Sri tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir karena orang yang paling dia cintai dan hormati, entah bagaimana dia mendeskripsikan hati yang tidak akan pernah sembuh karena perselingkuhan suami dengan perempuan yang tak lain ibunya sendiri.
Dia berusaha untuk tabah dan melanjutkan hidup tapi bayangan penghianatan dan masalalu membuatnya seakan semakin tercekik.
mampu ka dia kembali bangkit setelah pengkhianatan itu diatas dia juga memiliki kewajiban berbakti pada orangtua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Wajah keluarga Irfan memerah menahan amarah dan juga malu bersamaan, niat mereka untuk mempermalukan dan mengambil anak itu dari kandungan Siti akhirnya menjadi boomerang untuk mereka sendiri terutama Irfan dan sang ibu.
"Mau apa lagi kalian kesini, kalian tidak punya malu??". Teriak Warga begitu melihat Irfan ada dihadapan mereka.
Irfan sudah diblokir dari semua akses dikampung mereka, dia tidak diperkenankan untuk menginjak tanah mereka lagi dan sekarang dengan sombong dan beraninya dia datang kesini membuat keributan.
Wajah ketiganya berubah pias terutama Irfan yang jelas masih mengingat hukuman adat yang diberikan warga kepadanya saat ini.
"Kami datang hanya untuk mengambil anak yang ada dikandungan Siti karena itu cucu kami, kami tidak ada maksud untuk membuat keributan disini". Jawab sang ibu dengan pelan.
Perkataan itu memancing amarah warga, walau Siti bersalah tapi tak seharusnya mereka memisahkan anak dari ibunya dan itu sangat ditentang oleh mereka.
"Dasar manusia Edan, pergi kalian dari sini sekarang juga, jika tidak kami akan mengusir kalian semua dengan paksa". Teriak para warga dengan penuh emosi.
Mereka bahkan melangkahkan kaki untuk mendekati ketiganya dan bersiap mengusir mereka dengan paksa
"Maaf para warga sekalian, tidak perlu mengusir kami, kami akan pergi sekarang, maafkan kami". Ayah Irfan itu langsung menarik keduanya untuk pergi dari sana .
Dia jelas melihat beberapa warga mulai merekam mereka, dia tidak mau jika reputasinya lebih buruk dari yang sekarang, dia bahkan sudah mendapatkan teguran dari atasannya dan dia tidak mau dipecat
"Cepat jalan, ayo kita pergi dari sini". Dia menarik paksa keduanya yang seperti enggan beranjak.
"Tapi Daddy?". Sang istri menatap suaminya dengan keberatan.
"Sudah cukup, aku tidak mau kehilangan pekerjaan ku karena kalian berdua, kalian hanya tahu membuatku malu saja". Hardiknya dengan keras.
"Tapikan". Protes Irfan juga.
"Kalau begitu kau saja yang urus dan jangan kembali kerumah kami setelah ini, jadi saja gelandangan dijalan". Ucapnya dengan sangat kesal.
Dia sejak tadi sudah menahan emosi melihat tingkah anak dan istrinya dan sekarang setelah warga datang mereka malah enggan pergi padahal sudah diusir.
Nyali keduanya menciut melihat amarah dari lelaki dihadapannya ini, sangat jarang lelaki parubayah ini marah dan mengancam mereka seperti ini.
Mereka menunduk kemudian mengikuti langkah lelaki ini untuk pulang kerumah karena mereka tidak mau diusir apalagi sampai hidup dijalan menjadi gembel.
Sesampainya dimobil Ibu Irfan itu masih saja menggerutu karena tidak terima ditampar oleh Siti tadi, dia berjanji akan membuat perhitungan pada perempuan itu.
"Berhenti membuat keributan, jangan mencari gara-gara lagi pada mereka, lupakan saja anak yang ada dikandungan Siti itu". Ucap sang pemimpin dalam keluarga mereka itu.
Irfan dan sang ibu langsung menoleh dan menatap Baskara dengan penuh protes dan tidak terima.
"Tapi dia adalah keturunan kita Daddy, aku tidak mau keturunan kita dibesarkan oleh perempuan seperti itu, aku tidak sudi". Ucapnya dengan tidak terima dengan keputusan suami nya itu.
"Benar Daddy, anak itu adalah anakku, aku berhak atas anak itu daripada mereka". Irfan juga tidak terima dengan keputusan sang ayah.
"Ya ampun, kamu ini bisa menikah lagi, masih banyak perempuan yang bisa kamu nikahi dan memiliki keturunan kembali, mereka saja tidak mau memberikannya,bukankah lebih bagus, kamu tak perlu mengeluarkan dana untuk membesarkan anak dari keturunan mereka". Ucap sang ayah enteng.
Mereka berdua menatap lelaki itu dengan tidak percaya, bagaimana mungkin dia tidak ada rasa peduli sama sekali pada cucunya sendiri.
"Tapi Daddy, dia itu cucu kita, kita punya hak untuk mengambilnya". Sang istri kekeh dengan keputusannya.
Baskara menghela nafas lelahnya menghadapi keduanya yang sangat keras kepala sekali.
"Terserah kalian, jika sampai aku mendapatkan Maslaah karena ulah kalian lagi, aku akan membuang kalian berdua biar jadi gembel dijalan sekalian, kalian sendiri yang mencari gara-gara ". Ucapnya dengan dingin.
Keduanya tersentak mendengar ancaman itu, kelihatannya lelaki parubayah ini tidak main-main dengan ucapannya.
Keheningan terjadi setelah mereka semua terdiam, nyali mereka menciut setelah diancam menjadi gembel dijalanan.
Sedangkan dirumah Siti terjadi keheningan antara ibu dan anak itu, nafas Siti memburu karena amarah.
Dia masih belum bisa menerima hinaan dari perempuan yang menjadi mantan besannya itu, harga dirinya begitu terinjak-injak.
"Lebih baik kamu pulang kerumah ayahmu sekarang juga". Ucap Siti memecahkan kesunyian setelah lama terjadi keheningan .
Sri menatap ibunya dengan sendu, ibunya selalu seperti itu jika sedang marah padanya.
"Aku hanya ingin membantu ibu, dan terima kasih karena telah membelaku, ini pertama kali dalam hidupku, aku mendengar ibu membelaku seperti ini". Ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Saya tidak membelamu, tapi saya tidak suka pad manusia yang seenaknya merendahkan orang lain hanya karena kita hidup sederhana". Jawabnya dengan dingin .
Sri tersenyum lembut dan berjalan mendekati sang ibu kemudian memeluknya dengan rasa sayang yang teramat besar.
Dia sungguh merindukan pelukan seperti ini setelah semua yang dia alami padahal ini juga semua ulah ibunya sendiri tapi tidak ada rasa benci dalam dirinya karena mungkin rasa cinta dan sayangnya pada sang ibu jauh lebih besar dari apa yang terjadi.
"Terima kasih telah membesarkan aku sampai seperti ini, maafkan anakmu ini yang tidak bisa membahagiakan diri ibu selama ini". Ucapnya dengan tangisan.
Dia bahkan menenggelamkan wajahnya pada bahu sang ibu sambil menangis.
Tubuh Siti membeku mendapatkan pelukan dan tangisan dari sang putri, hatinya seperti dipukul benda keras dan terasa sangat sakit tapi dia hanya diam tak mengeluarkan suaranya sama sekali.
"Terima kasih karena telah membesarkan aku ditengah luka yang ibu rasakan karena semua hal yang ibu alami, maafkan aku atas kehadiran yang tidak begitu ibu inginkan".
Tubuh Sri bergetar hebat, dia tidak bisa menyalahkan ibunya sepenuhnya setelah penghianatan yang ibunya lakukan bersama suaminya itu tapi hatinya terluka begitu dalam.
Siti menunduk berusaha menyembunyikan tangis yang dia yakin mulai menetes tanpa dia sadari.
"Biarkan aku membantu ibu sampai ibu pindah dan mendapatkan rumah dan kehidupan yang baru, setelah itu mungkin aku hanya akan menanyakan kabar ibu dari jauh".
Setiap kata yang keluar dari mulut sang anak menjadi tamparan keras untuknya bahkan dia nyaris tidak bernafas mendengarnya.
"Baiklah, lepaskan dan bereskan secepatnya ". Ucap Siti terbata-bata dan juga parau.
Sri hanya tersenyum sendu mendengar perkataan ibunya, dia yakin ibunya juga menyayanginya tapi karena kehadirannya dulu menjadi luka terbesar sang ibu yang menyebabkan ibunya menjadi dingin seperti ini padanya
"Aku sungguh menyayangimu Bu, terlepas dari semua yang terjadi". Sri melepaskan pelukannya dari sang ibu.