Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Suara Cicak di Rumah Kosong
Rasya menghembuskan napasnya pelan, berharap rasa lelahnya menghilang bersama dengan hembusan napas yang ia keluarkan. Saat ini ia dan teman-temannya sedang duduk santai di pinggir lapangan. Mereka baru saja menyelesaikan babak terakhir dalam permainan bola yang berlangsung selama tiga jam.
Ia mengalihkan tatapannya ke arah langit yang mulai menggelap. Sebentar lagi Azam maghrib akan berkumandang, mereka harus segera pulang sebelum azan berkumandang dari setiap mushola maupun mesjid di sekitarnya.
"Pulang yuk," ajak Rasya seraya beranjak dari tempatnya.
"Jam berapa sekarang?" tanya Bima pada teman-temannya.
"Jam enam kurang."
"Anjir, lama banget kita mainnya," umpat Fajar seraya beranjak dari tempatnya.
"Ayo pulang," ajak Rasya lagi. "Jangan sampe masih di luar pas azan."
Fajar menganggukkan kepalanya dengan cepat, "ayo, badan gue lengket banget. Pengen cepet-cepet mandi."
"Beneran mau pulang sekarang?" tanya Bima memastikan.
"Iyalah, udah sore begini. Bentar lagi maghrib," balas Rasya seraya melangkah pergi dari area lapangan.
Bima menganggukkan kepalanya setuju mendengar perkataan Rasya, "ayo deh."
Mereka bertiga berpamitan pada teman-teman yang lain untuk pulang terlebih dahulu. Suasana menjadi sangat sepi saat mereka sudah jauh dari area lapangan. Suara dari mushola maupun masjid terdekat sudah mulai terdengar, tanda jika waktu azan akan segera tiba.
"Kalian inget rumah kosong di ujung jalan ini gak?" tanya Bima pada Rasya dan juga Fajar.
Fajar menganggukkan kepalanya dengan cepat, "inget, kenapa?"
"Banyak orang-orang di sini yang sering denger suara cicak di sana," ujar Bima memberitahu.
Rasya mengerutkan keningnya dengan bingung, "terus kenapa? Rumah kosong kaya gitu normal-normal aja kalau ada cicak di dalemnya," ujarnya tidak mengerti.
"Lagian tuh rumah kenapa kosong terus ya? Dari awal gue di sini gak pernah ada yang nempatin tuh rumah," ujar Fajar dengan bingung.
Bima mengedikkan bahunya tak acuh, "dari gue pindah juga udah kosong. Seinget gue cuman beberapa kali ke isi, tapi gak lama," balasnya.
"Masa?"
Bima menganggukkan kepalanya, "Orang tua gue udah lama banget tinggal di sini, dari Kakak gue lahir udah di sini. Itu gue juga diceritain sama Nyokap gue soal rumah kosong itu."
"Pemilik tanahnya siapa sih?" tanya Rasya ingin tau.
"Kenapa emang Sya? Mau beli tanahnya? Terus lo bangun istana yang gede," ujar Fajar seraya menyikut pelan lengan Rasya.
Rasya menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gak, cuman mau tau aja. Tanah seluas itu tapi dibiarin terbengkalai. Kan sayang."
"Bener tuh, kalau direnovasi kan bisa bagus. Berasa anak sultan," balas Bima seraya menganggukkan kepalanya setuju dengan perkataan Rasya.
"Tapi--" Fajar menghentikan perkataannya yang membuat Bima maupun Rasya menoleh ke arahnya.
"Tapi kenapa?"
"Lo berdua tau sesuatu gak?" tanya Fajar seraya menatap kedua temannya bergantian.
"Tau apa?" tanya Rasya dengan kening berkerut bingung.
"Soal hewan cicak," ucap Fajar dengan pelan. "Gue baru inget soal cicak. Pantesan pas Bima ngomongin soal cicak perasaan gue agak aneh," lanjutnya.
Bima menatap Fajar dengan tatapan ingin tau, "aneh kenapa?"
Fajar mengedikkan bahunya tak acuh, "cuman sesuatu yang gak menyenangkan aja."
"Emang kenapa?" tanya Rasya dengan rasa penasaran tinggi.
"Lo mau melihara cicak ya?" tebak Bima dengan asal.
Fajar menggelengkan kepalanya dengan cepat, "bukan, gue gak tau kalian pernah denger soal ini atau gak. Tapi gue denger ini dari Nyokap gue."
"Apa?"
"Gue denger cerita ini dari Nyokap gue. Ada cowo pulang kerja lewat sini malem-malem, lewat depan rumah kosong itu," ujar Fajar memberitahu apa yang pernah ibunya katakan.
"Terus?" tanya Bima dengan rasa penasaran tinggi.
"Dia denger suara cicak," lanjut Fajar dengan pelan.
"Kan gue tadi udah bilang, hal normal kalau banyak cicak di rumah kosong," balas Rasya pada kedua temannya.
Fajar menggelengkan kepalanya dengan cepat, "gue inget soal omongan Bima tadi. Kalau banyak warga di sini yang juga denger suara cicak dari rumah kosong itu. Berarti itu bukan sekedar hewan dong," ujarnya seraya menatap kedua temannya bergantian.
"Maksud lo... itu rumahnya ada setannya?" tanya Bima memastikan dengan suara berbisik.
Fajar mengedikkan bahunya tak acuh, "gak tau. Emang warga di sini pernah ada yang bilang soal pernah liat sesuatu di sana?" tanyanya.
"Seinget gue sih gak ada," ucap Bima mencoba mengingat cerita yang pernah ia dengar mengenai rumah kosong tersebut.
"Apa jangan-jangan rumah itu kosong karena cicaknya banyak?" tanya Rasya mencoba memberitahu pikirannya.
"Bisa jadi apa yang Bima bilang, ada hantunya," ucap Fajar yang lebih mempercayai hal mistis.
"Lo percaya?" tanya Rasya tidak yakin.
Fajar menghela napas pelan mendengar pertanyaan Rasya, "antara percaya gak percaya. Tapi cicak itu selalu berhubungan dengan makhluk yang gak terlihat. Bahkan setan pun bisa berubah wujud jadi cicak. Makanya di Islam dianjurkan dibunuh kalau ada cicak," ujarnya pada kedua temannya.
Bima menganggukkan kepalanya setuju dengan perkataan Fajar, "bener juga."
"Tapi mungkin pernah ada yang liat kalau di sana ada setan, cuman mereka lebih milih diem aja," ujar Fajar mencoba memberitahu pendapatnya.
"Gimana kalau kita masuk aja ke sana?" tawar Bima pada kedua temannya.
Rasya membelalakkan matanya terkejut mendengar perkataan Bima, "jangan gila."
Bima tertawa kecil melihat respon Rasya yang tampak ketakutan, "bercanda."
Mereka bertiga asik berbicara hingga tidak sadar berada tepat di depan rumah kosong yang sedang dibicarakan. Tiba-tiba saja angin berhembus dengan kencang, membuat ketiganya bergidik ngeri karena hembusan angin malam ini.
"Anjir," umpat Bima.
"Kenapa?" tanya Rasya pada Bima.
"Kita udah di depan rumah kosong aja," ucap Bima seraya menatap rumah besar di depannya.
Rasya ikut menoleh ke arah rumah besar yang tampak gelap tersebut. Di bagian halamannya terlihat banyak sampah makanan ringan maupun botol-botol kaca. Bahkan rumput-rumput liar sudah tumbuh memanjang sampai menutupi pintu utama yang tidak jauh dari tempat mereka.
"Anginnya kok kenceng ya?" tanya Fajar seraya menatap sekitarnya yang sepi.
"Mau hujan kali," jawab Bima seraya membalikkan tubuhnya ke arah kedua temannya. "Yuk lanjut balik, jadi merinding gue di sini," ajaknya.
"Bener, gue juga merinding," balas Fajar seraya bergidik ngeri.
Belum ada beberapa langkah, mereka harus menghentikan langkahnya saat mendengar sesuatu yang tidak asing. Ketiganya saling tatap dengan perasaan tidak menentu. Mereka masih mencoba untuk berpikir positif, karena tidak mungkin apa yang mereka pikirkan terjadi.
"Kalian denger gak?" tanya Rasya pada kedua temannya.
Fajar menganggukkan kepalanya dengan pelan, "denger, suara cicak kan."
"Hm." Rasya menganggukkan kepalanya pelan karena merasa jika kedua temannya juga mendengar apa yang ia dengar.
Suara cicak kembali terdengar dengan kencang dari area dalam rumah kosong. Suara tersebut seperti memanggil mereka untuk memastikan apa yang ada di dalam rumah.
"Gue makin merinding anjir, kayanya ada yang gak beres," ucap Fajar memberitahu akan perasaannya.
"Kita cek dulu aja, siapa tau salah," ucap Bima dengan pelan.
"Jangan aneh-aneh deh," balas Rasya tidak terima.
Tanpa mempedulikan perkataan Rasya, Bima memundurkan langkahnya dengan pelan. Begitupun dengan Fajar yang ikut memundurkan langkahnya untuk memastikan apa yang ada di dalam rumah kosong tersebut.
Jantung ketiganya berdegup dengan kencang, takut jika apa yang tidak ingin mereka lihat ada di dalam rumah tersebut. Perasaan mereka sudah tidak menentu, namun mereka cukup penasaran dengan apa yang terjadi hingga suara cicak terus terdengar.
"Kita lihat bareng-bareng," ucap Fajar yang disetujui oleh Rasya dan Bima.
"Satu."
"Dua."
"Tiga."
Suara cicak kembali terdengar kencang, bertepatan dengan mereka yang menatap rumah kosong tersebut. Bima, Rasya, dan Fajar langsung membelalakkan matanya terkejut saat melihat sesuatu yang berada di dalam rumah kosong.
Tepat di jendela rumah kosong tersebut, mereka melihat sesuatu yang mengerikan. Ada seorang perempuan berpakaian putih dengan rongga mata yang terlihat kosong. Bibir perempuan tersebut menyeringai lebar ke arah mereka, seperti memberitahu jika mereka berhasil ditipu oleh suara cicak yang diciptakannya.
Mulut perempuan itu memang menyeringai lebar, namun dari mulut tersebut suara cicak yang mereka dengar berasal. Baik Fajar, Rasya, maupun Bima hanya terdiam kaku dengan perasaan tidak menentu.
Rasanya mereka ingin segera berlari dengan cepat, tapi kaki sulit sekali digerakkan. Mereka ingin mengalihkan tatapannya ke arah lain, tidak ingin menatap perempuan tersebut. Namun entah kenapa mereka seolah dipaksa untuk terus bertatapan dengan perempuan di balik jendela itu.
Perempuan yang masih terus menatap mereka dengan rongga mata yang kosong. Serta bibirnya yang menyeringai dan terus mengeluarkan suara seperti suara cicak.
•••