NOVEL PERTAMA YANG BELUM MENGENAL ILMU LITERASI. Harap maklum dan berkomentarlah yang positif. Masih tahap belajar sedikit demi sedikit.
Aku hanyalah lelaki yang hidup dari keluarga sederhana. Tak banyak yang bisa di harapkan dari ku. Sebuah tragedi mengharuskan aku merantau ke sebuah kota di pulau S.
Disanalah titik balik hidup ku bermula.
Disanalah aku bertemu dengan seseorang yang membuatku lebih berarti.
Walaupun aku hanyalah seorang supir, tapi dia mengubahku menjadi sosok menawan dan mencintai diri sendiri.
Ikuti kisahku, seorang MALIK JAYADI yang hanyalah seorang supir yang mampu menaklukkan kerasnya hidup..
harap bijak dalam memilih bacaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black_queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Menuju awal baru
Sudah seminggu yang lalu angkot terjual.
Dan sudah seminggu pula aku mencari-cari pekerjaan. Pekerjaan yang aku sukai pun telah lenyap dan tidak bisa berkumpul kembali dengan persatuan supir gesrek di terminal.
Aku mulai memikirkan saran ibu yang menyuruhku pergi merantau ke kota L di pulau sumatra.
Tapi, entahlah. Aku tetap saja memikirkan Nissa. Khawatir dengan keadaannya kalau jauh dariku nanti.
Tapi, aku juga tidak bisa seperti ini terus. Menjadi pengangguran karena bu Zainab sudah menjual semua angkotnya.
Sejak angkot terjual. Aku tidak lagi berkunjung kerumah beliau. Para tetangganya juga menyebar perkataan macam-macam. Mulai dari bu Zainab dan pak Ahmad yang selalu bertengkar. Bahkan Toni yang tidak di hiraukan oleh ayahnya sendiri.
Apakah mungkin aku harus mengambil keputusan ikut Dendi merantau. Daripada jadi pengangguran lebih baik aku merantau saja.
Lagipula. Orangtuaku mengijinkannya.
Besok aku akan mengunjungi Dendi di rumahnya. Bertanya dan mengkonfirmasi tentang keberangkatan kami.
...----------------...
Matahari bersinar kembali.
Aku sudah bersiap menuju rumah Dendi.
Ibu melihatku berpakaian rapi.
"Mau kemana kamu nak? tumben rapi banget?," tanya beliau sambil mengernyitkan dahi.
"Malik mau ke rumah Dendi bu. Mau ngobrol sebentar. Kali aja dia ada dirumah. Mau obrolin tawarannya kemarin itu," terangku pada ibu.
"Syukurlah kalau itu keputusanmu nak. Ibu dan bapak juga mengijinkan kamu merantau. Soal Annissa biar kami yang menjaga dan merawatnya. Kamu tidak usah kuatir." ibu berucap.
Perkataan beliau membuatku tenang dan mulai yakin bahwa aku pasti akan berhasil di rantauan nanti.
"Malik pergi dulu bu. Mungkin agak siang baru pulang. Sekalian mampir ketemu temen-temen di terminal," Pamitku.
"Ya sudah. Hati-hati dijalan! Nanti kalau Nissa bangun ibu akan ngajak dia jalan-jalan sekitar sini. Biar gak nanya kamu melulu," Ibu berkata.
Aku pamit dan meninggalkan rumah. Seperti biasa, motor bututku setia menemani.
Sesampainya di rumah Dendi. Terlihat seorang pria berpakaian ala kadarnya menyiram tanaman. Aku mendekatinya dan memberikan salam.
Dia menjawab salamku. Menyambutku dengan tersenyum lebar.
Kami memang punya hubungan keluarga. Jadi wajar saja dia menawariku pekerjaan di kota.
"Kedatangan tamu cakep nih. Mari masuk mas
Malik!," suruhnya.
Dia menghentikan menyiram tanaman dan langsung berjalan mengiringiku.
Kami sudah berada di dalam rumah. Aku bertanya kabar dan keadaan orang tuanya di kota.
"Alhamdulillah mas. Ibu dan bapak sudah biasa dengan pekerjaan disana. Bosnya baik lagi." ucapnya.
"Kalau misal aku ingin ikut kamu kesana. Nanti kerja apa Den? kan aku hanya tamatan SMP saja." Ucapku lesu.
"Mas Malik tenang saja. Tidak perlu ijazah mas.
Bos Ibu dan bapak langsung yang mencari karyawan baru." Terangnya.
"Syukurlah kalau seperti itu. Ibu bilang setelah lebaran ya baru berangkat!," tanyaku mulai antusias.
"Kemarin Bapak telepon mas. Katanya kalau bisa secepatnya kita berangkat. Banyak pesanan," kata Dendi.
"Apa? secepat ini? tapi apakah benar gak pa-pa kalau aku bekerja disana?," tanyaku lagi.
"Tenang saja mas. Gak usah khawatir. Kita sampai sana, dua tiga hari langsung kerja. Terima beres," ucapnya penuh keyakinan.
"Kalau begitu biar aku pamit dulu. Aku minta ijin ibu sama bapak dulu. Apalagi Annissa, aku khawatir dia akan menolak kepergianku." Jelasku.
"Silahkan saja mas! Tinggal telepon Dendi saja nanti kalau mas sudah bersiap. Dendi yang akan membeli tiket perjalanan kesana." Katanya enteng.
"Mas pulang dulu saja kalau begitu. Ibu dan bapak harus tau, begitupun Nissa." Aku pamit sambil beranjak berdiri dari tempat dudukku.
Dendi menemaniku sampai aku mengendarai motor. Dia tersenyum senang mendapat jawaban dariku. Setidaknya ada teman yang dia kenal di rantauan nanti.
Aku mengitari kampung ini. Mungkin suatu saat aku akan merindukannya. Sekarang saatnya aku menuju terminal. Aku pasti rindu dengan kejahilan pasukan supir gesrek. Selama ini mereka selalu menghiburku.
Motor ku parkirkan di tempat biasa.
Aku melangkah memasuki warung langganan.
Tepat sekali. Mereka berkumpul disana.
Mas Yanto yang baru bekerja kembali menjadi supir di kampung sebelah turut hadir di meja kebesaran kami.
Setelah memberi salam. Mereka semua terkejut melihat aku datang.
"Mj...gue kangen banget sama lu," bang memet langsung menarik tanganku.
"Tumben kesini. Udah dapet kerjaan baru kamu Lik?," tanya mas Yanto.
"Belum mas. Sebentar lagi mungkin dapet." Sambil menarik kursi plastik dan mendudukinya.
Aku menceritakan tentang penawaran Dendi.
Mereka semua mendukungku. Walaupun kami tidak akan bertemu lagi kecuali ketika aku pulang kampung.
Setelah puas bercanda dan berbincang dengan mereka. Aku berpamitan. Mereka memelukku bergantian dan mendoakan yang terbaik untukku. Begitulah kami. Kompak dan seperti saudara sendiri.
...----------------...
Siang terlampau terik. Debu beterbangan dan meninggalkan jejak di kaca spionku.
Rumahku mulai terlihat. Ibu dan Nissa bermain di teras seperti biasa.
Mendengar suara motorku. Nissa meloncat girang. Aku menatapnya sendu. Momen seperti ini akan aku rindukan.
Dia menghampiriku yang berjalan kearahnya.
Ku gendong dia seperti menggendong bayi mungil. Dia tertawa senang.
Kami bertiga masuk kedalam rumah kembali.
Ku ceritakan perihal keberangkatanku pada ibu.
Beliau senang sekaligus sedih mendengarnya.
Senang karena pekerjaanku lebih baik. Sedih ketika aku berada jauh dari beliau.
Annisa yang bermain dengan Molly. Tak begitu merespon obrolanku dan ibu.
Kami akan merindukan kembali ketika berkumpul seperti ini.
Sore ini. Aku sudah menyiapkan barang-barang bawaanku. Satu tas punggung ukuran sedang dan tas jinjing sedang sudah terisi. Aku mulai menghubungi Dendi kembali. Dia bersemangat ketika memberitahukanku kapan kita akan berangkat. Ya, kami akan berangkat 3 hari lagi.
Selama tiga hari ini aku akan menemani Nissa bermain sepuasnya, serta mendengarkan celotehnya yang riang.
Hari keberangkatan pun tiba. Kami yang sudah membujuk Nissa akhirnya memutuskan untuk berbohong padanya. Bahwa aku akan pergi sebentar saja.
Siang hari ini, mobil pribadi yang di sewa Dendi memasuki halaman mungil kami. Dia menyuruhku memasukkan barang bawaanku.
Aku mulai berpamitan pada Bapak, ibu dan anakku. Rasanya sungguh berat. Tapi aku harus menghadapinya
Nissa yang sudah kami bohongi. Tersenyum senang melihatku akan berangkat kerja mencari mainan untuknya.
Mobil mulai melaju. Aku memandangi keluargaku sampai tak terlihat lagi.
"Mas Malik tenang saja. Kalau sudah sampai disana. Pasti betah dan akan cepat dapat duit." Kata Dendi dengan enteng.
"Semoga saja begitu Den. Semoga bisa merubah perekonomian keluargaku." Ucapku dengan nada yang bergetar.
Kami harus ke kota dan menaiki bus menuju pelabuhan. Ya....kami akan ke pulau sumatra dengan menaiki kapal penumpang. Perjalanan kesana memerlukan waktu sekitar 12 jam.
Besok pagi kami akan sampai ke kota L di pulau sumatra. Karena itulah Dendi membeli tiket yang waktu keberangkatannya sore hari.
Agar waktu pagi, kami sudah sampai dan bisa beristirahat lebih lama.
Semoga aku bisa menaklukkan kota L ini.
* Buat yang sudah baca, jangan lupa tinggalkan like dan komennya kakak readers tersayang 🙏🙏😘😘😘. Terimakasih sudah berkenan membaca karya pertama saya 🤗😘
SUNGGUH TRAGIS NSIB RUMAH TANGGA IPAH. DISELINGKUHI SUAMINYA DN DITELANTARKN.