Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33 jati diri Rama
"Mas Rama, nanti setelah mengantar bunga bunga itu tolong anter saya kerumah Bu Ida ya, sudah seminggu saya tidak bertemu dengan beliau, rasanya kangen juga, sekalian saya ingin menjenguknya."
Tutur Nara yang tiba tiba sudah duduk di bangku taman, sambil memandangi Rama yang masih sibuk memetik bunga bunga yang akan disetorkan ke toko bunga.
"Baik Mbak Nara, setelah mengantar bunga bunga ini saya bersedia mengantar Mbak Nara ke rumah saya."
Senyuman tersungging di bibir Rama yang penuh dengan kebahagiaan. Akhirnya ia bisa dekat dengan Nara setelah seminggu bekerja dirumah Nara sebagai tukang kebun.
"Ya udah Mas Rama, saya balik ke dalam dulu ya, mau liat hasil jahitan yang lain, makasih ya Mas sebelumnya."
"Saya yang harusnya berterima kasih sama Mbak Nara, karena mengijinkan saya bekerja disini."
Tutur Rama sambil menata bunga bunga itu pada keranjang yang sudah ada di motor matic milik Nara.
Nara pun tersenyum mendengar penuturan Rama. Ia tahu jika putra Bi Ida dulu pernah mengenyam pendidikan di sebuah universitas ternama di negeri ini karena kepintarannya. Ia mendapatkan bea siswa dari mulai SD sampai perguruan tinggi.
Namun nasib baik tak berpihak padanya. Setelah menyandang gelar S1, ia bekerja di sebuah perusahaan yang menempatkan ia di devisi keuangan.
Karena kelicikan kawannya yang iri dengan hasil kerja Rama, ia pun difitnah menggelapkan uang perusahaan, dan alhasil dia berurusan dengan kepolisian dan harus masuk penjara dalam beberapa bulan, dan harus kehilangan pekerjaannya.
Sejak saat itu, ia sulit mencari pekerjaan, hanya bisa bekerja serabutan untuk membantu perekonomian keluarga.
Mengingat hal itu, Nara pun tersenyum miris dengan cobaan hidup yang menimpa Rama. Ia merasa kalau mereka senasib, sama sama susah dalam menjalani takdir hidup mereka.
Tanpa di sadari oleh Nara, Rama sudah duduk disampingnya. Dengan memandang lekat wanita yang kini sudah mengisi hatinya, meski itu hanya dalam diamnya.
"Mbak Nara kenapa senyum seperti itu, ada yang salahkah?"
Ucapan Rama menyadarkan Nara dari lamunannya. Kemudian memandang kearah Rama sambil tersenyum tipis.
"Aku sedang memikirkan tentang permainan nasib kita Mas Rama, betapa takdir tak berpihak pada kita. Sudahlah Mas, cepat antar bunga bunga itu, saya mau ke dalam dulu, oh ya,, nanti tolong minta uang hasil penjualannya sekaligus ya Mas, ini sudah akhir bulan soalnya."
"Baik Mbak, saya berangkat dulu, assalamualaikum,,,"
Rama pun bergegas bangkit dari duduknya lalu menaiki motor matic Nara, melaju dengan perlahan ke luar dari halaman rumah Nara.
Setelah Rama pergi, Nara pun tersenyum lalu masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum, Bu Ida,,,"
Salam Nara sambil masuk ke dalam rumah sederhana yang terlihat rapi dan bersih itu. Nampak di sudut ruang tamu ada mesin jahit yang sudah tua. Nara pun tersenyum tipis melihatnya.
"Waalaikum salam,,,"
Balas dari dalam kamar Bu Ida, yang kemudian muncullah wanita paruh baya itu dari dalam kamarnya menghampiri Nara.
" Mbak Nara, kenapa repot repot kemari, bukankah kerjaan dirumah begitu banyak, apa lagi Mbak Naya sudah ke kota B. Ayo duduk dulu, pasti lelah kan naik motor kemari."
Bu Ida dengan wajah terkejutnya menarik lembut tangan Nara, mengajaknya duduk di kursi usang nya.
Dengan senyum yang mengembang di bibirnya, Nara pun mengikuti perkataan Bu Ida.
"Saya nggak repot kok Bu, saya ingin tahu kondisi Ibu dengan mata kepala sendiri, biar nggak kepikiran terus, gimana, Ibu sudah mendingan belum?"
"Alhamdulilah Mbak, Ibu sudah baikan, tinggal pemulihan saja, mungkin seminggu lagi bisa bantu Mbak Nara lagi."
Tuturnya lembut sambil menggenggam tangan Nara.
"Ibu istirahat saja dulu, tak perlu memikirkan soal kerjaan, Nara bisa mengatasi semua Bu, karena Mas Rama juga membantu di konveksi saat saya butuh bantuan, dia bisa saya andalkan, jadi Ibu fokus pada kesehatan Ibu dulu ya."
Nara menepuk nepuk pelan tangan Bu Ida yang menggenggam tangannya.
Bu Ida nampak tersenyum mendengar penuturan Nara.
"Anak itu memang karunia terindah buat Ibu, meski dia bukan anak kandung Ibu, tapi dia cahaya penerang dalam hidup Ibu."
Mata Bu Ida mulai berkaca kaca mengingat putranya. Nara yang mendengar penuturan Bu Ida pun terkejut, mengetahui kenyataan bahwa Rama bukanlah anaknya.
"Ibu,,, bolehkah saya tahu, tentang Mas Rama yang sebenarnya?"
Dengan tatapan penuh harap Rana memandangi wajah wanita paruh baya itu.
Bu Ida pun mengambil nafas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia pun mulai menceritakan perihal Rama pada Nara.
"Dulu, Ibu dan suami merupakan salah satu keluarga terpandang di kota J. Kehidupan kami sangat bahagia meski belum memiliki keturunan. Dan pada suatu hari, saat kami pulang dari tempat kerja, di jalan kami melihat ada beberapa orang berpakaian hitam sedang bertengkar memperebutkan seorang bayi, mereka sama sama mengeluarkan senjata api dan saling tembak, semua tewas, namun ada seorang yang terluka parah sedang menggendong bayi itu meminta pertolongan kami, ditengah perjalanan sebelum kami sampai di Rumah Sakit, orang itu menyerahkan bayi itu pada kami, dan menyuruh kami untuk merawatnya, dan menyuruh kami pindah dari kota ini jika ingin tetap selamat. Setelah itu ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Setelah kejadian itu, aku dan suamiku memutuskan pindah ke desa ini untuk keselamatan kami, dan menjual semua aset kekayaan kami. Karena suamiku tiba tiba juga mengidap kaker otak stadium akhir, akhirnya harta kami pun habis untuk berobat dan biaya hidup sehari hari, apa lagi saat itu Ibu juga dikaruniai putri setelah merawat Rama selama 10 tahun. Namun sayang suami Ibu harus meninggalkan kami terlebih dulu."
Air mata Bu Ida pun mulai menetes membasahi pipinya. Nara pun memeluk Bu Ida berusaha untuk menenangkan dan menghiburnya.
"Yakinlah Ibu, suami Ibu pasti bahagia disana melihat Ibu yang berhasil mengemban amanahnya, beliau pasti bangga pada Ibu, kita sama Ibu, tapi aku yakin, mereka masih bersama kita, selagi hati kita masih memiliki mereka."
Bu Ida pun melepas pelukan Nara, lalu menakupkan kedua tangannya di pipi Nara.
"Maafkan Ibu sayang,,, membangkitkan kesedihanmu lagi,,,"
Dengan senyumnya yang manis, Nara pun menggelengkan kepalanya, meski hatinya menjerit memanggil nama suaminya. Matanya kini mulai berkaca kaca, namun saat air mata itu ingin tumpah, ada suara yang mengejutkannya, hingga ia cepat cepat mengusap matanya.
"Dimana anakku,,,"
Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya saat ini sudah berdiri di depan pintu, di kawal oleh beberapa bodyguard. Dan Nara pun terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang.
"Ya Allah,,,kenapa dia muncul lagi di kehidupanku."
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹