Tama, cowok baik-baik, kalem dan jago olahraga yang jatuh cinta dengan Raina si gadis yang terkenal dengan reputasi buruknya. Suka dugem, mabok, merokok, bahkan gosipnya dia pun jadi sugar baby simpanan om-om.
Tama menghadapi banyak tantangan agar bisa bersama Raina. Teman dan keluarganya yang tak menyukai Raina, rumitnya latar belakang keluarga Raina, juga cintanya yang penuh gairah yang amat sulit dikendalikan oleh cowok itu.
Kisah mereka terajut sejak masa di bangku kuliah. Saat mereka lulus, Tama berjanji akan menikahi Raina satu tahun kemudian. Tapi dengan banyaknya pihak yang menginginkan mereka untuk berpisah, bisakah mereka bertahan? Apalagi mereka terpaksa harus berpisah demi mempersiapkan masa depan untuk bersama?
Author masih belajar, tetapi selalu berusaha memperhatikan ejaan dan penggunaan huruf kapital yang benar sehingga nyaman di baca. Silahkan mampir😂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabina nana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema Arka
Raina sedang duduk di lantai memeluk lutut di depan jendela kamarnya saat Tama menyusul masuk. Lampu kamar tidak dinyalakan, hanya lampu taman yang menyorot lewat kaca jendela yang gordennya terbuka dan seberkas cahaya bulan yang menyinari.
Tama mendudukkan dirinya di samping Raina, ikut memandang ke arah bulan separuh di luar. Raina mendengus. Tama menahan senyum.
"Sayang, aku mau ngomong sesuatu. Dengerin baik-baik, karena aku bakalan ngomong ini sekali aja. " kata Tama. Raina tidak menjawab. Tapi ia tak menolak ketika Tama menariknya dalam rengkuhan.
"Aku cinta kamu. Masa lalu kamu, aku nggak peduli. Aku yakin ngejalanin masa sekarang sama kamu, dan bakalan berjuang buat masa depan kita. Aku harap kamu kayak gitu juga. Soal Bunda, aku yakin Bunda bakalan luluh, meskipun nggak mudah. Kamu yakin sama aku, kan?" ucap Tama. Raina merasakan matanya berembun lagi, mengangguk sambil makin menyusup dalam dekapan Tama.
"Aku selalu yakin sama kamu," balas Raina lirih.
Tak berhenti mensyukuri kehadiran Tama dalam hidupnya. Bersyukur karena untuk pertama kali dalam hidupnya ia merasakan diterima sepenuhnya oleh seseorang, tanpa dihakimi atas masa lalu ataupun latar belakangnya.
Tama merasakan tubuh Raina rileks dalam pelukannya, dengkur halus pun terdengar. Gadisnya tertidur. Tama tak mampu menahan diri untuk tidak mengecup bibir cantik yang setengah terbuka itu, gemas.
Setelah membaringkan tubuh Raina dengan hati-hati di ranjang, Tama pun tak lagi bisa menahan kantuknya. Bantal beraroma Raina, tubuh hangat yang siap dipeluknya, wajah cantik yang bisa ia tatap sepuasnya...
Tama pun tertidur dengan senyum di bibirnya, dan bermimpi tentang bunga-bunga.
Almira tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat Arka masuk ke kamar rawatnya. Teman-temannya baru saja pulang setelah bergantian menjaganya seharian. Setahu Almira, Tama lah yang akan menemaninya malam ini. Maka ia terkejut saat Arka yang datang, bukannya Tama.
"Mas Arka?" hanya itu yang diucapkan Almira, namun Arka paham keheranan Almira. Arka memasang wajah sesantai mungkin.
"Tama lagi sama ceweknya. Jadi malam ini gue yang nemenin elo. Ngga apa-apa, kan?" tanya Arka, agak canggung.
Almira tersenyum, lesung pipinya pun muncul. Arka terperangah, lalu buru-buru mengingat Keysha. Tahan, tahan. Godaan orang pacaran jarak jauh emang ada aja.
"Harusnya aku yang nanya gitu, Mas. Mas Arka ngga apa-apa direpotin aku gini?" ucap Almira lembut. Entah kenapa, Arka suka dengan cara Almira memanggilnya.
"Alaah, ngga masalah. Elo santai aja," jawab Arka, mengalihkan pandangan ke seantero ruangan, takut terpesona lagi.
"Makasih, ya Mas," kata Almira. Tama mengangguk saat tatapannya berhenti pada setumpuk novel di meja di samping ranjang Almira. Diraihnya beberapa, dan mau tak mau kagum dengan selera baca cewek yang satu ini. Beberapa novel sastra karya penulis terkemuka terletak disana, membuat Tama tak bisa menahan diri untuk membaca beberapa diantaranya.
"Suka Eka Kurniawan?" tanya Arka antusias, menyebut nama penulis favoritnya, sambil menunjukkan buku yang baru saja ia raih.
Almira mengangguk tak kalah bersemangat.
"Suka banget. Setelah Pram, bukunya dia yang lagi aku baca dan aku koleksi. Suka banget sama ide-idenya yang kadang nyeleneh, tapi diksinya luar biasa keren. Beneran jadi jatuh cinta sama Bahasa Indonesia, ya nggak sih" celoteh Almira.
Arka tertawa. Setahunya Almira adalah gadis yang pendiam dan jarang ngomong, ternyata dia bisa ngomong sepanjang ini jika menyangkut hal yang disukainya.
"Yang mana favorit elo? Kalo gue masih megang Lelaki Harimau, sih. Itu beneran gila bagus banget. Begitu lembar terakhir gue sampai ngerasa kayak baru masuk ke dunia khayalan ciptaan nya Eka ini, bukan sekedar baca tulisan terus hilang aja gitu isinya." kata Arka.
"Suka semua, sih Mas. Tapi aku masih belum move on dari Cantik Itu Luka. Berasa kayak nonton film nggak sih baca novelnya dia, tuh? Potensi jadi the next Pramudya Ananta Toer kali ya Mas?"
"Hmmh, bisa jadi sih. Uda baca tetralogi Buru juga?" Arka mengubah topik pembicaraan mendengar nama penulis favoritnya disebut lagi.
"Udah, dong. Aku baca dari koleksinya Papa. Suka banget yang Gadis Pantai. Sayang ya buku keduanya dibakar pemerintah jaman itu. Jadi nggak bisa baca lanjutannya."
Tadinya Arka pikir suasana akan jadi canggung antara dirinya dengan gadis yang dijodohkan untuk Tama ini, namun nyatanya obrolan mereka mengalir cukup menyenangkan.
Arka lupa kapan terakhir kali ia bisa ngobrol senyambung ini dengan seorang gadis. Bahkan dengan Keysha yang sudah dipacarinya sejak SMA pun, tak bisa semengalir ini. Mereka tak punya hobi dan kesukaan yang sama, kalaupun ngobrol pasti akan terjadi perdebatan yang tak ada ujungnya. Semua perdebatan itu akan berakhir dengan Arka yang menelan semua argumentasinya dan mengalah agar Keysha tak makin senewen.
Akhir-akhir ini bahkan komunikasinya dengan Keysha semakin sulit. Cewek itu beralasan tugas-tugas kuliahnya cukup menyita waktunya. Belum lagi perbedaan waktu antara Indonesia dan Amerika yang jauh membuat mereka makin tenggelam dalam kesibukan masing-masing, dan makin nyaman tanpa satu sama lain.
Sebenarnya ia mulai meragukan hubungannya dengan Keysha ketika ia menyadari nyaris satu purnama berlalu tanpa ada kabar apapun dari kekasihnya itu. Pada jaman teknologi berkembang sepesat ini, seharusnya selalu ada jalan bagi hubungan jarak jauh seperti mereka. Video call kapanpun, bisa mengirim foto terbaru kapanpun juga. Semua akan tetap baik-baik saja andai kedua belah pihak sama-sama mau berjuang.
Sayangnya, Arka selalu merasa bahwa hanya dirinyalah yang berjuang sendirian. Keysha selalu ngilang semaunya, lalu bisa tiba-tiba mengirimi dia pesan manis yang selalu membuat Arka memaafkan gadis itu. Selalu begitu. Maka tak heran jika Arka mulai meragukan kelangsungan hubungannya dangan Keysha.
Arka-pun mulai bertanya-tanya, bisakah benang tipis yang disebut kepercayaan diantara ia dan Keysha bisa bertahan melawan jarak, waktu, dan perbedaan yang begitu jauh terentang?