Naifa, gadis berusia 18 tahun terjebak di sebuah pernikahan yang seharusnya diatur untuk sang kakak. Namun, ternyata sang suami adalah orang yang pernah menolongnya. Apakah Naifa bisa melewati kehidupan pernikahan di usia mudanya dan menjadi istri yang baik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Mencintaimu
Bian mengernyitkan alisnya saat mendengar alasan Naifa. Dia tak menyangka jika jawaban sang istri benar-benar kekanakan. Bian pun tertawa dan tak percaya dengan perkataan Naifa
"Kak Bian jangan ketawa dong. Aku berpikir kalau jadi pacar atau istri Kak Bian pasti bebas buat main mainan yang Kak Bian punya. Apalagi waktu keluargaku datang ke rumah Kak Bian aku melihat di kamar kakak penuh dengan mainan yang bahkan aku gak bisa beli."
Bian tak habis fikir jika Naifa kecil memiliki ambisi untuk menguasai seluruh mainannya jika menjadi istrinya. Pria itu tak kuasa menahan tawanya.
"Kak Bian malah ketawa lagi. Sebal deh," Naifa yang kesal memunggungi suaminya. Dia tak menyangka jika pemikirannya akan dianggap lucu oleh suaminya.
"Istri, kenapa gak bilang dari awal kalau mau mainan. Nanti malam minggu kita menginap di rumah papa dan ambil semua mainan saya kesini yah."
Tak ada respon dari istrinya, tak lama terdengar suara dengkuran yang cukup lembut. Ternyata sang istri telah lelap tertidur masuk ke alam mimpi.
Bian yang tak dapat tidur mengingat kembali masa lalunya. Pertama kalinya dia datang ke rumah Wahid dan harus menginap disana. Sang ayah yang harus dinas ke luar kota bersama istrinya selama satu bulan, meninggalkan Bian yang saat itu melaksanakan Ujian Akhir Semester. Bian remaja membawa dua buah koper yang berisi pakaian dan juga mainannya.
Di rumah Wahid membuatnya bosan. Tak ada mainan ataupun PlayStation seperti di rumahnya, di koper dia mengeluarkan PSP miliknya. Bian terus bermain benda itu, sampai dia menyadari anak kecil sedang memperhatikannya.
Matanya yang bulat terus menatapnya, membuat Bian tak nyaman. Namun saat dia menawarkan PSP miliknya, gadis kecil itu pun tersenyum sembari menganggukan kepalanya.
"Nah yang ini cara mainnya seperti ini. Nama kamu siapa?"
"Nanai." Suara gadis kecil itu membuat Bian merasa gemas. Naifa kecil pun menjadi teman bermainnya selama dia tinggal disana, sementara Sofia begitu sulit di ajak berinteraksi. Bahkan pernah Bian mendengarkan cibiran Sofia dan temannya padanya. Entah gendut, plontos, ataupun seram. Bian pun tak suka pada sifat Sofia, padahal gadis itu lebih muda 5 tahun darinya.
Naifa, gadis kecil itu menangis saat Bian di jemput oleh orang tuanya. Dia tak bisa lagi memainkan mainan Bian yang tak pernah di belikan umi dan abinya. Bahkan dia menganggap jika Bian adalah kakak yang asyik, berbeda dengan Sofia.
Mengingat tentang mainan, semua yang di milikinya mempunyai makna yang sama. Menutupi rasa sepinya yang selalu ditinggal kerja oleh orang tuanya. Hanya mainan-mainan itu yang menjadi temannya sejak kecil.
Bian pun mulai terlelap, mengingat masa lalunya bersama Naifa kecil membuatnya cepat mengantuk. Namun dia masih saja merasa lucu dengan salah satu alasan konyol sang istri yang setuju menikah dengannya.
***
Pagi itu, aroma lezat menyeruak ke seluruh ruangan. Terdengar suara gesekan antara wajan dan spatula di dapur. Naifa pun terbangun dari mimpi indahnya, dan mulai berjalan menuju breakfast nook yang menghadap ke taman belakang. Sudah sebulan ini, Naifa menikmati keindahan rumah milik suaminya. Apalagi sarapan yang selalu di buat sang suami setiap hari menambah rasa syukur dalam hidupnya.
"Kenapa Kak Bian gak bangunin aku? Padahal aku mau coba buat sarapan juga buat Kak Bian."
"Saya sudah terbiasa mandiri, dan saya juga gak mau istri kecapekan," ucap Bian sambil menghidangkan seporsi nasi goreng lengkap dengan sayuran dan telur.
Entah kenapa Naifa merasa kecewa dengan jawaban Bian, apalagi saat mendengar Bian yang sering menerima makan siang buatan kakaknya.
"Ujian sekolahnya sudah selesai? Istri kapan libur?" Tanya Bian mengalihkan pembicaraan.
"Belum tahu juga, tapi sekarang masih harus masuk karena takut ada remedial. Dan juga belum menerima surat kelulusan."
"Ah benar juga, sebenarnya kalau sudah di waktu bebas saya mau ajak istri menginap di rumah papa. Atau mungkin menginap di rumah orang tua kamu?"
Naifa sebenarnya sudah sangat merindukan umi dan abinya. Dia ingin sekali menginap disana, menceritakan betapa Bian sangat memperlakukannya dengan baik.
"Sebenarnya, aku sudah sangat rindu sama umi abi. Tapi aku masih takut sama tetangga, kalau mereka akhirnya tahu aku yang jadi istri Kak Bian pasti Kak Bian akan sangat malu kan."
"Saya gak peduli, biarkan saja semua tetangga kamu tahu kalau saya suami kamu. Lagipula pernikahan bukan aib, kalau di fikir kenapa harus di tutupi." Ucap Bian dengan lantang, membuat Naifa tak mampu membalas perkataan suaminya. Sedangkan dirinya selalu berusaha menutupi pernikahannya karena statusnya yang masih seorang pelajar.
"Tapi, aku belum bisa melakukan hal itu. Mengakui Kak Bian suami aku, apalagi dengan teman-teman sekolah. Walau kadang aku suka kesal sama Hanni yang genit setiap kali Kak Bian antar jemput aku ke sekolah."
"Saya ngerti kok, istri gak perlu khawatir. Lagipula, sebulan lagi pengumuman kelulusan sekolah kan? Setelah itu baru kamu bisa mengakui pernikahan ini seperti perjanjian yang dibuat."
Naifa pun menganggukan kepalanya, dia yang sudah menghabiskan sarapan segera pergi ke kamar mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah.
Seperti biasa, Bian mengantar Naifa sampai ke area sekolah dan melihat Naifa yang akhirnya masuk ke dalam kelas. Apalagi Hanni yang selalu melambaikan tangan sembari memberikan kiss bye padanya dengan wajah genit khas ABG. Pemandangan yang sekarang harus dilihat setiap hari setelah menikahi gadis SMA.
Hal yang tak pernah di sangka, menikahi gadis yang masih sekolah. Dalam benaknya dia membayangkan pernikahan ideal bersama Sofia yang usianya cukup dekat. Saat mendengar Sofia kabur, Bian sebenarnya tak ingin melanjutkan pernikahan tersebut. Namun karena Naifa yang bersedia menjadi pengganti kakaknya, tak mungkin dia bisa menolaknya. Dia berusaha untuk menjadi suami ideal, walau sifat Naifa yang masih kekanakan kadang membuatnya sedikit kesal. Dia tak bisa menghakimi hal tersebut.
Lambat laun perasaannya mulai berubah, sifat Naifa yang kekanakan dan apa adanya jadi pengobat lelah baginya. Dan juga Naifa selalu berusaha membantu pekerjaan rumah dan memasak untuknya. Apalagi senyum istrinya yang selalu tulus, terbayang di benaknya sekarang.
"Sial, baru sampai kantor aku sudah merindukannya."
Bian terus memperhatikan foto Naifa yang ada di handphone nya. Foto yang dia ambil di facebook milik Sofia yang memperlihatkan Naifa dengan seragam dan juga jilbab segi empat putih yang depannya panjang sebelah. Wajahnya yang tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang rapi.
Sementara, Naifa yang sedang belajar di kelasnya dikagetkan oleh Hanni yang mengatakan kalau Ryan sedang berkunjung ke sekolah. Pemuda yang menjadi idaman para adik kelas itu selalu membuat geger para siswi jika datang ke sekolah lamanya. Apalagi kini dirinya di angkat menjadi ketua ekstrakulikuler karate. Tubuhnya yang tinggi dan atletis begitu seimbang dengan wajah tampannya.
"Mumpung para guru masih sibuk nilai kertas ujian, bagaimana kalau kita ke ruang ekskul karate? Katanya juga Kak Ryan yang latih anak-anak buat di acara perlombaan semester nanti."
Tanpa persetujuan dari Naifa, Hanni langsung menarik tangan sahabatnya itu. Dia membawa gadis itu ke ruangan yang tak jauh dari kelas mereka.
"Hai kak, kita boleh masuk gak? Mau lihat dong latihan kalian." Seperti biasa, Hanni si pencari perhatian dengan berani masuk ke dalam ruang latihan karate sambil menarik tangan sahabatnya.
"Boleh kok, duduk saja di sana." Ryan dengan senyumnya, mempersilakan kedua gadis cantik itu untuk duduk.
Entah apa yang di rasakan Naifa, namun dadanya berdebar kencang saat Ryan mencuri pandang padanya. Dia masih ingat wajah kecewa pemuda itu saat ditolak olehnya, dan senyumnya yang tulus saat pemuda itu memintanya untuk menunggu. Namun, memorinya buyar saat seseorang mengirimnya sebuah pesan di handphonenya.
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....