Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 32.
Hari semakin sore.
Di bawah sana, semua persiapan sudah selesai tepat waktu. Altar pernikahan sudah terpajang di tengah ruangan, tepat di depan pelaminan yang berdiri dengan indah.
Meja tamu dan kursi sudah tersusun dengan rapi. Berbagai macam makanan dan minuman juga sudah terhidang di meja prasmanan. Lengkap dengan banyaknya pelayan yang bertugas menjamu tamu undangan.
Di atas sana, Aina sedang dirias oleh seorang MUA, dibantu asistennya yang sangat profesional.
Aina mulai gugup, tangannya bergetar memandangi pantulan wajahnya di depan cermin. Momen paling bersejarah yang tak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.
...****************...
Pukul 7 malam, satu persatu undangan mulai berdatangan. Airlangga berdiri di depan koridor menyambut kedatangan para tamu.
Arhan keluar dari kamar, Hendru mendampinginya. Meskipun pernikahan ini bukan yang pertama baginya, namun dia tetap saja nervous seperti baru pertama kali menghadapinya.
Leona menjemput Aina ke kamar, sudah saatnya pengantin wanita turun. Selain para tamu yang sudah menunggu, penghulu yang akan menikahkan mereka juga sudah duduk di bangkunya. Arhan pun sudah duduk di hadapannya.
"Menantu Mama cantik sekali, tidak salah Arhan memilih kamu menjadi istrinya!" sanjung Leona, kemudian mengecup pucuk kepala Aina dengan sayang.
"Mama jangan berlebihan gitu! Masih banyak wanita lain yang lebih cantik dari Aina. Abang saja yang tak bisa melihatnya." ucap Aina tersipu malu.
"Bukan tak melihat sayang, tapi matanya sudah buta karena kamu." balas Leona terkekeh.
Aina yang tadinya sangat nervous, kini merasa sedikit lega mendengar candaan Leona. Dia menghela nafas panjang lalu membuangnya kasar.
"Ayo turun, semua sudah menunggu!" ajak Leona.
Aina bangkit dari duduknya, kemudian melangkah meninggalkan kamar. Leona berjalan di sebelah kanannya, sementara Nayla berjalan di sebelah kirinya. Ketiganya tampak anggun dengan tampilan masing-masing. Tapi tetap saja Aina yang menjadi ratu diantara ketiganya.
Sesampainya di ujung tangga, semua mata berdecak kagum melihat kecantikan ratu sehari itu. Tak terkecuali dengan Arhan. Dadanya berdenyut merasakan aliran darahnya yang mengalir deras, berpacu dengan detak jantungnya yang berdegup sangat kencang.
Aina mengukir senyum di wajahnya, membuat semua orang yang melihatnya terpesona.
...****************...
Aina dan Arhan sudah duduk berdampingan, penghulu mulai membacakan ikrar pernikahan.
"Arhan bin Airlangga. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Aina Cecilia binti Firmansyah dengan mas kawin seperangkat perhiasan dan uang senilai tiga belas juta seratus dua puluh ribu rupiah. Tunaiiiii..." ucap Penghulu yang menjadi wali hakim dari Aina.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aina Cecilia binti Firmansyah dengan mas kawin tersebut. Tunaiiiii..." jawab Arhan jelas dan lantang.
"Bagaimana para saksi?" tanya Penghulu sembari menoleh ke arah dua orang saksi.
"Sah," jawab saksi 1.
"Sah," jawab saksi 2.
"Sah," Semua tamu ikut bersuara.
Arhan menghela nafas lega, tak disangka dia begitu lancar mengucap ijab dalam satu tarikan nafas.
Kini Arhan dan Aina sudah resmi menjadi suami istri. Setelah penghulu membacakan doa, keduanya menandatangani buku nikah. Begitupun dengan saksi.
Acara yang paling sakral sudah selesai dilaksanakan, Aina menjabat tangan Arhan dan mencium punggung tangan suaminya. Arhan membalasnya dengan mengecup kening Aina penuh sayang.
Tepuk tangan bergemuruh dengan meriah di dalam ruangan itu. Membuat wajah Aina memerah tersipu malu.
Setelah penghulu meninggalkan ruangan, Leona memeluk keduanya bergantian. Airlangga pun melakukan hal yang sama. Seorang fotografer mengabadikan momen tersebut.
"Aina, selamat ya." Nayla tampak kegirangan dan memeluk Aina mencurahkan kebahagiaannya.
"Selamat ya Tuan, jaga sahabat saya dengan baik! Awas saja kalau Tuan menyakitinya!" canda Nayla, lalu menjabat tangan Arhan dan terkekeh dengan sendirinya.
"Nayla, jangan begitu!" keluh Aina.
"Hahahaha, aku hanya bercanda Aina." Nayla kembali terkekeh, bahkan Arhan pun ikut terkekeh mendengar celetuknya.
...****************...
Acara berlanjut, para tamu mulai mencicipi hidangan yang sudah disediakan tuan rumah. Ada hiburan juga dari band papan atas yang cukup terkenal.
Kini Aina dan Arhan sudah berpindah ke pelaminan. Satu persatu para tamu mulai mendekat, memberi selamat dan doa restu.
Sementara itu, Leona dan Airlangga mulai sibuk menjamu para tamu. Beberapa diantara mereka merupakan rekan bisnis dan relasi Airlangga Group.
Dari kejauhan, seorang wanita tersenyum licik menatap Arhan yang tengah berdiri di pelaminan. Wanita itu tengah duduk bersama seorang pria yang tak lain adalah suaminya.
"Cih, jangan bahagia dulu!" batinnya dengan muka yang sangat masam.
Di kursi lain, Nayla tengah asik menyantap makanannya. Dia sedikit canggung karena tak seorang pun yang dia kenal di ruangan itu.
"Boleh saya duduk?" tanya Hendru yang sudah berdiri di sampingnya.
"Eh, Bapak. Silahkan Pak! Kebetulan sekali Bapak di sini. Saya dari tadi kebingungan mau ngobrol sama siapa, tidak satupun yang saya kenal. Semua tamu sepertinya orang penting, hehehe,"
Nayla tersenyum dengan polosnya, membuat hati Hendru bergetar melihatnya.
"Hei Nona, jangan memanggil saya Bapak lagi! Anda pikir saya sudah tua?" ketus Hendru dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kenapa? Dilihat dari wajah, sepertinya umur anda sudah memasuki kepala 3." jawab Nayla sembari menatap Hendru dengan intim.
"Kepala 3 sih kepala 3, tapi jangan dipanggil Bapak juga! Saya masih muda dan belum menikah, apa pantas dipanggil Bapak?" gerutu Hendru.
"Hahahaha, ya ampun. Maaf deh kalau begitu, saya pikir anda sudah menikah dan memiliki 5 anak." Nayla terkekeh dengan sendirinya.
"Astaga, gadis ini." batin Hendru menahan kekesalannya.
Walaupun kesal, sikap dan kepolosan Nayla membuat hatinya terus berdebar. Entah apa yang terjadi dengan dirinya, Hendru sendiri tak mengerti dengan perasaannya. Seumur hidup, baru kali ini dia merasa nyaman di dekat seorang gadis.
"Tunggu sebentar ya, aku mau ke panggung dulu!" ucap Nayla.
"Ngapain?" tanya Hendru bingung.
"Mau mandi! Yaelah Pak, eh Tuan. Mau ngapain lagi? Aina itu suaranya bagus, aku akan meminta MC memanggilnya untuk bernyanyi."
Nayla bangkit dari duduknya, kemudian melenggang menuju panggung. Setelah berbicara dengan MC yang memimpin acara, Nayla kembali ke tempat duduknya.
...****************...
"Selamat malam dan selamat datang kepada para tamu undangan yang sudah menyempatkan diri hadir di acara pernikahan Tuan Arhan dan Nyonya Aina, doa terbaik untuk mereka berdua."
"Kepada para tamu, silahkan mencicipi hidangan yang sudah disediakan oleh Tuan rumah!"
"Sesuai permintaan seseorang, saya selaku MC meminta dengan sangat kepada Nyonya Aina untuk naik ke atas panggung dan menyumbangkan suara emasnya. Tuan Arhan juga boleh menemani istrinya!" seru MC itu.
Mendengar itu, Aina membulatkan matanya lebar, lalu menatap Arhan dengan intens. Pikirnya, Arhan lah yang meminta MC memanggilnya.
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Bukan Abang, sumpah!" bantah Arhan sembari melebarkan sepuluh jarinya.
Aina menatap sekelilingnya. Saat menangkap keberadaan Nayla yang tengah bertepuk tangan, dia langsung menyadari kalau itu perbuatan sahabatnya.
"Ayo Aina, naiklah! Mama dan Papa ingin mendengar mu bernyanyi." pinta Leona kegirangan.
"Tapi Ma...,"
"Pergilah! Apa mau Abang temani?" tawar Arhan.
Aina menatap Arhan dengan intens, lalu tersenyum kecil dan menggenggam tangan suaminya erat. Keduanya meninggalkan pelaminan dan melangkah menuju panggung.