Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Direktur, Bukan Pria Buta
Bukan lagi mata pria bucin yang sering memandangku penuh pemujaan, melainkan mata seorang penguasa yang baru saja menjatuhkan palu hukuman. Kepedihan yang terlihat di sana hanya memperburuk keadaannya, menambah lapis teror.
Nando, yang masih memegang lenganku, sedikit mendorongku ke depan, memaksaku masuk ke dalam jarak berbahaya dengan suamiku.
“Senenang apa, Aldo?” suaraku gemetar, tetapi aku memaksa diriku untuk tidak sepenuhnya jatuh ke dalam peran korban. “Apa ‘bersenang-senang’ yang kamu maksud? Menjadi umpan di tengah jalan? Atau melihat mantan kekasihku tergeletak sekarat?”
Aldo tertawa singkat, sebuah suara rendah yang membuat bulu kudukku berdiri. “Kekasih sejati? Bahkan setelah lima tahun kamu menikah denganku, Windu masih layak mendapatkan gelar itu di matamu, Aerra? Bagus. Setidaknya kamu jujur di detik terakhirmu.”
Aku menyentakkan tangan dari cengkeraman Nando. Nando membiarkannya, mundur selangkah dan berdiri tegak seperti patung, seolah-olah ia telah menyerahkan mangsa kembali kepada pemiliknya.
“Jujur tentang apa? Tentang kebenaran bahwa aku dijodohkan dan tidak pernah mencintaimu?” Aku maju dua langkah, berani mati. Rasa jijik dan takutku lebih besar daripada rasa bersalah. “Kamu yang mengirim orang untuk membunuh orang lain! Apa kamu pikir aku akan mencintai seorang penjahat yang bersembunyi di balik jas Direktur Utama?”
Wajah Aldo menegang. Ia mendesis. “Jaga mulutmu, Aerra. Jangan mencoba menempatkan dirimu di atas moral. Apa yang kamu lakukan tadi pagi? Kamu kabur dari rumah ini. Kamu menunjukkan pada seluruh dunia bahwa statusmu sebagai istriku hanyalah lelucon.”
“Aku lari karena aku tahu rahasia gelapmu! Windu bilang kamu korup, kamu selingkuh dengan Lika!”
Aldo memiringkan kepalanya sedikit, seolah aku baru saja mengucapkan hal yang paling konyol di dunia. “Windu Baskara. Mantan karyawanku yang dipecat karena penggelapan. Sekarang, seorang pria yang berusaha menculik istriku dan menghancurkan reputasiku. Kamu memilih percaya padanya, Aerra? Kepada seorang pencuri dan manipulator, hanya karena dia menawarkan ‘cinta sejati’ masa lalu?”
“Dia punya bukti—”
“Bukti yang dibuatnya sendiri, tentu saja. Dan tentang Lika…” Aldo tersenyum, senyum yang terasa dingin di tengah kemewahan ruang tamu itu. “Kamu tahu aku tidak sebodoh itu, Sayang. Kamu dan Lika adalah darah daging. Mengapa aku harus menjadikannya selingkuhan yang hanya akan memperkuat tuntutan perceraianmu? Itu bukan gayaku. Aku bekerja dengan lebih cerdas.”
Aldo melangkah mendekat. Setiap langkahnya membuatku mundur, hingga punggungku membentur dinding dingin dekat patung marmer.
“Nando sudah bilang padamu, bukan?” tanyanya, suaranya kini terdengar seperti beludru, tetapi dengan ujung baja. “Lika adalah kartu as-ku. Dia tidak berusaha merebutku. Dia melakukan apa yang aku perintahkan: memastikan kamu, di bawah tekanan hebat dari drama para ibumu dan Windu, akan lari. Dan jika kamu lari, dia akan ada di sana sebagai saksi bahwa kamu yang merusak pernikahan, bukan aku.”
Aku terdiam. Itu memvalidasi setiap kata Nando, dan itu juga menunjukkan betapa kecilnya aku dalam permainan catur ini.
“Lika… dia bekerja untukmu untuk menghancurkanku?”
“Tidak, dia bekerja untukku untuk mendapatkan status sosial dan kekayaan yang dia idamkan. Dia tidak peduli denganmu. Dia tidak peduli denganku. Dia peduli pada uang yang kuletakkan di depan hidungnya,” Aldo mencondongkan tubuhnya ke depan. Jarak kami sekarang begitu tipis hingga aku bisa merasakan kehangatan tubuhnya yang kontras dengan dinginnya situasi. “Apakah kamu marah padanya, Aerra? Kamu harus marah. Tapi apakah kamu berpikir aku jahat karena mengendalikan orang-orang di sekitarku agar aku tetap memiliki kamu?”
“Kamu membunuh seseorang, Aldo!”
“Aku tidak membunuhnya. Nando melakukannya,” Aldo mengoreksi dengan nada ringan, seolah-olah itu hanya perbedaan tata bahasa. “Dan Nando hanya melindungi asetnya, sepertiku. Windu melanggar aturan. Dia pikir dia bisa mengambil apa yang sudah menjadi milikku selama lima tahun. Itu adalah kesalahannya.”
Air mata panas akhirnya menetes di pipiku. Aku lelah melawan. Aku hanya melihat monster yang bersembunyi di balik kebaikan. Lima tahun bersamaku adalah manipulasi yang terperinci.
“Kamu tidak mencintaiku,” bisikku, getir. “Kamu hanya terobsesi. Kamu hanya menganggapku sebagai piala atau aset berharga. Kalau kamu mencintaiku, kamu tidak akan mengikatku dengan cara sekotor ini!”
Aldo menarik napas dalam, seolah aku telah melukainya secara fisik. “Itu yang kamu pikirkan? Setelah semua pengorbananku selama ini?”
“Pengorbanan apa? Menunggu aku mencintaimu, sambil kamu merencanakan kekejaman ini? Aku selalu berbakti padamu! Aku menjaga rumah tangga ini! Aku selalu menjadi istri yang baik meskipun hatiku bukan milikmu!” Aku menantangnya.
Mata Aldo menyala dengan campuran kesedihan dan ancaman. “Dan kenapa kamu berpikir kamu bisa bertahan selama lima tahun ini, Aerra? Karena kamu tidak bisa berbuat lain? Karena kamu takut dengan ibumu yang matre?”
“Karena aku mengalah,” balasku, tanpa keraguan.
Aldo menyentuh wajahku, jemarinya yang hangat menyeka air mataku dengan lembut yang kontras sekali dengan darah di jalanan tadi. Tindakan itu justru membuatku merinding.
“Tidak, Sayang. Itu bukan hanya kepatuhan,” katanya, suaranya sangat rendah hingga hanya kami berdua yang mendengarnya. “Kamu tinggal di sini, kamu merawatku saat sakit, kamu memilihkan dasi yang aku kenakan, kamu tertawa ketika kita menonton film bersama. Kamu melakukan semua itu bukan karena kewajiban. Tapi karena kamu mulai nyaman denganku. Kamu mulai membutuhkan keberadaanku.”
“Itu namanya terbiasa!” Aku menyentakkan kepalaku menjauh dari sentuhannya.
“Itu celah, Aerra. Celah kecil yang membuatmu menjadi istri yang berbakti dan bukan boneka. Dan aku melihatnya. Aku telah merekamnya. Aku telah menyimpannya,” Aldo mendekat lagi, bibirnya hampir menyentuh telingaku. Aroma parfum mahalnya kini berbau seperti jeruji penjara.
“Kamu pikir kamu tidak mencintaiku? Aku bisa membuatmu percaya bahwa kamu mencintaiku. Kamu telah melihat Windu, kekasih sejatimu, yang rela membuangmu ke jalan dan menjadikanmu tersangka kejahatan jika rencana dia berhasil. Dan kamu telah melihatku, Direktur jahat yang tega menikam orang, tapi hanya demi memastikan kamu tetap aman di sisiku.”
Ia menarik kepalanya kembali, tatapannya menembus diriku. “Sekarang, kamu tahu betapa gilanya aku untukmu. Kamu tahu sejauh mana aku bersedia pergi. Jika kamu memilih lari lagi, Aerra, tidak akan ada Nando yang datang untuk menjemputmu. Hanya akan ada kehancuran. Kamu akan kehilangan segalanya, termasuk sisa martabat yang kamu pertahankan.”
“Aku… aku hanya ingin menjauh darimu.”
Aldo menggeleng, ekspresi kesalnya tampak begitu nyata hingga sesaat aku hampir percaya bahwa dia memang mencintaiku dengan caranya yang mengerikan.
“Sayang, kamu sekarang telah melihat Windu jatuh. Kamu melihat betapa manipulatifnya adikmu. Kamu melihat betapa gilanya ibumu yang mencoba menjualmu. Setelah lima tahun di istana ini, dengan semua kenyamanan dan perlindungan yang aku berikan, apakah kamu benar-benar yakin kamu akan selamat di luar sana, Aerra?”
“Tentu saja,” jawabku, meskipun kata-kata itu terasa kosong di lidahku.
“Dengarkan baik-baik. Ada hal lain yang Lika temukan hari ini. Sesuatu yang membuat dia setuju bekerja sama denganku 100%. Dan itu ada hubungannya dengan status kesehatanmu dan kenapa kita tidak memiliki anak.”
Jantungku terperosok. Ketidakmampuanku memiliki anak selama ini adalah upayaku sendiri, penahanan diri dari mencintai pria ini. Tapi sekarang Lika terlibat? Bagaimana bisa?
Aldo melihat kepanikanku, dan ia tersenyum dingin.
“Windu sempat mengancam akan membongkar rahasia itu jika aku tidak melepaskanmu, Aerra. Dia tahu kenapa kamu tidak hamil. Tapi Lika... Lika telah memastikan bahwa dia akan membalikkan semua ceritanya, menjadikan dirimu sebagai orang yang bertanggung jawab penuh, bukan hanya untuk status ketidakhamilan kita, tapi juga rahasia besar tentang...”
Ia berhenti. Menikmati ekspresi ketakutanku.
“Tentang apa?” Aku memaksa kata-kata itu keluar.
Aldo tidak menjawab dengan kata-kata. Dia hanya menjentikkan jarinya ke arah Nando, dan Nando bergerak. Bukan ke arahku, tetapi ke meja di dekat tangga. Dia mengambil sebuah dokumen resmi dengan kop surat rumah sakit terkenal di kota.
Aldo meraih dokumen itu, melipatnya rapi, dan menepuk-nepuknya ke telapak tangannya.
“Aldo, jangan bermain-main denganku!”
“Bukan aku yang bermain-main, Aerra. Lika telah memberi kita tiket emas untuk menghancurkan hidupmu, jika kamu tidak patuh. Ini tentang rahasia kecil di masa lalumu. Rahasia yang bahkan Windu tidak tahu sejauh mana kebenarannya,” Aldo mendekatkan wajahnya ke arahku. “Apakah kamu pikir aku tidak pernah menyelidiki kehidupanmu sebelum pernikahan, Aerra? Aku Direktur, bukan pria buta.”