Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Carlos
Sudah beberapa hari ini Mario tidak pulang, saat Valeri bertanya pada Hilda wanita paruh baya itu hanya berkata... "Pekerjaan Tuan belum selesai."
Lalu saat Valeri bertanya. "Lalu apa pekerjaannya, dan gudang apa yang terbakar?"
Hilda tidak memberi rincian dan hanya berkata jika Mario memiliki usaha jual beli barang- barang mahal disana, dan kerugian akibat kebakaran itu sangat besar.
...
Hilda yang melihat Valeri terus memikirkan Mario berinisiatif untuk membawa Valeri jalan- jalan.
Valeri duduk di sebuah Kafe di temani Hilda yang duduk di depannya, sementara para pengawal duduk di meja lain.
Kau sedang apa?
Kau baik- baik saja?
Valeri menatap pesan yang terkirim namun tak mendapat balasan dari Mario. Dia hanya khawatir mengingat ucapan Hilda jika kerugian Mario sangat besar dan ada beberapa korban jiwa akibat kebakaran tersebut. Valeri benar- benar khawatir akan kondisi Mario, bagaimana jika pria itu stres memikirkan insiden kebakaran itu.
Valeri menghela nafasnya lalu menatap Hilda. "Jadi, menurutmu Tuanmu menyukai aku?"
Hilda tersenyum mengangguk. "Tapi aku tidak melihatnya? Kau tahu aku mengirimkan banyak pesan, tapi dia sama sekali tidak membalasnya," ucap Valeri dengan menunjukkan ponselnya pada Hilda.
"Mungkin Tuan sedang sibuk."
"Menyebalkan." Valeri meletakan ponselnya dengan kasar di meja, lalu menyeruput kopinya. Tapi tidak seharusnya dia berharap lebih. Mana mungkin pria itu membalas pesannya.
"Tapi, Tuan menunjukkannya. Beliau membantu anda saat kaki anda terkilir."
"Itu tidak menunjukkan kalau dia menyukaiku. Dia bahkan melemparku."
"Tuan tidak pernah melakukan itu pada orang lain."
"Mungkin. Kecuali Nona Jasmine. Aku benar?"
Hilda menunduk. "Tentu saja, tidak akan ada yang mengalahkannya." Valeri mendengus.
Valeri kembali menatap ponselnya berharap saat ini Mario membalasnya, namun nihil. Tak ada satu pun balasan dari pria itu.
Benar- benar terlalu banyak berharap.
"Valeri?" Valeri mendongak saat seseorang memanggilnya. "Benar, aku kira salah lihat, ternyata memang kau," ucapnya lagi.
Valeri menaikan alisnya bingung. Melihat wajah bingung Valeri pria di depannya kembali berujar. "Kau melupakan aku?"
"Oh, Kau ... pria penyakit kaya?" Valeri menunjuk pria di depannya.
Pria itu tersenyum. "Ya, tapi namaku bukan itu."
"Aku ingat, kau Carlos. Benar?" pria itu mengangguk.
"Senang kau mengingatku."
"Maaf, tapi aku hampir lupa," ucap Valeri.
"Tak masalah, lagi pula kita hanya bertemu satu kali." Carlos melihat pada Hilda.
"Oh, apa aku mengganggumu?"
"Tidak, sama sekali tidak. Kenalkan ini Hilda." Valeri memperkenalkan Hilda, yang langsung berjabat tangan dengan Carlos.
"Hallo, aku Carlos." Hilda mengangguk.
"Bolehkah aku duduk disini? Aku sedang menunggu temanku. Dan aku tak suka menunggu sendiri."
Valeri mengangguk. "Silakan." Carlos menarik kursi lalu duduk di sebelah Valeri.
Carlos melihat pada jam di pergelangan tangannya lalu melihat sekitarnya, menunjukkan jika dia sedang menunggu seseorang.
"Apa temanmu tak jadi datang?"
"Entahlah, padahal kami akan membicarakan pekerjaan." Carlos melihat lagi pada Hilda. "Tapi, aku sungguh tidak mengganggu kalian, bukan?" Hilda mengangguk tanpa senyuman.
"Saya akan ke toilet dulu."
"Baiklah." Valeri tersenyum.
"Dia tidak terlihat seperti ibumu?" tanya Carlos.
"Bukan, dia memang pengasuhku." Valeri meringis. Benar bukan. Hilda yang mengurusinya apapun.
Carlos mengangguk. "Sepertinya Tuan Mario benar- benar memanjakanmu, ya? Aku lihat juga di sekelilingmu banyak bodyguard."
"Bukan memanjakan, tapi mengawasi." Tentu saja Mario takut jika dia kabur.
Carlos tertawa kecil. "Itu artinya dia mengkhawatirkanmu. Jika ada orang yang tiba-tiba menyakitimu bagaimana? Aku lihat mereka juga langsung waspada saat melihat aku mendekat."
Valeri menaikan alisnya. "Dan kamu tidak takut?"
"Kenapa aku harus takut, lagi pula aku suka tantangan." Carlos menaik turunkan alisnya.
Valeri terkekeh. "Mereka bisa saja memutar lehermu saat kau mendekati aku."
"Kau benar."
Carlos melihat sekitarnya lalu mencondongkan tubuhnya. "Tapi dia tidak akan datang kan?"
Valeri mengeryit. "Mario?" tanya Carlos lagi.
Valeri mencebik. Itu tidak mungkin, pria itu sedang berada jauh. "Aku ingat tatapan tajamnya, yang menakutkan." Valeri tertawa melihat Carlos bergidik.
Namun saat ini Carlos membelalakan matanya. "Oh, bukankah itu dia." tunjuk Carlos. Valeri menoleh dan tertegun.
....
Hilda baru saja keluar dari kamar mandi saat ponselnya berdering. Melihat nama Rey, Hilda segera menerima panggilan tersebut.
"Rey?"
"Hilda, dimana kalian?" tanya Rey.
"Oh, kami sedang berada di kafe. Bukankah aku sudah meminta izin untuk mengajak Nona."
"Baiklah, jangan sampai Nona melihat televisi atau berita apapun." Hilda mengeryit, lalu dia berjalan cepat kembali ke dalam kafe. Namun langkahnya terhenti saat Valeri justru nampak tertegun dan melihat ke arah televisi yang menampilkan dimana Mario berjalan memasuki sebuah pesta dengan seorang wanita di gandengannya.
"Terlambat, Rey." Hilda mematikan teleponnya, dan segera menghalangi pandangan Valeri. "Nona?"
Valeri menatap Hilda dengan mata yang kosong. "Aku baik- baik saja Hilda," ucapnya tersenyum, namun bibir Valeri bergetar.
....
"Valeri." Saat akan memasuki mobil Valeri mendengar Carlos memanggilnya. "Kau baik- baik saja?" tanyanya dengan wajah menatap kasihan.
Valeri mengeryit. "Ya."
"Kau bisa menghubungi aku jika butuh sesuatu." Carlos menyodorkan kartu namanya.
"Sesuatu?" Carlos menggaruk tengkuknya.
"Ya, siapa tahu kau butuh seseorang untuk bercerita ... tidak, bukan maksudku untuk ikut campur, hanya saja aku sedang menunjukkan jika aku pria yang manis dan baik hati. Meskipun aku tahu mungkin kau tidak akan menghubungiku." Valeri terkekeh.
"Baiklah," ucapnya dengan menerima kartu nama Carlos.
"Hubungi aku," ucap Carlos sebelum melambaikan tangannya saat Valeri memasuki mobil.
"Tuan tidak akan suka, Nona," ucap Hilda saat melihat kartu nama Carlos yang di pegang Valeri.
"Memang apa yang dia sukai dariku, Hilda? Aku lebih merasa malu saat Carlos menatapku seolah aku benar- benar malang."
"Anda mungkin salah paham dengan apa yang anda lihat, Nona. Tuan-"
"Jangan bicarakan dia, Hilda. Aku tak ingin mendengarnya," potong Valeri. Dia memalingkan wajahnya dan menatap pada jendela. Valeri tak peduli dengan apa yang Hilda ucapkan tentang Mario. Yang akan dia percayai adalah yang dia lihat. Dan kenyataannya Mario memang tidak mencintainya. Beberapa hari ini tidak pulang, dia yang memikirkan Mario tanpa henti, tapi pria itu justru bersenang-senang, dan pergi ke pesta dengan wanita lain.
Mario benar- benar tidak menganggapnya istri, bahkan mungkin tak menganggapnya ada.
Valeri mengepalkan tangannya lalu menatap pada kartu nama Carlos yang dia pegang.
Tertulis Chief Executive Officer.
....
Carlos tersenyum saat membuka pintu mobilnya. Wajahnya yang tampan tampak semakin tampan membuat beberapa wanita tersenyum malu- malu saat melihatnya.
Pria berwajah ramah itu mulai menggerakkan setir dan melajukan mobilnya. Hingga dia menjauh dari area kafe, senyum ramahnya masih nampak di wajahnya. "Valeri," ucapnya dengan mata yang berbinar, seolah baru menemukan hal yang benar- benar dia inginkan.
Carlos menatap ponselnya yang dia letakan di dasbor. "Aku harap kau benar- benar menghubungi aku." Lalu dia bersiul menampakan suasana hati yang bagus. "Hari ini sungguh cerah."
...
Rey melangkah dengah cepat ke arah Mario yang masih berbincang dengan para kolega bisnisnya, di sebelahnya seorang wanita masih menempel dan menggandeng lengan Mario.
"Tuan, Nona melihat berita anda di televisi," bisiknya, namun balasan Mario semakin membuat Rey khawatir.
"Biarkan saja." Mario menyesap minumannya menampakkan wajah tak peduli, namun dia merasa hatinya tidak nyaman.
Rey berdecak dalam hati saat melihat wajah acuh Mario.
"Jadi, bagaimana selanjutnya, Tuan? Aku dengar pelakunya pembakaran gudangmu sudah tertangkap?" tanya seorang pria di depannya.
Mario hanya menatap datar lalu kembali menyesap minumannya.
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺
hemm 🤔🤔
#ngelunjak..🤭
ngga sabar nunggu kelanjutannya...
makin rame ceritanya ..
semangat up ya Kaka author....💪🤗
yakin pasti nyesel bgt 🤭
penuh teka-teki siapa dalang sebenarnya dalam peristiwa pengeboman 🤔