Rendra Adyatama hanya memiliki dua hal: rumah tua yang hampir roboh peninggalan orang tuanya, dan status murid beasiswa di SMA Bhakti Kencana—sekolah elite yang dipenuhi anak pejabat dan konglomerat yang selalu merendahkannya. Dikelilingi kemewahan yang bukan miliknya, Rendra hanya mengandalkan kecerdasan, ketegasan, dan fisik atletisnya untuk bertahan, sambil bekerja sambilan menjaga warnet.
Hingga suatu malam, takdir—atau lebih tepatnya, sebuah Sistem—memberikan kunci untuk mendobrak dinding kemiskinannya. Mata Rendra kini mampu melihat masa depan 24 jam ke depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilo Ginting, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. KEMENANGAN PERTAMA DAN BAYANGAN KETENANGAN
Pagi itu, Rendra bangun dengan perasaan aneh yang bercampur aduk: ketegasan dan kegelisahan.
ketegasan muncul dari penglihatan nya skor 2-1 yang ia terima, sementara kegelisahan datang dari fakta bahwa ia baru saja mempertaruhkan sebagian besar uangnya pada sebuah situs judi ilegal.
ini bukan langka yang ia banggakan, tapi ia meyakini bahwa perubahan besar memerlukan resiko yang besar pula.
Setelah menyelesaikan push-up dan pull-up rutinnya di kerangka pintu tua, Rendra duduk di dapur yang berbau apek. Ia membuat kopi instan, pikirannya sibuk memikirkan tentang kekuatan yang ia dapat kan tadi malam, yang kini menjadi bagian dari dirinya.
pengelihatan nya hanya bisa melihat 24jam kedepan, itu terlalu pendek untuk membuat rencana jangka panjang, tapi lebih dari cukup untuk memanipulasi peristiwa jangka pendek.
Dia meguji batas-batas kekuatannya, Rendra mengambil koin Rp500, melemparkannya ke udara, dan berkonsentrasi. Ia merasakan sendikit denyutan di pelipisnya. Dalam sepersekian detik, ia melihat koin itu jatuh dan mendarat di punggung tangannya dengan gambar Garuda menghadap ke atas, ia menangkap koin itu, dan benar Garuda.
Ia mencoba lagi, kali ini dia memejamkan mata dan berpikir tentang laci lemari pakaiannya yang tertutup. Ia melihat laci itu terisi tumpukan kaos yang rapih. Ketika dia membukanya laci itu memang rapih, persis seperti yang dia lihat.
Ini bukan ramalan acak, ini adalah pratinjau pasti dari peristiwa yang akan terjadi dalam radius penglihatanku, atau peristiwa yang memiliki dampak langsung padaku.
Tiba-tiba, rasa pusing itu datang lagi kali ini, sebuah trailer lain muncul: ia melihat dirinya berada di dalam bus kota yang penuh sesak, dan dompet seorang ibu-ibu ditarik paksa oleh seorang pemuda berjaket biru.
Kejadian itu Tampak jelas, lengkap dengan nomor bus dan lokasi jalan. Ia meriksa jam tangannya, peristiwa itu akan terjadi sore ini, pukul 16.30, saat ia pulang sekolah.
Rendra, menghela napas memiliki penglihatan masa depan berarti ia kini memiliki tanggung jawab yang tak terduga. Ia bisa menggunakannya untuk kekayaan pribadi, atau untuk mencegah hal buruk. Ia memilih keduanya, sejalan dengan prinsipnya: menggunakan kecerdasannya untuk bertahan dan maju.
Di SMA BHAKTI KECANA, hari berjalan seperti biasanya, penghinaan yang dingin dan senyap.
Saat jam istirahat, di kantin yang dipenuhi aroma makanan maha, Rendra duduk sendiri dengan bekal nasi dan telur dadar yang ia siapkan dari rumah. Kevin, yang tadi pagi menyapanya dengan ejekan, duduk di meja vip bersama Gengnya, sesekali tertawa keras sambil melirik sinis ke arah Rendra.
Tiba-tiba, Clara datang membawa, nampan berisi pasta carbonara.
"kau tidak keberatan jika aku duduk disini?" tanya Clara lembut.
Suasana kantin mendadak sunyi, semua mata tertuju pada mereka. Anak putri konglomerat itu duduk bersama anak Beasiswa yang miskin.
"Silahkan," jawab Rendra, tidak terkejut. Clara adalah satu-satunya orang yang berani melawan arus sosial disekolah ini.
"Kau tahu, ibuku sempat melihat nila raportku.dia bertanya kenapa nilaimu selalu lebih tinggi dariku di hampir semua mata pelajaran Sulit," Clara tersenyum, "aku bilang dia pintar, Bu. Dan dia harus berjuang lebih keras dari kita semua."
"perjuangan itu tidak dinilai di sini, Clara. Yang dinilai adalah warisan" balasa Rendra, suaranya pelan dan tajam.
Clara meletakkan garpunya. "mungkin Dimata mereka, tapi tidak dimataku. Oh iya, kudengar nanti malam ada pertandingan besar, antara Phoenix melawan Lion's Gate, ayahku taruhan besar untuk Lion's Gate".
Rendra mengangkat alisnya, " benarkah?"
" ya, tim nya memang sedang di atas angin. Semua orang bilang Lion's Gate akan menang dengan mudah".
Rendra hanya tersenyum tipis, penglihatan yang dia lihat lebih berharga daripada analisis para high society itu.
Pukul 16.20, Rendra sudah menunggu di halte bus, ia menghindari bus yang ia lihat dalam penglihatannya. Namun, rasa tanggung jawab itu terus menusuknya, ia tidak bisa hanya membiarkan kejahatan itu terjadi, apalagi jika ia punya kemampuan untuk mencegahnya.
Akhirnya Dia memutuskan naik bus yang sama, tetapi dia menunggu hingga pukul 16.25, agar dia bisa berada di posisi strategis, saat bus itu tiba dan Rendra pun langsung naik ke dalam bus, dia langsung memindai sekitarnya. Penuh, berdesakan dan di dekat pintu keluar, berdiri seorang pemuda berjaket biru yang Tampak gelisah, tangannya bersembunyi di saku.
tepat pada pukul 16.30, Bus berhenti di perempatan jalan yang ramai. Saat pintu terbuka, pemuda berjaket biru itu bergerak cepat, tangannya menyambar dompet dari tas Selempang seorang ibu-ibu paruh baya,
"Maling!, Dompet saya!" Teriak ibu itu panik.
Orang-orang Tersentak kaget, sebelum si pencuri sempat melarikan diri Rendra, dengan kecepatan yang terlatih dari latihan bertarungnya bereaksi cepat. Ia bergerak ke tengah kerumunan, memblokir jalan keluar si pencuri.
"kembalikan" Perintah Rendra, suaranya Datar, tanpa emosi, namun memancarkan Otoritas yang mengejutkan.
Si pencuri panik mencoba mendorong Rendra. "Minggir, anak muda!,".
Rendra tidak minggir ia menangkap pergelangan tangan pencuri itu, memutarnya dengan gerakan yang cepat dan efisien ---- sebuah teknik beladiri yang di pelajari Rendra untuk mempertahankan dirinya di masa lalu.
Si pencuri tersungkur kesakitan, dompet ibu itu terlepas dari genggamannya.
Dala sekejap, masa berkumpul. Rendra tidak menunggu Drama dia langsung mengambil dompet itu, dan langsung memberikan dompet itu kembali kepada sang ibu, dan segera turun dari Bus, sebelum polisi tiba.
dia tidak ingin terlibat birokrasi yang akan membuang waktunya.
Saat berjalan pergi, Rendra merasa sedikit lega, Dia menggunakan penglihatan masa depan nya untuk hal baik. Namun, hatinya tetap fokus pada tujuan besarnya.
Malam harinya, Rendra menunggu dengan sabar di depan layar komputer di rumahnya yang redup. Pertandingan Phoenix FC vs Lion’s Gate dimulai. Rendra tidak menonton, ia memilih membaca buku filsafat tebal yang dipinjamkan Pak Bima, sambil sesekali melirik live score di ponselnya.
Babak Pertama: 1-0 untuk Lion’s Gate.
Babak Kedua, menit ke-65: 1-1, Phoenix FC menyamakan kedudukan.
Jantung Rendra tidak berdetak kencang. Ia sudah tahu hasilnya. Penglihatan 24 jam itu menghilangkan semua ketegangan yang biasanya menyertai perjudian. Ini bukan pertaruhan, ini adalah penarikan tunai dari masa depan.
Pukul 01.30 dini hari. Hasil akhir terpampang: Phoenix FC 2 - Lion’s Gate 1.
Rendra menutup buku filsafatnya, lalu membuka situs taruhan ilegal itu. Saldo di akunnya bertambah menjadi Rp430.000. Sebuah kemenangan kecil, tetapi bagi Rendra, uang itu terasa seperti sebuah terobosan fundamental. Uang itu akan menutupi biaya hidupnya selama seminggu lebih, memberinya sedikit ruang bernapas,
Rp430.000.
Rendra tahu, ia tidak bisa terus bermain di taruhan bola skala kecil ini. Kemenangan kecil hanya menghasilkan perubahan kecil. Jika ia ingin menjadi orang kaya, menembus lapisan sosial sekolahnya, dan lepas dari dinding rumah tuanya, ia harus melompat.
Langkah berikutnya: Uang ini harus menjadi modal yang lebih besar.
Sistemnya, yang kini ia pahami, adalah senjata yang sempurna untuk mengalahkan sistem lain, yaitu sistem perjudian yang didesain untuk membuat orang kalah. Dan satu tempat di mana modal kecil dapat berlipat ganda dengan cepat, tetapi dengan risiko besar, adalah di meja judi.
Rendra mengunci komputernya. Malam itu, ia tidak lagi tidur dengan perasaan dingin. Di balik bayangan rumah yang rusak itu, Rendra Aditama telah mengambil langkah pertamanya di jalur yang berbahaya, menuju perubahan hidup yang drastis, menuju dunia yang gelap: Kasino.
Semangat Thor