wajah polos wanita itu benar-benar menarik.

"It's okay. Kita memang baru pertama melakukannya," kata Mark.

Jessy mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Ia tak kuasa menyaksikan tubuh indah Mark yang tampak kokoh sebagai tempat bersandar.

"Ayolah, kenapa kamu seperti malu-malu begini? Bukankah ini sudah biasa untukmu dan pacarmu?" tanya Mark yang melihat Jessy seakan tak mau melihatnya.

"Aku ... Belum pernah melakukan yang seperti in," lirih Jessy.

"Apa?" Mark terkejut. Ia kira hal semacam itu sudah biasa dilakukan orang yang telah berpacaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: Perbincangan Keluarga

"Sudah aku bilang kamu memang lebih cocok untuk mengurus perusahaan di sini, Mark," kata Tuan Wilson.

"Sedang aku pertimbangkan untuk menetap di sini," jawab Mark.

Mark tengah berbincang-bincang dengan keluarga Wilson. Mereka yang meminta Mark untuk pulang ke kediaman Magda.

"Mark sudah terlalu lama menghabiskan waktunya di London. Ia pasti butuh menyesuaikan diri dengan lingkungan di sini," ucap Nyonya Wilson.

"Apa kalian tidak ada rencana untuk memiliki anak?" tanya Tuan Wilson.

Magda dan Mark saling bertukar pandang. Suasana menjadi canggung ketika mereka membahas tentang anak.

"Ah, apa yang sedang Ayah bicarakan? Kemarin kita baru saja membahas tentang pernikahan Justin masa menyuruhku memiliki anak," jawab Magda kikuk.

"Memangnya kenapa? Kalian masih cukup muda untuk memiliki anak. Apalagi Justin sudah besar, kalian tidak akan kewalahan kalau mengurus anak lagi," kilah Tuan Wilson.

Magda terdiam. Tak bisa dipungkiri, sebenarnya ia menginginkan hubungan yang wajar seperti suami istri yang lain. Namun, ia bisa memaklumi bahwa Mark masih belum menerima dirinya sebagai seorang istri. Mark tetap menganggapnya sebagai kakak ipar.

"Bagaimana kalau Justin mulai dilibatkan dalam perusahaan? Aku rasa dia sudah siap untuk menjadi penerus." Mark berusaha mengalihkan topik pembahasan. Ia jengah setiap kali mereka membahas tentang anak di hadapan dirinya.

"Tentu. Aku juga sudah memikirkan untuk menaruh Justin di perusahaan," ujar Tuan Wilson.

"Menurutku, langsungkan dulu pernikahan antara Justin dan Ellena. Atau setidaknya mereka terikat oleh pertunangan," sambung Nyonya Wilson.

"Justin mau menikah?" Mark yang belum tahu tentang rencana mereka terhadap keponakannya merasa kaget.

"Aku sampai lupa kalau belum memberitahumu." Tuan Wilson terlihat kurang suka mendengar pertanyaan Mark. Ia jadi teringat sikap kurang ajar Mark yang tidak mau hadir saat ia memintanya datang menemui keluarga Russel.

"Kami berencana menjodohkan Justin dengan Ellena, putri keluarga Russel. Sekitar dua minggu yang lalu, kami sudah mengadakan pertemuan," kata Magda menjelaskan.

Mark baru ingat ia pernah menolak permintaan asistennya untuk datang. Saat itu ia tengah menghabiskan waktunya bersama Jessy.

"Bagaimanapun juga Justin anak dari kakakmu. Sudah seharusnya kamu lebih memperhatikannya. Bisa-bisa seorang ayah tidak mengetahui apa-apa tentang anaknya," sindir Tuan Wilson.

"Sayang, Mark pasti juga punya banyak kesibukan. Tidak semua pertemuan yang kita adakan sesuai dengan jadwalnya." Nyonya Wilson berusaha menengahi.

"Apa Justin setuju dengan rencana kalian?" tanya Mark.

"Untuk apa ditanyakan lagi? Perjodohan sudah menjadi tradisi di keluarga kita. Justin pasti mau menerima keputusan yang diberikan keluarga!" tegas Tuan Wilson. Lelaki tua itu seolah tak mau dibantah sedikitpun.

Mark mengeratkan jemarinya. Ia paling membenci tradisi yang sama sekali tidak masuk akal. Menikah tanpa mempertimbangkan perasaan orang yang dinikahkan adalah sebuah kejahatan. Ia juga masih merasa trauma dengan masa lalunya yang terpaksa harus menikah menggantikan posisi sang kakak.

"Apa perjodohan sesuatu yang harus dilakukan? Biarkan Justin memilih siapapun yang dikehendaki sebagai pendamping hidupnya," ucap Mark.

"Orang tua pasti mengharapkan yang terbaik untuknya. Meskipun perjodohan, calon yang kami pilihkan juga tidak sembarangan." Tuan Wilson semakin tidak suka dengan respon Mark.

"Aku pulang ...."

Seruan dari Justin yang baru saja pulang menghentikan percakapan mereka. Dengan santainya ia melangkah menghampiri orang-orang yang ada di sana dan menyalami mereka satu per satu.

"Oh, Uncle Mark ada di sini," sapa Justin menyadari keberadaan Mark di sana.

"Justin, tidak sopan! Kamu harus memanggilnya Daddy," kata Magda sembari melotot ke arah Justin.

"Daddy-ku namanya Michael, Mom. Dia sudah lama meninggal," kata Justin ketus.

Setelah bersalaman dengan para orang tua, Justin lantas menuju ke lantai atas kamarnya.

"Ini akibatnya karena sejak kecil Mark kurang memperhatikannya. Justin jadi tidak mau memanggilmu ayah," kata Tuan Wilson.

"Itu tidak masalah. Aku memang pamannya, bukan ayahnya," kata Mark santai.

"Sayang, bisa kita bicara sebentar di kamar?"

Magda merasa suasana di rumahnya tidak kondusif. Kalau diteruskan, ayah dan suaminya akan cek cok lebih panjang. Mark mengikuti kemauan Magda dan keduanya masuk ke dalam kamar.

"Bisakah kamu lebih mengalah kepada ayahku? Dia hanya orang tua," pinta Magda.

"Kalau aku tidak mengalah, mungkin 15 tahun lalu pernikahan kita tidak akan pernah terjadi," kilah Mark.

Magda menghela napas. "Tolong, jangan terus memancing kemarahan ayah. Aku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menutupi sandiwara kita selama ini."

"Kalau Kak Magda lelah, memang lebih baik kita akhiri," ucap Mark enteng.

Magda terkekeh. Mark terlalu meremehkan masalah yang mereka hadapi. "Kamu tahu konsekuensinya melawan ayahku?" tanyanya.

"Aku tahu!" tegas Mark.

"Hahaha ... Kamu tidak akan menang melawannya, Mark. Aku saja putrinya tidak bisa mengalahkan ayahku sendiri," ucap Magda.

"Aku tidak berharap menang. Aku hanya ingin melakukan apa yang aku inginkan, bukan apa yang ayahmu inginkan," kilah Mark.

"Karirmu akan hancur, Mark. Jangan macam-macam dengan ayahku!"

Mark terdiam sesaat. Ia memang tahu seberapa berpengaruhnya keluarga Magda dalam dunia bisnis.

"Aku akan ke kamar Justin sebentar," pamit Mark.

Lelaki itu seolah tidak mau meneruskan percakapannya dengan Magda.

Tok tok tok

Mark mengetuk pintu kamar Justin sebelum membukanya. Sang keponakan tengah memainkan bola basketnya di atas ranjang.

"Tumben Uncle ada di sini!"

Justin kembali berbicara ketus kepada Mark. Ia tak begitu mempedulikan kehadiran pamannya di sana malah asyik bermain bola sendiri.

"Aku dengar klub basketmu ikut turnamen nasional," ucap Mark.

Justin menghentikan main-mainnya. Ia bangkit dari rebahannya dan duduk di tepi ranjang menghadap sang paman. Baru kali ini ada anggota keluarganya yang peduli pada hobi kesayangannya. "Dari mana Uncle tahu?" tanyanya.

"Aku menonton semua pertandinganmu, Justin. Lewat orang yang aku suruh merekamnya."

Meskipun agak kecewa sang paman tidak menonton secara langsung, namun ia tetap senang karena ada yang menonton pertandingannya.

"Nanti, kalau tim kamu masuk final, aku akan menontonnya secara langsung," kata Mark.

Justin tersenyum lebar. "Apa ada hadiah juga kalau timku menang?" tanyanya.

Mark tampak berpikir sejenak. "Bagaimana kalau sepatu Nike edisi spesial yang ditandatangani Kobe Bryant?"

Justin sampai ternganga dengan hadiah yang Mark tawaran. "Aku pegang kata-katanya, aku pasti menang dan mendapatkan sepatunya!" katanya dengan penuh percaya diri.

"Permainanmu sangat bagus, Justin. Seharusnya kamu mendaftarkan diri ke timnas basket. Kalau kesulitan dengan prosedurnya, aku bisa membantu."

Justin berdecih. "Apa Uncle berharap namaku dicoret dari kartu keluarga? Opa pasti akan memarahiku habis-habisan," kata Justin. Memikirkan kemarahan sang kakek saja sudah menakutkan.

"Kamu harus berani mengambil keputusan, Justin. Kalau tidak, kamu akan menyesal seumur hidup," kata Mark.

Ketika ia berbicara seperti itu kepada Justin, ia seperti sedang menyindir dirinya sendiri. Seandainya dulu ia berani menolak kemauan mereka, kehidupannya pasti akan lebih bahagia.

1
Raflesia 4012
makasih hiburannya thoor/Sly/.selamat berkarya /Determined/
Yati Haryati
rumit bgt yak jdi jessi
Catur Rini
dasar jessy gatel, katanya gak mo ngrusak rmh tangga orng lain, mo dicium justin kok diem aja.....
Catur Rini
aneh ceritanya
Catur Rini
gobloknya jessy, orng yg biasa hidup mewah kok mo di ajak hidup kere, mbok ua punya otak tu dipaki to jess
Catur Rini
hah gemes,definisi org bodoh ni macam jessy
Catur Rini
katanya mahasiswa pinter, tapi pikirannya goblok, cerita harusnya disesuaikan dong sama karakter, mahasiswa sekarang tu pinter2, sebelum pergi ke negara orng tu mereka udh browsing dulu karakter negaranya, kan jd rancu ceritanya....padahal alurnya udh bagus lho...cuma agak rancu dikitlah.....
Catur Rini
ini kan ceritanya orng indo ya, kok mukanya bule semua, agak real dikitlah.....
Ayu Galih
Bagud alur ceritanya karya kk author is the best🤗🤗😍😍😍😍
Ana Rusliana
Luar biasa
♡Ñùř♡
suka🥰
Yuliana Rahmawati
Luar biasa
Dwisur
sentuhan pertamanya mana ..?
Dwisur
iih...Jesy..kok gitu sich .
realistis dunk
@Al**
/Good/
vj'z tri
what 😱😱😱😱😱
Sofiyana Sofi
plislah kalo buat tokoh cerita jgn yg baik kebangetan ya thor
Eva Nietha✌🏻
Jumpa lagi
Ibelmizzel
jessi terlalu Maruk😁😁😁
Ibelmizzel
Jessy murah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!