Caroline Damanik Dzansyana, hanya gadis malang berprofesi sebagai koki dessert di sebuah restoran Itali, dia diberatkan hidup karena harus membiayai rumah sakit ibu angkatnya yang koma selama satu tahun terakhir ini karena sebuah kecelakaan tragis.
Lalu, di suatu hari, dia dipertemukan dengan seorang wanita berwajah sama persis dengannya. Dia pikir, pertemuan itu hanyalah kebetulan belaka, tetapi wanita bernama Yuzdeline itu tidak berpikir demikian.
Yuzdeline menawarkan perjanjian gila untuk menggantikan posisinya sebagai istri dari pewaris Harmoine Diamond Group dengan bayaran fantastis—300 Milyar. Namun, Caroline menolak.
Suatu malam, takdir malah mempertemukan Caroline dengan Calvino—suami dari Yuzdeline dan menimbulkan kesalahpahaman, Calvino mengira jika Caroline adalah istrinya, sehingga dia menyeretnya masuk ke hidupnya.
Sejak saat itu, Caroline tidak pernah bisa kembali ke hidupnya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apa yang akan Caroline lakukan untuk kembali ke hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teriablackwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15—PPMITMC
HAPPY READING
___________________________________
Hanna?
Atau karyawan coffee shop?
Caroline terdiam, tegang. Beberapa kali detak jantungnya memberikan sensasi menegangkan, posisinya saat ini sangat memungkinkan jika dia akan tersudutkan.
Cepat-cepat gadis cantik itu berlari ke sofa untuk mengambil ponselnya, lantas dia berlari naik ke lantai dua untuk mengalihkan perhatian semua orang yang ada di sana.
Calvino menyunggingkan senyum tipis di ujung bibir, seraya berkacak pinggang dia mengayunkan langkah ke dekat orangtuanya. "Dari sejak semalam dia emang aneh, seperti orang linglung, banyak hal aneh yang dia katakan," gumamnya.
Kernyit di wajah Bambam dan Marisa seperti angin yang bersahutan, mereka bertukar pandang sampai akhirnya bahu mereka mengedik.
Sang papa menjelang ke sisi kanan Calvino. "Sekarang istri kamu kembali, jadi tolong jangan menyakitinya lagi, udah cukup kamu mengujinya, jangan membuatnya pergi lagi," tegur Bambam menasihati putranya.
"Yuzdeline adalah istri yang paling tepat untuk kamu, juga keluarga kita," timpal Marisa masih dengan keyakinan yang sama.
Prinsip egois itu masih digenggam teguh olehnya. Jika pasangan putranya harus wanita berpendidikan tinggi, berasal dari keluarga yang akan memberikan kenaikan pangkat atas bisnis mereka.
Tak peduli cinta atau tidak, yang terpenting dalam hubungan mereka adalah, latar belakang sang menantu, kemampuan si menantu bisa mengimbangi bisnis ataukah tidak.
Muak!
Calvino sudah sangat jemu dengan prinsip dan persyaratan itu. Bahkan untuk memilih pasangan pun, Marisa dan Bambam tidak memberinya kebebasan.
"Definisi menantu bagi kalian, hanyalah formalitas, yang terpenting adalah kolega bisnis," gertak Calvino, menggeram di akhir.
Tubuh yang menyamping mengalir diarahkan ke hadapan Bambam dan Marisa. "Kalian membuat Karmelita hidup dalam rasa bersalah, insecure yang memperparah mentalnya yang udah hancur karena keluarganya," geram Calvino, kerut di hidung terlihat lebih tajam dibanding pisau.
"Dan sekarang kalian melakukan hal yang sama pada wanita lain?" sambungnya, senyum di ujung ucapan mendengkus, kesal.
Tersudut.
Bambam dan Marisa mengendur, dihantui oleh tutur kata putranya yang memiliki energi lebih kuat, ini bukan pertanyaan atau semacamnya, melainkan sebuah penyerangan yang menuntut penjelasan.
Senyum tipis itu kembali merajalela. Calvino terhanyut karena cukup senang melihat ke-dua orangtuanya seperti ketakutan, apa yang sebenarnya mereka takutkan jika pernikahan kontrak ini diketahui olehnya.
Apakah ada hal besar yang mereka sembunyikan?
"Pernikahan kontrak antara aku dengan Yuzdeline," gertaknya seraya mengeratkan gigi, "Apa yang kalian paksakan padanya, dan apa yang kalian tawarkan, juga ..., apa yang kalian ambil darinya?"
Calvino bicara seperti itu sembari melangkah mendekati Bambam dan Marisa, sementara itu, pasangan itu terus mengendur satu langkah demi selangkah—menghindari tatapan intimidasi sang putra.
Hening yang tercipta berhasil membungkam Bambam dan Marisa, mereka tidak bisa menjawab, setidaknya sebelum Calvino marah besar, atau ..., terpaksa beradu argumen untuk ke sekian kalinya.
Seperti saat Calvino meminta menikahi pujaan hati—Karmelita Syevita, yang kini telah beristirahat tenang, tak perlu memenuhi ekspektasi siapapun lagi, baik dari keluarganya atau dari keluarga Harmoine.
Ekhem.
Marisa berdeham, memilih untuk tetap bersikap angkuh, seolah dia menguasai putranya. "Apa yang dikatakan Yuzdeline?" tanyanya untuk memastikan apa saja yang diketahui putranya.
Hunter eyes milik Calvino menukik, namun dada membentang, luas. "Gak banyak. Dia hanya bilang, kalau pernikahan kita adalah pernikahan kontrak, dan dia harus membawaku kembali hidup normal, selesai."
Bagus.
Ujung bibir menaik. Marisa melenggang ke sofa, lantas menjatuhkan dirinya di single sofa. "Baiklah," sahutnya dengan intonasi tegas, namun ia seolah sedang bermain dengan tutut katanya.
"Mama dan Papa hanya meminta Yuzdeline untuk menjadi pendampingmu untuk kembali hidup normal," sambungnya.
Bulshit!
Calvino terlalu memahami orangtuanya, hal mustahil jika mereka bergerak hanya untuk kepentingannya, bahkan warisan yang sudah dia genggam, mereka masih ingin mendapatkan suntikannya.
Meski mereka adalah orangtua kandung, Marisa dan Bambam selalu menganggap putranya saingan untuk mendapatkan warisan besar dari kakek Harmoine Corvin.
"Jangan banyak berbohong, apalagi ingin mengelabuiku," bantah Calvino melenggang ke ambang pintu.
Di sana dia menyandarkan punggung, dus tangannya tersilang di depan, kemudian sorot matanya mengerling keluar rumah. "Kalian adalah orang serakah yang sering menjual hubungan pernikahan atau hubungan asmaraku dengan keluarga pasanganku," sarkasnya menerka dengan tepat.
"Karmelita kalian intimidasi karena keluarganya hanya memiliki perusahaan investasi kecil," tambah Calvino tanpa menoleh pada orangtuanya.
Meski yang dikatakannya semuanya adalah fakta, namun Bambam dan Marisa tidak terima jika mereka disudutkan oleh putra tunggal mereka.
Bambam yang berdiri tepat di bawah Chandelier crystal itu bergegas mendekati Calvino. "Jangan lancang kamu bicara, Calvino!"
"Kita melakukan hal itu untuk mempertahankan nilai keluarga kita, untuk masa depan yang lebih baik, dan untuk memilihkan pasangan yang tepat dan tidak mempermalukan kita di mata publik," kukuh Bambam.
"Calvino, kamu harus memilih pasangan dari latar belakang keluarga yang bagus. Mengandalkan cinta aja gak cukup!" Marisa menyambar.
Wanita berpenampilan modis itu meninggalkan sofa yang sudah dia duduki selama beberapa menit.
Mendatangi sang putra yang nampak tak peduli dengan apapun yang mereka katakan. "Hidup ini butuh biaya. Kamu gak bisa hidup hanya karena mencintainya, tapi kamu harus memastikan, apakah pasanganmu bisa mendukung pekerjaanmu, atau malah membuatmu menjadi lemah," tandas Marisa.
"Dunia ini sangat kejam. Semakin kamu lemah, maka kamu akan ketinggalan jauh, lantas? Bagaimana masa depan kehidupan ini?" tambah Bambam.
Aarght ...!
Hati Calvino menggeram. Sudah bertahun-tahun dia memendam kekesalan ini, sampai Karmelita tiada, lelaki ini masih berusaha untuk tenang, karena kesalahan besar ada di keluarga sang istri.
Namun, tidak bisa menutup fakta, bahwa keluarganya pun ikut andil atas kematian mendiang istrinya, tekanan, paksaan, dan intimidasi yang tak berkesudahan menjadi penyebab Karmelita terguncang mentalnya.
Calvino menghentakkan ke-dua tangannya usai dia mendengkus. "Karmelita tidak meninggal begitu aja. Dia udah menanggung banyak hal sejak lama," tukas Calvino dengan tatapan menyalak.
"Setelah melahirkan, tubuhnya sebenarnya masih sangat lemah, tapi bukan hanya itu penyebabnya. Ia menanggung luka yang lebih dalam daripada sekadar sakit fisik. Tekanan batin yang kalian berikan," paparnya menambahkan ucapan sebelumnya.
Helaan napas terasa berat dan menjorok ke dalam. "Trauma dari perlakuan kasar, dan kekerasan fisik yang dia terima, itu semua membuat jantungnya tak sanggup lagi menahan beban."
"Dokter menyebut tubuhnya mengalami komplikasi serius pasca persalinan, diperparah dengan stres berat yang menghancurkan kondisi mental dan fisiknya. Karmelita ..., seharusnya bisa hidup, bisa mendampingi anak kita. Tapi kalian merenggut itu semua darinya. Ia meninggal bukan karena takdir semata, tapi karena luka yang kalian tanamkan di tubuh dan jiwanya."
Merinding.
Ucapan Calvino mengguncang Bambam dan Marisa. Hati nurani yang sengaja mereka padamkan, seakan menyeruak naik, mereka berkaca-kaca tatkala penjelasan Calvino berkelana di pendengaran.
Tidak! Marisan tak akan membiarkan hati nuraninya datang di waktu yang kurang tepat, prinsip hidupnya tetap sama, yang tiada tak akan kembali, percuma jika dia menyesalinya hari ini.
"Jangan semarangan menuduh," bantah Marisa mencoba mengelak dari tatapan Calvino, "Mama dan Papa bukan gak suka sama Kamelita, tapi dia dari keluarga kecil yang serakah dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu," tambah Marisa enggan untuk disudutkan oleh kesalahan yang bukan sepenuhnya miliknya.
"Kita sama-sama tahu, Calvino, mendiang istri kamu itu hanya anak angkat di keluarganya, dan Karmelita diadopsi hanya untuk dijadikan jembatan pernikahan bisnis oleh keluarga itu, dan kami menemukan, bahwa keluarga itu ...."
Sret!
Keringan mata Calvino terlempar ke samping kanan, dimana Marisa dan Bambam berada. "Ya! Aku tahu itu, keluarga itu mengambil keuntungan dari pernikahan kami, tapi kalian bisa memilih untuk tidak menerimanya, dan Karmelita juga gak pernah menunjukkan kalau dia berpihak pada keluarganya."
Satu langkah mengayun kian erat dengan pasangan Marisa dan Bambam. "Yang jadi pertanyaanku saat ini," gertaknya dengan gigi mengerat lebih kuat dibanding sebelumnya.
"Apa ..., yang kalian minta dari keluarga Barbara, dan apa yang kalian paksakan pada Yuzdeline?" Tatapan lelaki itu menyala, seolah ada kobaran api yang tumbuh subur di sana.
To be continued .....
Moga aja Calvino gk kebablasan
nasib mu yuz, anyep bgt