#Yang mau promosi di lapak saya silahkan#
Seri kedua dari novel.
"Istri simpanan Presdir"
Anggia Seorang Dokter cantik terpaksa menikah dengan anak majikan Ibunya karena balas budi.
"Beri aku satu kesempatan Mas. Aku ingin menikah hanya satu kali dalam hidup ku. Dan aku tidak ingin mempermainkan pernikahan"
Anggia Tiffani~
"Tapi kau bukan selera ku. Aku tidak sudi beristri anak pembantu. Dan pernikahan ini hanya karena kau balas budi pada Ayah ku. Itu saja dan kau tidak perlu mencampuri urusan ku"
Brian Wiratwan~
Tidak ada cinta di atara keduanya. Anggia yang terpaksa menikah dengan Brian hanya karena balas budi dan sekaligus syarat untuk Pasha mau membiayai pengobatan Ayahnya.
Dan hal yang paling membuat Anggia menderita adalah. Dirinya setiap hari menyaksikan suaminya bercumbu mesra dengan wanita yang ia bawa ke tempat tinggal mereka.
Sakit bukan?.
Anggia seorang istri tapi masih suci!.
Namun karena suatu insiden yang membuat nya tidak bisa menolak hasrat yang di tawarkan kenikmatan dunia sesaat. Sehingga membuatnya melupakan tabiatnya sebagai seorang wanita bersuami. Dan hubungan terlarang itu terjadi hingga ia mengandung anak dari pria lain. Di saat ia masih berstatus istri Brian Wiratwan.
Lalu apakah yang akan terjadi setelah Suaminya tau dengan kehamilan Anggia?
Sementara ia tidak pernah menyentuh istrinya selama hampir dua tahun menikah.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
"Ada beberapa readers yang nanya Ziva siapa dan pemeran lainnya siapa, Author mau bilang novel ini seri kedua dari novel Author yang berjudul, "Istri simpanan Presdi," jadi di sarankan klik profil saya dan pilih judul yang di atas, selanjutnya baru novel, Anggia ini ya terimakasih😗.
***
"Kau sudah tidak waras, kau pikir aku tega membunuh anak ku sendiri."
Anggia yang masih lemas tetapi ia menolak untuk mengugurkan kandungannya. Menurut Anggia, mau Bilmar percaya anak yang ia kandung anaknya atau pun tidak percaya, Anggia sama sekali tidak perduli akan hal itu. Walau pun ia hamil di saat ia belum siap tapi tetap saja Anggia merasa bersyukur, dengan adanya anak di rahimnya itu, Anggia lebih bersemangat menjalani hidup yang sebelumnya tak tau arah.
"Aku tidak mau tau, dan nanti malam kita akan ke klinik untuk mengugurkan anak itu."
Brian tidak lagi memikirkan dosa atau pun kasihan, yang ia inginkan saat ini Anggia tidak boleh hamil kecuali anaknya.
"Enggak! Apa hak kamu untuk mengugurkan kandungan ku, yang hamil aku! Yang tanggung aku, kenapa kamu yang repot."
Anggia tidak mau diam saja, rasanya kini Anggia menjelma menjadi seorang pembangkang setelah kematian kedua orang tuanya, dan juga penderitaan yang di berikan Brian. Sungguh kini Anggia menjelma bagai seorang manusia yang tidak akan mengasihani, dan tak butuh di kasihani bila berhadapan dengan Brian.
"Aku itu suami mu, dan kau harus ikut dengan aturan ku!" pungkas Brian dengan sangat emosi berhadapan dengan Anggia. Lalu bagaimana dengan Anggia? Apa dia berubah takut? Tentu saja tidak.
"Heh dengar baik-baik," Anggia mununjuk wajah Brian dengan tangan kirinya, "Aku," Anggia menunjuk dirinya dan kemudian kembali menunjuk Brian, "Sudah aku katakan pada mu untuk menceraikan aku, tapi kau tidak mau. Lalu aku yang menggungat mu tapi kau malah membatalkannya. Dan sekarang kau memutuskan untuk membunuh janin ku, aku katakan pada mu. Aku tidak pernah mengemis untuk kau mau bertanggung jawab dengan kandungan ku dan aku pun tidak akan sudi lagi menjadi istri mu!"
Brian diam masih dengan seribu tanda tanya di otaknya, Anggia benar-benar berubah ia sudah sangat jauh berbeda. Sikapnya kini sangat keras dan tidak bisa lagi di atur seperti dulu, namun Brian pun tidak akan diam saja, bagi Brian semua akan ia lakukan asal mendapatkan Anggia kembali namun tidak dengan kandungan Anggia.
"Aku tidak akan pernah menceraikan mu dan kita tidak akan pernah bercerai!" tutur Brian dengan suara penuh penekanan.
"Gila." teriak Anggia di hadapan Brian, Anggia sungguh tidak bisa mengontrol emosi yang masih menguasai tubuhnya.
"Aku tidak tau, dan tidak mau tau, yang pasti anak itu tidak boleh lahir, aku tidak mau dan kau hanya boleh melahirkan anak ku."
***
Malam harinya sesuai dengan perkataan Brian tadi pagi, kini ia sudah berhadapan dengan Anggia dan memaksa Anggia untuk ikut dengannya. Ke sebuah klinik abors yang sudah membuat janji dengannya.
"Ayo," Brian menarik tanggan Anggia, dengan paksa dan Anggia meronta-ronta minta di lepaskan.
"Aku nggak mau!" teriak Anggia sambil berusaha melepaskan diri dari Brian.
"Ayo," Brian menghempaskan tubuh Anggia di jok mobil dan ia ikut duduk di samping Anggia.
"Auus," ringis Anggia yang merasa sakit di bagian perutnya.
"Jalan," Brian memerintahkan supir segera mengemudikan mobil, ia tidak perduli dengan Anggia yang memeluk perutnya meringis kesakitan. Karena Brian mendorong Anggia cukup kencang.
Brian tidak perduli dengan resiko yang bisa saja mengancam nyawa Anggia, saat melakukan penguguran kandungan. Dan resiko yang di alami Anggia pasti lebih besar karena penguguran kandungan bukan karena hal yang memang membahayakan Anggia, tapi murni karena tidak bisa menerima kehamilan itu.
Sejenak Anggia diam ia berpikir jalan kabur akan lebih berpeluang saat berada di luar dari pada saat di dalam vila yang banya penjaga itu. Beberapa jam kemudian kini mobil yang mereka tumpangi mulai berhenti terparkir di depan klinik, Anggia tau mereka sudah sampai di tempat tujuan.
"Turun!" Brian kembali menarik paksa tangan Anggia, ia sunggung membenci janin yang di kandung Anggia.
"Nggak," Anggia masih berusaha melepaskan diri dari Brian.
"Ayo," Brian terus menarik Anggia hingga mereka masuk ke sebuah ruangan yang sudah di siapkan untuk mereka.
"Selamat malam," sapa seorang wanita, tampaknya wanita itu adalah seorang dokter yang akan mengugurkan kandungannya.
"Lakukan dengan baik, dan jangan sampai membahayakan ibunya!" printah Brian kepada wanita tersebut, Anggia tau memang semuanya sudah di rencanakan.
"Ya tuan, dan boleh tinggalkan kami."
"Em," Brian meninggalkan Anggia bersama dengan seorang dokter dan dua orang perawat yang ada di ruangan itu.
"Nyonya ayo naik keranjang," pinta seorang perawat.
"Tidak!," Anggia menggelengkan kepalanya dan memundurkan tubuhnya.
"Ayo nyonya, agar lebih cepat dan mempermudah," Anggia melihat seorang perawat memegang jarum suntikan dan Anggia tau itu obat apa, zat kimia yang bisa membuat tubuhnya tidak sadarkan diri, dan juga sangat berpengarus pada kandungannya.
Anggia berubah panik saat suntikan itu sudah penuh dengan cairan, dan mulai mengarah padanya. Anggia menagis dan menjerit berusaha untuk menolak berkali-kali jarum suntikan itu terjatuh karena Anggia yang histeris dan berusaha menghindar.
"Auu," jarum suntik itu berhasil dan carian yang berhasil masuk ketubuh Anggia.
Dengan sedikit kesadaran Anggia mendorong dua perawat yang memegangnya. Dan berhasil mengambil gunting yang terletak di atas nakas, Anggia mulai mengarahkan pada para perawat itu sedangakan seorang dokter keluar untuk mencari bantuan.
"Diam," Anggia membuka jendela dan keluar lewat jendela itu dengan membawa gunting di tangannya. Dengan cepat Anggia terus berusaha berlari.
"Anggia," teriak Brian.
Anggia tidak perduli ia terus berlari di tengah jalanan hingga ia terjatuh, karena tubuhnya tidak mampu lagi menghindari cairan yang di suntikan pada tubunya, yang mulai bekerja.
TINNNNNNN!
Terlihat lampu mobil dari kejauhan dan membuat silau pandangan Anggia.
TIINNNNNN!
Terdengar suara klakson mobil itu.
"Aaaaaaaa," teriak Anggia dengan lengan yang ia tutupi di bagian wajahnya.
CIIITT!
Anggia membuka matanya dan melihat ternyata mobil itu hanya berjarak beberapa senti dari tubuhnya. Tubuh Anggia yang lemas dan keringat yang membasahi tubuhnya di tambah air mata yang terus mengalir sungguh membuat Anggia bagaikan orang gila yang tidak waras.
"Apa anda baik-baik saja," tanya sang pemilik mobil yang turun dari mobil dan melihat tubuh Anggia yang tersungkur di depan mobilnya.
"Tuan tolong saya," tutur Anggia setelah itu kesadarannya hilang. efek zat kimia yang tadi di suntikan padanya mulai bekerja, orang itu mulai melihat dari tubuh Anggia ada darah yang keluar.