“Ara!!!!” pekikan bagai toa masjid begitu menggema di setiap sudut rumah ku yang tak begitu besar,
Ku hembuskan nafas kasar, mendengar suara yang begitu mengusik telinga di pagi yang begitu cerah ini.
“Bangun!!! Anak gadis jam segini belum bangun! Pantes aja jodohmu ga nongol-nongol” gerutu wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, yang tak lain adalah mama ku tercinta.
“Ara capek ma!!” gumamku enggan beranjak dari ranjang kecilku yang begitu nyaman.
“ih, bangun ga? Atau mama siram pakai air!”
Begitulah ancaman yang aku dengarkan setiap aku bangun siang, padahal aku juga tak bangun siang tiap hari, hanya saat hari libur saja, apalagi saat aku kena palang merah seperti saat ini, jadi aku ingin menikmati masa istirahatku setelah di forsir kerja hingga malam hari.
***
“Bukannya aku terlalu pemilih, tapi bagaimana aku mau memilih, kalau laki-laki saja tak ada yang mendekatiku, tak ada yang mengharap menjadi pendamping hidupku”—Humaira Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WS Ryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
🌺Happy Reading🌺
Acara berakhir bertepatan dengan adzan maghrib yang berkumandang, Keluarga papa Ilham yang hadir pun ada yang berpamitan pulang, ada pula yang tinggal untuk membantu bersih-bersih atau sekedar mengobrol.
Sementara keluarga Hafa masih tinggal di sana sekaligus akan menumpang ibadah maghrib di sana.
Papa Ilham dan Farhan mengajak para pria untuk beribadah ke masjid yang terlatak tak jauh dari rumahnya, sementara para wanita akan ibadah bergantian di rumah.
Ara pun mengajak Rindi dan calon mama mertua serta tante nya ke kamar untuk menjalankan ibadah di sana, sedangkan keluarga besarnya beribadah di mushola rumah.
“tan, eh bu, ini mukenya ya” ucap Ara canggung menyerahkan mukena untuk di kenakan calon mama mertuanya.
“Panggil mama ya sayang, seperti Hafa panggil mama” pinta mama Hesti dengan nada lembutnya.
“iya ma…”
Selepas ibadah maghrib, ada beberapa keluarga yang masih duduk di ruang depan menunggu para pria pulang dari masjid,
Ara pun ikut duduk menemani ketiga wanita yang akan menjadi keluarganya menunggu Hafa dan om Radit serta kedua anaknya pulang dari masjid, ada beberapa kerabat yang ikut duduk di dekat mereka.
Para kerabat yang begitu penasaran pun menanyakan kepada Ara mengenai hubungannya dengan Hafa yang baru saja menjadi tunangannya, mereka menanyakan bagaimana mengenal Hafa, begitu juga hal lainnya,
“Hafa kerjanya dimana Ra?”
“Di bengkel budhe” jawab Ara saat kakak sepupu dari ibunya itu bertanya dengan wajah keponya,
“Oh, hanya pegawai bengkel” timpal budhe dengan nyinyirnya,
“hmmm…. Mas Hafa yang…..”
“Assalamu’alaikum!!!” belum jadi Ara menjelaskan lebih detail tentang pekerjaan calon suaminya, terdengar pekikan salam dari para pria yang baru saja pulang dari Masjid.
Para pria pun memasuki ruang depan, Hafa berserta om dan kedua sepupunya segera mendekati Ara yang duduk dengan keluarganya.
“Kita langsung pulang mas?” tanya Rindi yang baru saja kembali dari toilet, bersama dengan tante Naila melihat kakaknya telah datang.
“Iya dek..”
“Hafa, kata Ara kamu kerja di bengkel ya?” belum juga Hafa berpamitan, budhe langsung menodongkan pertanyaan padanya.
“Eh,…. Iya budhe, Hafa kerja di bengkel”
“jadi montir? Bengkel mana?”
“iya budhe, di Bengkel HI budhe”
“Ohw…” Budhe hanya ber Oh ria dengan senyum mengejeknya,
Obrolan itu tak lepas dari orang-orang yang berdiri si sekitar mereka, tentu saja mereka mendengarnya dan melihat ekspresi budhe Ara yang terlihat meremehkan calon suami Ara.
'ternyata cuma montir tho' nyinyir budhe degan lirih, namun masih terdengar,
Ara yang merasa tak terima budhenya merendahkan calon suaminya pun hendak menimpali, namun di cegah Hafa yang menggelengkan kepala dengan senyum menawannya.
“Mohon maaf budhe, dan semuanya, saya dan keluarga mohon pamit”Jawab Hafa dengan senyum ramahnya,
Keluarga Hafa pun berpamitan satu persatu pada keluarga Ara yang masih berada di sana, terutama pada kedua orang tua Ara, sementara Ara mengantarkan mereka hingga sampai samping mobil Hafa yang di parkirkan,
“Mas…” panggil Ara lirih, hingga Hafa menoleh pada sang kekasih yang berdiri di sampingnya,
“Maafin budhe ya…”
“Gapapa dek, udah ga usah di pikirin, kamu masuk gih, nanti mas telpon kalau sudah sampai rumah” jawab Hafa dengan senyum manisnya sembari mengusap pelan kepala Ara,
Setelah keluarga Hafa pergi, para kerabat pun berangsur meninggalkan rumah Ara untuk pulang ke rumah mereka.
“Besok ajak Hafa ke tempat bulik ya Ra, biar kenal dengan kerabat yang lain juga” pinta bulik Marni saat ia berpamitan pada keluarga kakaknya.
“InysaAllah bulik, kalau mas Hafa nya tidak ada kegiatan”
Kediaman Ara tampak lengang setelah keluarganya pulang, Farhan pun segera membantu papanya menata kembali ruang depan agar kembali seperti semual, sementara Ara membantu sang mama mengurus hidangan yang tersisa.
***
“Budhe kok makin ke sini makin nyinyir sih ma” curhat Farhan saat ketinganya, tanpa Ara, telah duduk di ruang makan sembari menikmati beberapa cemilan yang tersisa.
“maksud mu gimana dek?” tanya mama Mira yang memang tidak mengetahui kejadian sesaat sebelum keluarga Hafa pulang, pun dengan papa Ilham yang tak mengetahui.
“Tadi Farhan dengar budhe nanya kerjaan mas Hafa, eh kaya ngrendahin gitu, di kiranya mas Hafa hanya montir, pegawai bengkel doang”
“Kok ngrendahin gimana?” mama Mira masih belum mengerti dengan penjelasan anak bungsunya,
Farhan yang kesal pun segera menceritakan perlihal kejadian tadi setelah pulang dari Masjid dan malah mendengar nyinyiran dari budhe yang memang julid pada keluarganya, terutama pada sang kakak.
“Astaghfirullah…. Aduh kok ya gitu banget sih, bikin ga enak aja sama calon besan mama”
“Makanya itu ma, kok makin ngeselin sih”
“Sudah biarkan aja, kita kan sudah tau budhe seperti apa, nanti kita hubungin Hafa aja, minta maaf sama keluarganya” tutur papa Ilham bijak, tak ingin membahas lebih lanjut, karena yang ada nanti malah semakin merasa kesal.
“Iya pa…. mama bener-bener ga enak, apalagi keluarga besan kita mendengar semuanya”
Sementara itu di dalam kamar, Ara menghubungi sang kekasih setelah menjalankan ibadah isya.
“Assalamu’alaikum mas”
📲“Wa’alaikumusalam dek”
“maaf tadi Ara ga angkat telpon mas, lagi beres-beres tadi”
📲“Iya gapapa, sekarang sudah ga sibuk?”
“ndak mas, udah selesai kok, Ara lagi di kamar, habis isya an….. hmmm…. mas?”
📲“iya…. Kenapa sayang?” jawab Hafa dengan nada lembutnya, membuat Ara seketika tersenyum malu, entah kenapa setiap sang kekasih memanggilnya dengan kata ‘sayang’ jantungnya selalu berdebar dengan kencang, dan pipinya langsung merona.
“Ara minta maaf atas perlakuan budhe tadi”
📲“kenapa minta maaf sih dek, budhe ga salah juga, kan emang bener kalau mas montir kan kerja di bengkel”
“ya tapi…. Ga gitu juga mas… budhe udah rendahin mas kaya gitu” jawab Ara dengan nada pelannya, ia merasa tak enak hati pada sang kekasih.
📲“Ga usah di pikirin dek, mas ga tersinggung kok, dan tidak merasa di rendahkan”
“Tapi mas…”
📲“Sssstttt… gapapa dek, kamu ga perlu jelasin ke keluarga besar mu kalau mas yang punya HI ya….biarkan mereka tau sendiri nanti, yang penting buat mas kamu dan bapak dan ibu sudah tau mas bagaimana dek, itu yang penting buat mas”
“Iya mas, terimakasih ya mas…. Mas udah nunjukin keseriusan mas”
Hafa pun terkekeh mendengar ucapan sang kekasih, “ya tentu saja dek, mas yang harusnya berterimakasih, kamu sudah mau menerima mas yang udah tua ini”
“Siapa bilang mas tua, mas itu dewasa, dan lagi ganteng kok, ga ada kesan tuanya” ceplos Ara membuat Hafa semakin melebarkan tawanya.
“ah… jadi mas ganteng?” goda Hafa membuat Ara semakin merasa malu, karena baru tersadar karena memuji sang kekasih secara terang-terangan.
“padahal awalnya mas merasa minder lho, takut saat bersanding di kira bapak dan anak”
“Ih… ya gak lah mas…. Mas kan emang cakep”
Tbc