Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Seorang Sahabat
Rena hanya menatap kosong ibukota yang semakin terlihat menjauh melalui kaca tebal pesawat dari ketinggian cakrawala, Entah di mana Rumah mewahnya tempat dia dilahirkan, di mana desa Padasuka berada? tempat dia pernah bertugas dan menjalani kisah yang penuh kenang meski singkat dan berakhir menyayat, yang terlihat hanya warna biru gelap berhias awan putih nan hijau tua yang semakin memudar.
Dia sudah berada diratusan kilometer meninggalkan kota serta tempat dimana dia lahir dan tumbuh, tanpa terasa air mata merembas di sudut matanya, dia mulai berpikir apakah itu cinta? Apakah itu perasaan? Semakin berpikir semakin benci dengan keadaannya saat ini, mengapa cinta dan kebahagiannya direnggut oleh ayahnya sendiri yang hanya mementingkan status dalam pandangan manusia saja.
"Hey Ren, kenapa kau terdiam dari tadi, apakah kau mabuk ketinggian? jangan bilang ini adalah kali pertamanya kau naik pesawat?" tanya Niko yang berada disampinya sambil tersenyum mencoba bercanda.
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab ketus Rena yang masih menatap kearah jendela pesawat.
Memang setelah dua hari acara resepsi pernikahnya dengan Niko, Rena langsung dibawa pergi untuk bulan madu dan akan menetap di negeri sakura untuk mengurus sebuah pabrik yang bergerak dibidang pembuatan alat-alat kesehatan, itu pun atas kemauan Papanya Rena guna menjauhkannya dengan Pemuda kampung yang bernama Rehan itu, selain memang keluarga Niko juga mempunyai bisnis property di negara tersebut.
Membutuhkan hampir delapan jam untuk tiba di bandara Tokyo, disana sudah ada beberapa orang yang menyambut mereka, entah itu orangnya Pak Wijaya atau Pak Bramono.
"Oyaminasai, Seramat maram, Nona Rena and Tuan Nicholas, bagaimana perjaranannya?" sapa orang yang menjemput mereka dengan aksen khas jepang yang kadang penyebutan huruf L terdengar seperti huruf R semua.
"Selamat malam juga Tuan Sakazuki, cukup menyenangkan terimakasih untuk penjemputannya, lalu bagaimana kabar anda, sudah lama ya, terakhir kita bertemu sepertinya waktu saya masih kanak-kanak," Timpal Rena sambil membungkukan badan.
"Sehat Non Rena, ya memang sudah rama ya, bahkan ketika itu Non Rena yang masih imut sekarang tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik," balas Tuan Sakazuki sambil tersenyum ramah, sementara Niko tengah menelpon seseorang dengan nada marah, karena dia sungguh malu bagaimana bisa anak buah ayahnya terlambat menjemput mereka dibandara dan malah lebih dulu bawahannya Pak Wijaya, bikin malu saja begitu apa yang ada dibenaknya.
Mereka pun pergi untuk menuju apartemen yang telah disediakan oleh kedua keluarga tersebut, dengan menyusuri jalanan kota Tokyo ditengah malam yang masih saja ramai, mobil mewah tersebut meninggalkan bandara tokyo.
***
Seiring berjalannya waktu banyak hal berubah tanpa kita pernah duga, tetapi apalah daya kita yang tak akan mampu menghentikannya.
Rinai hujan membungkus bumi Padasuka sejak menjelang pagi buta bahkan cahaya Sang mentari pun tak kuasa menampakan diri ditengah mendungnya awan hitam beriringan yang menghiasi langit pada hari ini.
Hari kedua puluh dibulan kedua, Rehan yang tengah bersiap dengan memasukkan beberapa peralatan dan kartu perdana yang baru saja dia beli disalah satu gerai yang ada di pusat kota bogor kedalam tasnya yang cukup besar.
"Kak mau buka konternya hari ini ya?" tanya Kinan yang sudah rapi dengan tas sekolah terpasang dibalik punggungnya.
"Yups... Lebih cepat lebih baik kan? lagi pula kakak sudah beli cukup banyak kartu perdana dan kartu paket, hey kau gak pake jas hujan? entar pas nyampe ke sekolah malah basah kuyup, cepet gih pake jas hujannya," ucap Rehan, sambil mendorong tubuh Sang adik yang sekarang mulai beranjak remaja.
"Iyelah iya" timpal Kinan yang sambil mengambil jas hujannya, dia kini telah menginjak kelas dua SMP.
Dua hari yang lalu Rehan secara resmi telah membeli sebuah ruko di kota kecamatan untuk dijadikannya bengkel elektronik sekaligus menjual kartu perdana serta voucher pulsa, tadinya untuk sementara dia hanya ingin mengontrak ruko tersebut, tapi Uminya menyuruh langsung dibeli saja, agar lebih tenang nantinya.
"Ayo, let's go," seru Kinan sambil memperagakan tangan gaya superman terbang, kini dia tidak perlu lagi menaiki sepeda karena tempat sekolah dan ruko Rehan cukup dekat, jadi dia bakal sering diantar oleh kakaknya tersebut.
"Belajar yang rajin," ucap Rehan setelah menurunkan adiknya tepat di gerbang sekolah tempatnya mencari ilmu.
"Siiaaappp.... Kakak juga yang semangat bekerjanya," timpal Kinan sambil mencium telapak tangan Sang kakak, lantas dia pun berlarian kecil untuk segera masuk ke kelasnya.
"Huft... Bismillah ," ucap Rehan ketika membuka rolling door, Sesampainya di toko dia langsung menata letak voucher serta kartu perdana di etalase.
***
"Perkenalkan Bu, nama saya Zahratunisa, biasa dipanggil Zahra, saya ingin melamar kerja di puskesmas ini," ucap seorang wanita yang memakai kerudung merah dengan baju batik khas Priangan.
"Salam kenal, nama saya Umi Suryani, panggil saja bidan Umi selaku pimpinan Puskesmas ini," timpal Bu Bidan Umi Suryani sambil menyambut juluran tangan dari Zahra.
"Hmmz... Dari CV yang saya lihat, sepertinya bu Zahra ini punya pengalaman kerja di RSUD kota Bogor, kenapa tidak diteruskan disana, bukankah gaji di RSUD lebih besar dibandingkan dengan kerja di Puskesmas?" ucap Bidan Umi sambil membolak-balikan surat lamaran yang ada digenggamannya.
"Iya memang benar saya bekerja disana cukup lama dan baru resign bulan lalu," timpal Zahra.
"Kenapa?"
"Hmmzz... Berat sih Bu untuk mengatakannya, memang gaji saya di sana sudah cukup besar, tapi ada amanat dari sahabat saya yang harus jalankan,"
"Amanat?" seru Bidan Umi mulai heran.
"Ya, amanat dari seorang sahabat baik saya, yang pastinya ibu juga mengenalnya, karena dia pernah bertugas disini dengan waktu yang cukup lama,"
"Siapa?" Bidan Umi Suryani semakin penasaran, siapa orang yang dimaksud gadis ini, apakah Bu susi mantan patner terlama juga seniornya yang sudah pensiun, apakah gadis ini anaknya Bu susi atau keponakannya, tapi tidak mungkin, apa dia bilang tadi sahabat? mana mungkin Bidan Susi mempunyai sahabat yang sepantaran dengan anaknya, jangan-jangan.
"Namanya Rena Wijaya putri, yang pernah bertugas disini dan pernah menjabat sebagai bidan desa di salah satu wilayah sekitaran sini," ucap Zahra menjelaskan siapa orang yang memberinya amanat tersebut, memang setelah tanpa sengaja mendapatkan bunga Bouquet toss diacar pernikahan Rena, Dia langsung dihampiri oleh Rena dan menyuruhnya untuk bekerja disini, kala itu Rena memohon dengan sangat kepadanya sebagai seorang sahabat.
Zahra pun menceritakan dengan lengkap perihal maksud dan tujuannya, dan dia meminta Bidan Senior tersebut untuk menempatkannya di desa yang pernah Rena bertugas.
"Hmmz... Jadi begitu ceritanya, sungguh berat jalan hidup nak Rena, meski dia lahir dari kalangan bangsawan, tapi kehidupannya sungguh tertekan oleh saudara dan ayahnya sendiri," ucap Bidan Umi yang merasa kasihan akan nasib mantan bawahannya tersebut.
"Baiklah, saya akan menempatkan Bidan Zahra di desa tersebut, lagi pula sebulan ini tidak ada bidan tetap desa itu, karena belum ada tenaga medis yang menggantikan Rena, jadi kami saling bergantian tugas disana, tapi dengan adanya Bidan Zahra itu juga sedikit banyaknya membantu kami, terimakasih."
"Jadi biar besok saja, kita akan bertemu dengan kepala desa disana, dan sementara Bu Zahra istirahat dulu di Mes yang telah kami sediakan," ucap Umi Suryani mengakhiri percakapannya.
"Baik Bu Bidan Umi, terimakasih karena sudah pengertian," timpal Zahra, dia pun keluar ruangan kepala Puskesmas tersebut, lalu dia diantar oleh security untuk ditunjukan dimana mesnya berada.
"Hmmz... Alur cerita cinta memang kadang selalu rumit nan misterius," gumam Bu Bidan Suryani menggelengkan kepala dan menghela nafas berat.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗