Menjadi anak haram bukanlah kemauan Melia, jika dia bisa memilih takdir, mungkin akan lebih memilih hidup dalam keluarga yang utuh tanpa masalah.
Melia Zain, karena kebaikan hatinya menolong seseorang di satu malam membuat dirinya kehilangan kesucian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Bu, Ibu tunggu disini sebentar ya. Istirahat saja dan jangan hiraukan mereka." Melia meminta ibunya duduk di salah satu kursi panjang yang terletak di dalam toko branded ternama itu. Sintia keberatan, sebenarmya ia ingin sekali membujuk Melia dan mengajaknya pulang saja. Terlebih ada Lyn dan anaknya disini membuat Sintia tak nyaman.
"Mel, kita pulang saja. Sudah, biarkan mereka." bujuk Sintia, Melia menggeleng lemah.
"Orang seperti mereka harus diberi pelajaran sesekali, Bu. Melia punya ide untuk hal ini, Melia akan menghubungi Kevin dan meminta bantuannya." Melia berusaha menyakinkan ibunya, Jika Kevin mau menolongnya begitu saja, Melia bukan hanya membuat Lyn dan Liona malu dan tak berkutik. Tapi, dia juga bisa menyakinkan sang Ibu bahwa hubungannya dengan CEO LS Group ada peningkatan dan semakin membaik.
"Pokoknya Ibu cukup diam, biarkan Melia dan calon menantu Ibu yang mengatasi dua nenek lampir itu," ucap Melia berbisik, tak ingin jikalau Lyn dan Liona mendengar bahwa ia mengatainya nenek lampir.
"Aku akan ke toilet dulu sebentar," ucap Melia, melirik sinis ke arah Lyn yang menatapnya tajam seolah mengawasi tindakan Melia.
"Mama yakin kalau dia tidak akan berhasil?" tanya Liona saat punggung Melia menghilang.
"Percaya sama Mama, mana mungkin laki-laki seperti itu mau membantu Melia si kaum rendahan. Kecuali..." Lyn menjeda ucapannya, tampak berfikir sejenak.
"Orang itu tampan, gagah, berkharisma, tatapan matanya dingin menusuk dan tajam. Jass yang dikenakan juga merk branded. Dan dia punya kekuasaan. Tapi, kenapa mau-maunya sama Melia? coba kamu fikir, apa itu pantas?"
Liona mengangguk-ngangguk, "sangat-sangat aneh, Ma. Ya kecuali dia menggunakan tubuhnya. Apalagi yang dia punya, hari ini tidak ada apapun yang gratis di dunia." cibir Liona.
"Itu dia masalahnya, dia pasti menggunakan tubuhnya. Ck! benar-benar murahan sama seperti ibunya." Decak Lyn kesal.
"Mama kenal sama Ibunya?" tanya Liona, membuat Lyn seketika menutup mulut karena keceplosan.
🍁🍁🍁
Melia berjalan mencari-cari dimana letak toilet.
Bukkk!
Tubuhnya hampir jatuh kala menabrak seseorang.
"Maaf, saya minta maaf!" Melia mengatupkan kedua tangan, berharap masalah tak panjang dan ia segera bisa ke toilet guna menghubungi Kevin.
Laki tampan itu mengernyit, dan menatap Melia dari atas sampai bawah. Seperti berusaha mengingat sesuatu.
"Hallo, maaf Tuan." Melia melambaikan tangannya ke depan wajah orang itu yang tampak merenung.
"Oh, iya. Tidak masalah, siapa namamu?" tanya Laki-laki itu.
Melia terperanjat, kenapa setelah memperhatikan wajahnya lantas menanyakan nama. Melia rasa itu bukan hal yang penting. Jadi dia tak akan menyebutkan nama aslinya.
"Milea, Tuan. Milea Anasya." Jawab Melia seraya menganggukan kepalanya sopan.
"Boleh saya permisi, saya buru-buru mau ke toilet." Pamit Melia yang diangguki oleh lelaki tersebut.
"Hallo, ini gue. Tolong cari tau tentang Milea Anasya!" perintah Tom di sambungan telepon.
"Wanita unik, dia yang membantu Kevin Reyhan Louis waktu itu," gumamnya lantas melangkah pergi.
"Huhhhh, aku seperti tidak asing dengan orang itu," batin Melia mengusap dadanya sebelum masuk ke dalam ruangan bertuliskan toilet wanita.
Kembali menghubungi Kevin untuk ke puluhan kalinya, Melia termasuk orang yang cukup gigih dan keras kepala.
"Jika bukan karena nenek lampir itu, aku tidak akan terus menerus menghubunginya. Kedepannya harus baik-baik sama Kevin agar hidupku tenang." gumam Melia.
Hingga binar cerah terbit di wajahnya. Melia tersenyum senang saat panggilan ponselnya terjawab oleh Kevin.
"Hallo, ada apa?" suara dingin di seberang sana yang mampu membekukan Melia.
Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya sadar dari lamunan.
Kevin bahkan mengangkat telepon dari Melia setelah mengabaikannya di tengah-tengah rapat. Semua orang berbisik, terlebih rapat ini dihadiri oleh petinggi-petinggi perusahaan. Tidak biasanya CEO LS Group itu mengangkat telepon di tengah-tengah rapat.
"Siapa kira-kira yang menelpon Tuan Muda Louis."
"Entah, baru kali ini aku juga melihatnya."
"Pertama kalinya, mungkin orang itu adalah orang yang sangat penting."
Alan menatap tajam sekumpulan orang yang tengah berbisik, mereka semua langsung terdiam.
"Eh, iya hallo, Kev." balas Melia gugup.
"Ada apa? aku sedang sibuk," ucap Kevin, Melia menelan salivanya kasar, menghembuskan napas perlahan sebelum buka suara.
"Aku mau minta maaf soal kejadian tadi siang, aku benar-benar tak bermaksud untuk bertengkar dan bersikap kasar padamu," ucap Melia.
"Hmmm, apa kamu serius dengan ucapanmu?" tanya Kevin.
Melia menghela napas, "Iya aku serius, aku beneran minta maaf sama kamu."
"Pasti ada maunya." batin Kevin seraya tersenyum tanpa sadar meski sangat tipis.
"Katakan." Meski dalam hati sebenarnya Kevin merasa senang karena ia merasa dibutuhkan.
Sementara di ruang rapat, orang semakin terheran dengan tingkah Kevin yang tiba-tiba tersenyum. Mereka sibuk berasumsi saat Kevin menghentikan rapat sebentar hanya demi mengangkat telepon seseorang.
"Dia pasti orang spesial."
"Mungkin wanita, jika laki-laki itu sangat tidak mungkin."
"Hya, tapi yang aku dengar pak Kevin sangat dingin kepada siapapun."
Alan mendekus, lalu menajamkan mata pada mereka bergantian.
Hening, Alan memang terlihat lebih menakutkan wajahnya dibanding Kevin.
Melia tersenyum, lantas ia menjelaskan secara detail kejadian di salah satu gerai toko baju branded. Tentang Lyn, istri sah sang ayah yang terus menerus menindasnya tiap kali bertemu. Melia juga menjelaskan jika ibunya tidak boleh tertekan, tapi jika kejadian itu Kevin tidak membantunya. Entah bagaimana dengan Sintia.
Melia mengubah nada bicaranya lebih lembut, lebih baik jika ia kehilangan harga diri di depan Kevin ketimbang Lyn.
"Apa nama toko itu?" tanya Kevin, sebenarnya ia sudah tahu dan menebak jikalau Melia akan meminta tolong padanya, jadi ia sempat mengabaikan telepon itu dan ingin melihat seperti apa usahanya. Barulah, Kevin akan turun tangan.
"Jadi begitu ceritanya, aku perlu bantuanmu kali ini. Aku mohon, ini sangat ugrent dan aku tidak mungkin kehilangan harga diri di depan nenek lampir itu."
"Nenek lampir, kau menyebutnya nenek lampir. Astaga Mel, dia itu sudah tua kenapa kamu tidak ada sopannya. Kedepannya panggil dia tua bangka." Sahut Kevin yang membuat Melia membelalakkan mata.
"Apa bedanya itu, hmm."
"Tentu saja beda, aku berkata sesuai realita kalau kamu mengada-ngada."
"Kau sedang apa?" basa basi Melia.
"Aku? kenapa? apa jangan-jangan kamu merindukanku sayang?"
Mendengar Kevin menyebut kata sayang membuat Alan yang duduk di sampingnya menggelengkan kepala. Nasib jomblo memang seperti itu.
"Kev, aku cuma nanya. Baiklah, jadi kamu mau membantuku atau tidak?" tanya Melia tak sabar, seharusnya melihat gelagat dan jawaban Kevin ia sudah bisa memastikan kalau Kevin akan membantunya dengan mudah. Tapi, di sisi lain Melia juga khawatir. Kalau sampai Kevin tak membantu, maka tamatlah riwayatnya.
menikah Dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan Mampir
tp kasian deh sama Mel.. pasti dia takut ibunya kecewa karena tidak perawan lagi
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir