NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.28 Rahasia Kitab Langit Sembilan Surga

Namun di dalam dirinya, dua suara bertarung senyap.

Suara pertama adalah napas dunia, tenang, berirama, seperti gemericik sungai yang menenangkan jiwa.

Suara kedua… adalah bisikan — rendah, berat, penuh kenangan dan rasa sakit.

“Xiau Chen… apakah kau sungguh ingin tahu kebenaranku?”

Nada suara itu tak lagi kejam seperti sebelumnya. Ia membawa luka yang dalam, seolah ribuan tahun penyesalan menempel di setiap katanya.

Xiau Chen membuka matanya. Dua cahaya — satu putih, satu hitam — berputar di bola matanya.

“Bicaralah, Mo Tian. Aku ingin tahu segalanya. Tentang asalmu, dan tentang… Kitab Langit Sembilan Surga.”

Bayangan gelap di belakangnya mulai membentuk sosok. Wajah Mo Tian muncul samar di antara kabut hitam — bukan lagi sosok menyeramkan, melainkan sosok lelaki muda dengan mata keemasan dan sepasang tanduk naga kecil di pelipisnya.

Aura bangsawan mengalir darinya — agung, namun terluka.

“Ribuan tahun yang lalu…”

“Aku bukanlah iblis, bukan makhluk kegelapan seperti yang mereka katakan. Aku… adalah Pangeran Naga dari Alam Suci Naga, dunia yang berada di atas segala dunia — tempat lahirnya para naga suci, pelindung keseimbangan kosmos.”

Xiau Chen menatap dalam diam, merasakan getaran kesedihan yang keluar dari jiwa Mo Tian.

“Di masa itu,” lanjut Mo Tian perlahan, “para Dewa dari Alam Langit Surgawi mengetahui rahasia besar — bahwa kekuatan para naga suci bukan berasal dari darah, melainkan dari Kitab Langit Sembilan Surga. Kitab itu bukan sekadar pusaka. Ia adalah inti hukum penciptaan — naskah pertama yang ditulis oleh tangan Dewa Asal ketika menciptakan kehidupan.”

“Dewa-dewa itu menjadi tamak. Mereka menginginkan kitab itu untuk diri mereka sendiri. Mereka percaya, jika menguasai kitab itu, mereka akan melampaui batas kekekalan… menjadi penguasa atas semua langit.”

Xiau Chen mengepalkan tangannya perlahan. “Jadi mereka menyerang dunia asalmu?”

Mo Tian mengangguk. “Ayahku — Raja Naga Suci, penjaga hukum tertinggi — menolak menyerahkannya. Ia tahu, jika kitab itu jatuh ke tangan yang salah, keseimbangan seluruh kosmos akan runtuh. Maka para dewa bersekutu. Mereka memanggil kekuatan dari luar dua alam: bukan dari dunia fana, bukan dari langit surgawi, tapi dari suatu keberadaan asing… sesuatu yang bahkan ayahku tidak bisa mengidentifikasinya.”

“Mahluk itu tidak memiliki wujud, namun energinya… bergetar melawan hukum ciptaan. Energi asing itu adalah awal dari Kegelapan Absolut.”

Langit bergemuruh lembut saat Mo Tian menyebut kata itu, seolah dunia suci pun takut pada namanya sendiri.

“Dengan dukungan kekuatan asing itu, para dewa menyerang Alam Naga Suci. Dunia kami terbakar. Gunung naga runtuh, lautan api suci membeku, dan ribuan naga suci jatuh dari langit.”

“Ayahku tahu kami kalah. Dalam keputusasaan, ia memecah Kitab Langit Sembilan Surga menjadi dua bagian — satu ia simpan di Alam Naga Suci, tersegel di bawah Pilar Jiwa Naga, dan satu lagi ia buang ke dunia fana agar tak bisa ditemukan para dewa.”

Xiau Chen tertegun. “Jadi… kitab yang aku bawa…”

Mo Tian menatapnya, mata keemasannya berkilat suram.

“Benar. Kitab yang kau temukan di dunia fana itu adalah setengah bagian dari kitab sejati. Hanya separuh hukum penciptaan yang kau miliki. Itulah sebabnya, Xiau Chen — mengapa kau tidak pernah mencapai puncak kekekalan.”

Kata-kata itu menggema di udara suci, membuat Xiau Chen terdiam lama.

“Jadi… aku hanya memiliki separuh jalan menuju keabadian…” gumamnya lirih.

“Kau pernah berkata pada para kultivator dunia fana,” ujar Mo Tian perlahan, “di puncak Gunung Jiwa ketika mereka mengejarmu untuk merebut kitab itu:

‘Jika aku ingin keabadian, aku sudah mencapainya.’

“Perkataanmu waktu itu benar. Tapi bukan karena kau telah mencapai puncak, melainkan karena kitab yang kau miliki hanya setengah. Kau telah menapaki batas terakhir yang bisa dicapai oleh separuh hukum dunia.”

Xiau Chen memejamkan mata, mengingat kembali masa lalu. Gunung Jiwa, darah, langit merah, dan ribuan pedang yang mengarah padanya. Ia berdiri sendirian, melawan seluruh dunia, dan mengucapkan kalimat itu tanpa tahu bahwa ucapannya menyimpan kebenaran yang lebih dalam.

“Jadi selama ini… aku hanya memegang setengah dari kebenaran,” ucapnya lirih.

Mo Tian menatapnya tajam. “Bukan hanya setengah kebenaran, tapi juga setengah kutukan. Karena setiap kali separuh kitab itu diaktifkan, segel yang ayahku pasang di dalam kitab utama ikut melemah. Itulah mengapa setiap kali kau membuka satu langit dari sembilan, segel penjara kegelapan di Alam Suci ini semakin terbuka.”

Xiau Chen terdiam lama.

Setiap kenangan perjalanan — Langit Pertama hingga Langit Kesembilan — melintas cepat di pikirannya. Semua ujian, semua pertarungan, semua pencerahan spiritual… ternyata bukan hanya proses menuju kekuatan, tetapi juga kunci yang perlahan membuka penjara sesuatu yang jauh lebih besar.

“Jadi selama ini,” bisik Xiau Chen, “perjalananku adalah kunci kebangkitannya.”

“Benar,” sahut Mo Tian. “Namun jangan salah. Kegelapan yang disebut ‘Mo Tian’ — aku — bukan sepenuhnya keburukan. Aku hanyalah sisa kehendak naga yang kehilangan bentuk. Aku berusaha bertahan ketika dunia kami dimusnahkan. Namun ketika ayahku mengorbankan dirinya untuk menutup segel terakhir, sebagian jiwaku tertinggal di antara ruang dan waktu, tercemar oleh kekuatan asing itu.”

“Akulah yang tersisa dari kehancuran — separuh naga, separuh kegelapan.”

Cahaya di sekeliling mereka meredup. Xiau Chen menatap sosok itu dengan campuran empati dan kewaspadaan.

“Jika begitu,” ujarnya perlahan, “apa yang akan terjadi jika kedua kitab itu bersatu kembali?”

Mo Tian menunduk, lalu tersenyum pahit.

“Jika kau menyatukannya, dunia akan bergetar. Hukum penciptaan dan kehancuran akan menjadi satu. Hanya dua kemungkinan: dunia baru lahir… atau semua akan berakhir.”

“Dan di situlah pilihanmu, Xiau Chen. Kau bisa menjadi pembawa kebangkitan — atau penulis kehancuran.”

Hening menguasai segalanya.

Hanya suara napas dunia yang terdengar — lembut, bergulung seperti arus yang tak pernah berhenti.

Xiau Chen berdiri perlahan. “Kalau begitu… aku harus menemukan separuh lainnya. Bukan untuk kekuasaan, tapi untuk menutup apa yang belum diselesaikan ayahmu.”

Matanya menatap langit dua matahari itu, dan di balik tatapannya, kilatan tekad membara.

Mo Tian tersenyum samar. “Kau sungguh pewaris yang pantas, Xiau Chen. Tapi hati-hati — para dewa yang dulu menindas alam kami tidak mati. Mereka hanya bersembunyi di balik lapisan cahaya surgawi, menunggu waktu untuk turun kembali.”

“Dan ketika mereka datang,” lanjut Mo Tian pelan, “mereka tidak akan datang sebagai dewa… tapi sebagai cahaya yang mengaku kebenaran.”

Xiau Chen menatap langit dengan tatapan dingin.

“Jika cahaya itu hanya kedok keserakahan… maka aku akan menjadi kegelapan yang menyeimbangkannya.”

Aura putih dan hitam memancar dari tubuhnya bersamaan. Dunia Alam Suci bergemuruh, seolah menyambut lahirnya kekuatan baru — kekuatan yang bukan hanya dari langit atau bumi, tapi dari kehendak dua jiwa yang berbeda, menyatu dalam satu takdir.

“Mulai hari ini,” kata Xiau Chen mantap, “aku akan mencari kitab yang hilang itu. Dan bila para dewa datang menuntutnya… aku akan menunjukkan pada mereka, bahwa naga suci belum punah.”

Mo Tian menatapnya dalam diam.

Kemudian, perlahan, bayangannya memudar ke dalam tubuh Xiau Chen, meninggalkan satu kalimat terakhir:

“Jalanmu tak akan mudah, Xiau Chen. Tapi ingatlah — kadang kegelapan bukanlah musuh cahaya… melainkan bayangan yang membuatnya sempurna.”

Langit Alam Suci terbuka perlahan.

Pintu gerbang cahaya muncul di depan Xiau Chen, membawa angin lembut yang mengandung aroma dunia fana.

Ia melangkah masuk tanpa ragu.

Di belakangnya, langit putih bergetar. Dari kejauhan, di puncak istana cahaya, sepasang mata emas lain terbuka — mata seorang dewa kuno yang tersenyum dingin.

Langit Alam Suci bergetar untuk terakhir kalinya, sebelum semuanya kembali sunyi.

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!