"Assalamualaikum Kapten"
.
Ini bukanlah drama Korea,
Dia bukan Kapten RI Jeong Hyuk,
Dan aku bukan Yoon Se Ri.
Tapi ini takdir Allah
Takdir yang membuat ku berpikir.
Apakah kita dipertemukan,
Hanya untuk diperkenalkan ?
Atau,
Mungkinkah kita dipertemukan,
Untuk disatukan ?
*****
Hallo semua 👋
Mohon maaf sebelumnya karena Karya ku yang judulnya "Angel's Story" tidak bisa dilanjutkan lagi.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk membuat cerita baru yang terinspirasi dari drakor CLOY.
Hanya saja ini bernuansa Islami.
So, Happy reading guys 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pernikahan (Akad)
Jia masih mengenakan mukenanya meski telah selesai melaksanakan salat subuh. Pagi ini di Seoul telah menunjukkan pukul 6 lebih 5 menit.
Tirai jendela yang telah tersingkap membuat pemandangan kota yang ada di luar hotel ini terpampang jelas. Gadis itu duduk tepat di depan jendela kamar hotel tempat ia dan Joo Young menginap.
Kurang dari 3 jam lagi, pernikahannya dengan Joo Young akan dilaksanakan.
"Jia oenni, kenapa belum siap-siap kak?"
Suara Ji Won mengalihkan perhatiannya.
Ia mendapati gadis itu tengah meletakkan satu set gaun putih yang telah dipersiapkan untuk dia gunakan nanti saat akad.
"Ji Won, kenapa aku merasa takut dan gundah ya?" tanya Jia.
Ji Won mendekati Jia, tangannya bergerak menyentuh kedua bahu gadis itu.
"Santai saja kak. Pasti perasaan itu hanya sekilas kok. Mungkin sama halnya seperti orang yang ikut ujian?" Ji Won tertawa.
"Intinya kakak harus rileks, dan jangan lupa berdoa, oke?"
Jia menghembuskan napasnya kemudian tersenyum melirik Ji Won.
"Terimakasih ya, Ji Won," ujar Jia yang dibalas anggukan oleh gadis itu.
"Oh iya kak. Kakak belum sarapan kan?"
Jia menganggukkan kepalanya.
"Sama, aku juga. Aku ke kafetaria dulu yah. Nanti aku belikan kakak sekalian."
"Baiklah, terimakasih ya," ujar Jia.
"Dengan senang hati kakak ipar," Ji Won terkekeh. Gadis itu meninggalkan Jia yang kini tengah tersipu setelah mendengar ucapan terakhirnya yang menyebut ia sebagai kakak ipar.
Jia melepaskan mukenanya, kemudian mematut dirinya di depan cermin sambil membersihkan wajahnya dengan toner pembersih wajah. Ia mulai merias dirinya sendiri dengan peralatan makeup yang Ji Won persiapkan untuknya semalam.
Untuk acara pernikahannya, ia telah memohon pada Joo Young untuk tidak menyewa tukang makeup untuknya, karena ia ingin merias dirinya sendiri dihari spesialnya. Bahkan ia meminta pada Joo Young untuk tidak membuat resepsi yang mewah seperti di pesta Sua. Gadis itu hanya menginginkan akad dan resepsi yang disertai adat Korea pada umumnya secara sederhana.
Jia tersenyum puas setelah menyelesaikan polesan lipstik di bibirnya.
"Lumayanlah, tidak menor dan tidak terlalu natural juga," ia terkekeh.
"Daebak, oenni cantik sekali," Puji Ji Won yang baru saja kembali dari kafetaria. Gadis itu menenteng dua paperbag coklat berisi makanan dalam kotak dan juga air mineral.
"Kamu terlalu berlebihan Ji Won," ia menahan malu.
"Tidak kak. Aku serius. Aku yakin, sebentar saat Joo Young Oppa melihat mu, dia akan jatuh cinta lagi," ujarnya seraya meletakkan dua paperbag coklat itu.
"Ish, kau ini. Berhenti menggoda ku," wajahnya semakin merona.
Ji Won tertawa puas melihat rona merah muda di wajah calon kakak iparnya itu.
"Nah, ini yang halal," Ji Won menggeser kotak makanan yang telah ia keluarkan dari paperbag yang ia bawa.
Jia merasa terharu dengan toleransi yang ia dapatkan selama bersama keluarga Joo Young. Mereka paham betul bahwa dia tidak bisa sembarangan makan makanan yang biasa mereka makan.
"Terimakasih ya."
Ji Won mengangguk seraya tersenyum.
Setengah jam lagi, proses akad akan dilaksanakan di Masjid Pusat Seoul yang berada di daerah Itaewon.
Kini para rombongan keluarga Joo Young yang ditugaskan untuk jadi pendamping Jia, tengah berada dalam perjalanan menuju Masjid itu.
Terhitung 5 menit lagi mereka akan sampai.
Jia semakin gugup saat Ji Won memberitahukan bahwa sedikit lagi mereka akan sampai.
"Tenang sayang. Kamu tidak perlu gugup seperti itu," ujar bibi Ji Na, adik dari bibi Jihye, ibunya Ji Won seraya mengelus punggung tangan Jia yang mengepal. Wanita itu menyadari tingkah Jia yang tengah nervous.
"Terimakasih bi," Jia tersenyum. Ia mencoba untuk menetralisir rasa gugupnya.
Kini mobil yang membawa mereka telah memasuki pelataran Masjid pusat Seoul. Di pelataran masjid telah menunggu keluarga serta beberapa kerabat dekat yang di undang oleh Ayah Joo Young. Mereka hanya menunggu di pelataran Masjid dikarenakan proses akad hanya akan dilakukan di aula lantai bawah Masjid ini.
Jia yang telah keluar dari mobil menatap mereka dengan tatapan sedih namun tetap tersenyum.
Di acara spesial ku, tak ada satupun keluargaku yang hadir. Apa mereka benar-benar telah membuang ku?
Benarkah Ayah, ibu dan nenek telah meninggal?
"Ayo Nak," ujar bibi Ji Na seraya menuntunnya melangkah.
Saat mulai melangkah menuju pintu masuk aula bawah Masjid, banyak yang berdecak kagum melihat kecantikan Jia. Gaun putih yang tak begitu terkesan glamor dengan kerudung yang senada membuat ia semakin memikat perhatian para undangan.
Saat hendak mencapai pintu masuk, tatapannya tak sengaja bertemu dengan manik mata Yu Jin. Pria itu tersenyum dan sedikit mengangguk membalas senyuman yang dilemparkan oleh Jia, sebelum akhirnya gadis itu melangkah masuk ke dalam.
Joo Young yang telah duduk berhadapan dengan penghulu dari pihak Masjid, menengok sekilas ke samping, saat Jia mengambil tempat duduk disebelah kirinya.
Keluarga ibu Ji Won yang menjadi pendampingnya berdiri tak jauh dari tempat duduk Jia, begitu pula keluarga yang mendampingi Joo Young, berdiri tak jauh dari tempat duduk pria itu.
Joo Soong melirik calon menantunya.
Sayang, lihatlah calon menantu kita. Dia sangat cantik seperti dirimu.
Kedua manik mata pria paruh baya itu terlihat berkaca-kaca. Dia berusaha menahan air mata rindu pada istrinya itu.
Tangan Joo Soong menepuk pundak Joo Young dengan pelan.
"Calon istrimu sangat cantik," bisiknya pada Joo Young.
Joo Young tersenyum malu. Dia akui, Jia begitu cantik dengan gaun pengantin itu.
Prosesi akad nikah akan dimulai. Penghulu mulai menuntun Joo Young untuk melafalkan akad sesuai ajaran Agama Islam dalam bahasa Korea. Hingga akhirnya penghulunya berujar Alhamdulillah dan melafalkan doa-doa dalam bahasa Arab agar pernikahan kedua mempelai diberkahi.
Jia mengucap syukur serta menyapu kedua tangannya di wajah. Ia tersenyum melihat Joo Young dan penghulu tersebut berjabat tangan.
Keluarga yang menyaksikan prosesi akad nikah mereka berdua kini tengah tersenyum bahagia. Satu persatu dari mereka mulai berjabat tangan dan mengucapkan selama pada Jia dan Joo Young.
Sambil memegang akta nikah yang telah diserahkan oleh penghulu tadi, kedua mempelai dan para keluarganya keluar dari aula itu.
Diluar telah menunggu beberapa kerabat serta teman dekat Joo Young yang tidak bisa masuk ke dalam dikarenakan aula itu tidak terlalu besar.
Mereka mulai menyalami serta memberi ucapan selamat untuk kedua mempelai.
"Cepatlah menyusul," ujar Joo Young untuk menggoda Min Hyuk.
"Secepatnya InsyaAllah," ujar pria itu dengan penuh keyakinan.
Joo Young terkekeh seraya menepuk pundak sahabatnya itu. Kemudian ia melangkah mendekati Yu Jin.
"Selamat atas pernikahannya, Joo Young," ujar Yu Jin seraya mengulurkan tangannya.
Joo Young membalas uluran tangan itu, "Terimakasih," ia tersenyum sebelum akhirnya melangkah mendekati Jia yang kini tengah dikerumuni oleh keluarga besarnya yang perempuan.
"Jia," panggil Joo Young.
Gadis itu pamit menjauh dari kerumunan keluarga Joo Young. Dengan tersenyum ia mendekati suaminya itu.
"Kita foto pasca wedding dulu yah," pintah Joo Young.
Jia menganggukkan kepalanya.
Ia terkejut saat Joo Young menggenggam dan menarik tangannya. Untuk pertama kalinya ia merasakan genggaman tangan dari laki-laki itu.
---------
Joo Young dan Jia kini telah kembali ke hotel tempat mereka menginap. Tapi kini tak hanya mereka berdua, sebab keluarga Joo Young juga menginap di hotel ini hanya kamar saja yang berbeda.
Malam nanti, resepsi pernikahan mereka akan digelar di ballroom hotel bintang lima ini.
Jia mencium punggung tangan Joo Young saat pria itu mengulurkan tangannya. Mereka baru saja menyelesaikan salat zuhur.
"Terimakasih Jia."
Gadis itu menatap lekat kedua manik mata Joo Young yang juga lekat menatapnya.
"Untuk apa?"
Joo Young mengelus punggung tangan Jia yang ia genggam.
"Sebab bersedia menikah denganku."
Jia tersenyum.
"Aku yang harus berterimakasih."
Joo Young mengernyitkan dahinya, "Untuk?"
"Sebab telah mengajak aku menikah disaat tak ada satupun yang aku kenali saat ini," ujarnya dengan sedih.
Joo Young membisu mendengar ucapan Jia. Ia menarik gadis itu kedalam pelukannya.
Untuk sesaat, Jia terkejut karena dipeluk oleh Joo Young. Namun sedetik kemudian, gadis itu tersenyum serta membalas pelukan pria yang kini berstatus suaminya.
Ia merasakan tangan lebar Joo Young mengelus-elus kepalanya yang masih tertutupi mukena.
Maafkan aku Jia-ssi, memanfaatkan mu adalah satu-satunya caraku saat ini. Tapi aku akan berusaha untuk menjagamu dengan seluruh jiwaku hingga kau mendapatkan ingatanmu kembali.
Tatapannya menerawang.
*Tuhan, aku mohon jangan buat aku jatuh cinta pada gadis ini. Sebab saat ingatannya telah kembali, sakit dan berat bagiku untuk melepaskannya.
Tolong jangan buat aku jatuh cinta padanya*.
****to be continued****
semoga skripsi.a lancar n segera wisuda... good blaze...!!!