Bagaimana jika seorang wanita berusia 26 tahun harus bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang bocil? apalagi bocil itu akan mati tidak lama lagi? WHAT?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Rish, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JBK ~32
JADI BOCIL KESAYANGAN 32⏱️
Allisya menatap abang-abangnya yang datang bersama Mama Guin, juga Edgar. Ia hanya menatap sekilas pada abang-abangnya, setelahnya kembali menatap layar televisi yang menampilkan film kartun kerajaan.
Fero, Bryan, Jorge, dan Sadam langsung menunduk lesu karena adiknya itu sama sekali tak menyauti sapaannya. Bahkan sepertinya dia tak menganggap mereka ada di tempat itu, huh sangat sakit rasanya. Tapi, memang inilah konsekuensi yang harus di terima karena melanggar janji mereka pada Allisya.
Edgar yang melihat raut wajah tak bersemangat empat orang itu hanya melewatinya, pria itu kan kesini hanya untuk menempati janjinya pada Allisya. Gadis itu meminta di belikan sate ayam tadi pagi, dan diapun sudah berjanji untuk membawakannya saat sudah pulang dari kantor.
"Sate?" tanya Allisya saat Edgar menyodorkan satu tas kecil berlogo mahkota. "Ini beli di resto?" tanya Allisya lagi.
Edgar menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba merasa gatal saat melihat wajah kecewa gadis Allisya yang seperti kecewa, "Iya emang kenapa? Kamu tidak suka? Kalau iya biar saya carikan lagi sebagai gantinya."
Edgar dan Mama Guin mengerutkan dahi saat Allisya malah mengambil ponselnya yang ada di nakas kemudian menunjukan sebuah kedai sederhana yang menjual sate kesukaannya. "Beliin di sini, enak kok, higienis juga aman pokoknya," jelasnya dengan senyum manis yang merekah.
"Baiklah saya akan kesana, yang ini akan saya b---"
"Gak usah di buang yang ini tetep gua makan, tapi tetep beliin yang di kedai barusan ya?" mohon Allisya yang sudah memegang tas sate tadi.
"Hm." Edgar berusaha keras untuk tidak menunjukkan senyum lebarnya saat melihat Allisya yang nampak begitu antusias. Ia hanya bisa sebatas mengelus pucuk kepalanya, lalu pamit pergi untuk membeli sate di kedai yang di tunjukan oleh Allisya.
"Dek," panggil Fero yang masih belum menyerah.
Tak ada sautan, Sadam yang melihatnya mengabaikan hal tersebut ia akan memikirkan cara lain yang langsung jitu untuk membujuk sang adik yang sedang marah itu.
"Dek sampai kapan mau marah sama abang yang ganteng ini?" tanya Fero dengan wajah yang begitu memelas.
Jangankan menjawab melihat wajah Fero saja Allisya tidak, Mama Guin menahan tawanya saat melihat wajah ingin menangis keponakannya yang biasanya pecicilan itu. Sementara itu Allisya sama sekali tak mempedulikannya dan lebih memilih makanan di tangannya.
"Nona Nonaಥ‿ಥ"
"Kenapa?" tanya Allisya. Tentunya mereka sedang berkomunikasi lewat batin ya teman-teman.
"Tokoh utama sudah muncul, sebentar lagi misi besar anda akan segera di mulai. Anda harus bersiap Nonaಥ‿ಥ"
"Ya, iya tenang aja kali gua akan selalu bersiap untuk semua kemungkinan terburuk. Lo kenapa jadi kek muka-muka tertekan gitu dah?" tanya Allisya heran.
"Masalahnya si tokoh utama ini sangat berbeda sifatnya, dia bukan lagi tokoh utama yang seperti anda baca Nona. Dia sekarang lebih munafik dari orang-orang yang kemarin datang ke pesta andaಥ‿ಥ Saya sebagai sistem yang berbakti sungguh kasihan kepada anda karena harus berhadapan dengan dia(´ . .̫ . `)"
"Heleh tenang aja kali, gua punya banyak pawang. Jadi tentu saja aman, gak khawatir mati dua kali sekarang gua. Kan ada lu ada keluarga Lesham, bahkan si Edgarnj***."
"Tapi kan tetap saja Nona anda harus berhati-hati, saya yakin dia pasti akan bersekolah di tempat yang sama seperti anda. Dan saat sudah berhasil masuk ke sana pasti dia akan mencari muka, saya sangat yakin itu Nona."
"Lu kenapa jadi berprasangka buruk dah tem? Jangan-jangan ketularan gua lagi? Astaga tem harusnya sebagai sistem yang baik lo ketularan yang baik-baik aja jangan yang buruk pun di terima."
"Nona kan saya hanya menyampaikan pendapat sayaಥ‿ಥ Tapi itu juga pasti akan terjadi•́ ‿ ,•̀ Kalau tidak percaya bagaimana kalau kita taruhan? Kalau saya menang poin anda berkurang ya? ( ;∀;)"
"YEEEE ITU MAH ENAK DI LO TEM TEM, OGAH BANGET GUA. Gak ada taruh-taruhan."
"Yah Nona pelit sekali( ・ั﹏・ั) Tidak asik, dasar Nona(・ัω・ั)"
"Diem lo jijik gua, mending gua nyusun berbagai rencana buat ngadepin si Repa. Siapa tau kan dia mau nargetin gua ntar, tapi apa coba? Kira-kira apa yang bakal di lakuin tokoh utama sejenis Repa ini? Ayo, kita melakukan penelitian di buku novel transmigrasi yang lain. Oh ntar aja deh kalau udah keluar dari rumah sakit gua bakal pergi ke toko buku, sama perpustakaan kota buat nyari novel sebanyak-banyaknya."
"Ide yang bagus Nona, saya akan membantu anda( ;∀;)"
"Gak minta poin kan?"
"Tidak Nona anda tenang saja aman pokoknyaಥ‿ಥ"
"Nah gitu dong, jadi sistem tuh harus baik sama Nonanya yang cantik ini......"
"•́ ‿ ,•̀"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"GUA BOSEN LOH!!!" teriak Allisya.
Allisya menatap Pria yang kini sedang menemaninya di ruang rawat, tapi bukannya mengajaknya mengobrol atau sekedar bertengkar. Pria itu malah sibuk dengan berbagai berkas dan juga laptop yang ia bawa, tanpa peduli pada Allisya yang sudah lelah tidur dan butuh partner bertengkar.
"Hey Edgar," panggil Allisya tanpa mempedulikan sopan dan santunnya.
Tak ada jawaban, pria itu sepertinya terlalu fokus pada benda-benda di hadapannya sampai tak sadar kalau sedari tadi Allisya sedang mencoba memanggilnya. Terlanjur kesal dengan pria itu Allisya pun melempar bantal yang ia gunakan untuk tidur kearah Edgar yang sedang duduk di sofa.
Hap....
Sebelum bantal itu menimpuk wajahnya, Edgar dengan sigap langsung menangkapnya dan melemparkannya kembali kepada Allisya. Reflek yang sangat bagus dari Allisya, ia langsung menangkapnya lalu memeluk erat bantal itu.
"Cih sialan kalau bukan karena Mama gak mungkin gua mau di jagain dia di sini. Mama Allisya bosen kenapa gak Mama aja sih yang jagain Allisya," gerutu gadis itu dengan suara yang begitu lirih.
"Masa gua tidur lagi sih? Tapi dari tadi tuh gua udah tidur masa tidur lagi? Yang ada ni badan makin remuk astaga."
Terlalu sibuk menggerutu di brankar, Allisya sampai tak menyadari kalau Edgar sudah beranjak dari duduknya dan sedang mengambil kursi roda. Setelah ia membawa kursi roda, tanpa banyak bicara Edgar langsung menggendong badan Allisya dan membawanya untuk duduk di kursi roda tersebut.
"Buset Pak kalau mau ngangkat orang bilang-bilang dulu dong, untuk jantung saya kuat. Coba jalau enggak, bisa-bisa langsung kabur ini jantungnya," kesal Allisya.
"Kamu terlalu banyak mengeluh, lama-lama saya lakban mulut kamu itu," geram Edgar. Mendengar ocehan Allisya sedari tadi membuat Edgar begitu muak, tapi bagaimana lagi ah tidak bisa di jelaskan pokoknya......
"Mau kemana ini?" tanya Allisya yang melihat Edgar sudah selesai membenarkan letah kantung infusnya.
"Kamu mau kemana? Di rumah sakit ini hanya ada taman, kantin, dan tempat bermain anak-anak. Kalau ketaman tidak mungkin saya tidak akan mengambil resiko karena ini sudah malam, udara di luar pasti dingin. Jadi hanya ada dua pilihan, pergi ke kantin atau taman bermain anak-anak?" jelas Edgar yang sudah mulai mendorong kursi roda itu.
"Kalau kamar mayat aja gimana?" tanya Allisya yang niatnya hanya bercanda.
"Oh kamu mau kesana? Oke......"
"Heh sumpah gua bercanda Bang, jangan serius napa!! Lo gak akan beneran bawa gua kesana kan?" tanya Allisya panik.
"Tentu saya akan bawa kamu kesana, kan kamu yang minta." Edgar tersenyum miring saat Allisya langsung menolehkan kepalanya, dan dengan wajah panik gadis itu memegang tangannya yang sedang bekerja mendorong kursi roda.
"Banjir jangan gitu dong!!! Gak asik banget!!! Cuma bercanda gua tuh, ke kantin aja deh sekalian nyari makan," ucap Allisya dengan tatapan begitu tajam.
"Sure ke kantin..."
Edgar mendorong kursi roda Allisya menuju kantin yang letaknya tidak jauh dari ruang rawat miliknya, sampai di sana Edgar langsung membeli beberapa jajanan untuk Allisya tentunya untuknya juga. Setelah selesai membelinya, pria itu kembali mendorong kursi roda Allisya menuju tempat bermain.
"Gak ada snack?" tanya Allisya.
Edgar mendudukkan dirinya di kursi yang menghadap Allisya, mereka sudah sampai di tempat bermain yang di maksud Edgar saat ini. "Kamu pikir saya akan membelikan makanan seperti itu saat kamu masih dalam kondisi seperti ini? Tentu saja tidak," tegas Edgar.
"Ta--"
"Makan apa yang saya beli, atau saya bawa kamu kembali ke ruang rawat!!" ancam Edgar saat gadis itu kembali ingin protes kepadanya.
Allisya diam dengan wajah masam, tanpa banyak protes lagi ia memakan roti pemberian Edgar dengan tenang dan tanpa suara. Edgar sendiri dengan santainya malam meminum soda tanpa peduli pada Allisya yang juga ingin meminum minuman menyegarkan itu.
"Mau bermain di sana?" tanya Edgar menunjuk ayunan yang ada di sana.
"Bisa?" tanya Allisya. Lihatlah untuk berpindah tempat saja dia harus memakai kursi roda, bagaimana bisa dengan kondisi seperti ini ia menaiki ayunan itu. Tidak mungkin juga kan dia di suruh ngesot, yang ada malah dia cosplay jadi suster ngesot nanti.
"Badannya masih lemas?" tanya Edgar yang sudah berdiri dan melepas jas juga melipat lengan kemejanya sampai siku.
"Masih sedikit, gak selemes tadi sih," jawab Allisya.
"Saya gendong, kita main di sini lima belas menit saja. Setelahnya istirahat ok?"
"Ok( ꈍᴗꈍ)"
up up up up up up
up up up grazy uup dong thor 😷