Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18 mimpi buruk
"Tidak,,,,saya mohon jangan sakiti Rana,,,"
Teriak Nara sambil bersimpuh memegangi perutnya yang terasa sakit karena terbentur sofa kamar itu. Dengan meringis kesakitan ia mencoba bangkit dari duduknya, Lalu sedikit berlari ia bersimpuh di kaki Ibu Suri.
"Saya mohon,, jangan sakiti adik saya,,, biarkan dia hidup,,, Nyonya, saya akan menuruti semua perintah dan keinginan anda, tapi biarkan adik saya hidup,,, hikkkss,, hiikkksss,,"
Dengan derai airmata Nara bersimpuh memegangi kaki wanita yang ingin melepas semua alat medis yang ada di tubuh Rana. Sambil tersenyum sinis penuh kemenangan, ia pun mendorong tubuh Nara yang memegang kakinya, hingga Nara tersungkur ke lantai.
"Kau pikir kau siapa berani membuat kesepakatan denganku, kau hanya butiran debu yang menempel di baju putraku, sekali libas kau akan hilang dari baju itu, jadi jangan macam macam denganku."
Nyonya Lia mencengkram kasar dagu Nara lalu melepasnya dengan kasar. Hingga tubuh Nara yang ikut terangkat sedikit karena mengikuti cengkraman Nyonya Lia, kini terjerembab ke lantai.
"Dengar,,, kalau kamu ingin kedua adikmu itu tetap hidup, maka enyahlah dari kehidupan putraku untuk selamanya, dan jangan sesekali kau tampakkan batang hidungmu di hadapan kami,,, mengerti ,,,!"
Nyonya Lia menatap tajam ke arah Nara yang kini masih bersimpuh dengan derai air mata yang membasahi pipinya, lalu terjun bebas jatuh ke lantai.
"Saya janji,,, akan pergi dari kehidupan putra anda, tapi biarkan anak ini tetap hidup di rahim saya,,, hiiikksss,,,, hiikksss,,,"
Ucap Nara sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
"Kau pikir aku bodoh hah,,, jika anak itu tetap ada di rahimmu, ia bisa menjadi pengikat antara kau dan putraku, dan aku tak mau punya keturunan dari mu, memandangmu saja rasanya mau muntah,, ingin sekali aku menghabisimu saat ini juga, tapi tidak,,, hukuman itu terlalu ringan untukmu, karena aku akan menyiksa batinmu perlahan lahan, itu yang akan menyenangkanku,,, haa,, haa,, haa,,,"
Tawa lepas pun keluar dari bibir wanita yang sangat arogan itu. Ia cukup menikmati keadaan Nara yang sudah tidak berdaya. Tak hanya dengan kata kata ia menyakiti Nara. Kini tangannya pun mulai menyeret tubuh Nara hingga sampai di tempat tidur Rana berada.
Sesampainya di samping tempat tidur Rana, Nyonya Lia mengambil obat yang ada di nakas, lalu memberikannya pada Nara.
"Ambil,,, dan minum obat ini,,,!"
Namun Nara tidak mengambil obat yang diberikan oleh Nyonya Lia. Membuat wanita itu semakin naik pitam.
"Cepat ambil,,,!"
Dengan nada tinggi wanita itu menyodorkan obat itu tepat di wajah Nara.
Namun lagi lagi Nara tak mau mengambil obat itu, hingga hilang kesabaran dari Nyonya Lia, dengan kasar ia meminumkan obat itu dengan tangannya sendiri. Meski Nara berusaha berontak, namun ia dalam posisi yang tidak menguntungkan, hingga akhirnya obat itu pun masuk ke dalam kerongkongan Nara dan tertelan oleh nya.
Dengan sedikit batuk batuk, Nara pun berdiri dari posisinya lalu melangkah mengambil air minum di atas nakas. Segera ia meminum air itu karena merasa obat tadi masih di tenggorokannya.
Setelah menghabiskan setengah gelas air minum, Nara pun mendekati Nyonya Lia yang duduk santai sambil membuka majalah bisnis di sofa kamar itu.
"Nyonya,,, obat apa yang anda kasih ke saya?"
Tanya Nara dengan nada yang gemetaran.
"Sebentar lagi kau pun pasti akan tahu obat apa itu,,," tuturnya santai sambil membalik majalah bisnisnya.
Nara yang tak mendapat jawaban dari Ibu Suri pun melangkahkan kakinya mendekati ranjang Rana.
Saat tepat berada di samping tempat tidur Rana, tiba tiba saja ia merasakan sakit yang teramat sangat di perutnya. Karena tak tahan dengan rasa sakit itu, ia pun berpegangan pada tempat tidur Rana dengan menggunakan tangan yang satunya, sedangkan tangan yang lain memegangi perutnya yang terasa teremas remas.
"Ya Allah,,, sakit,,, Allah,,, aku gak kuat lagi,,, ahh,,,, sakit,,,hiikkss,,, hiikkss,,,"
Air mata Nara pun mengalir lagi tak tahan dengan rasa sakitnya, terasa olehnya ada yang mengalir dari selangkanya, saat ia melihat ke arah kakinya, nampak darah yang mengalir, melihat itu ia pun histeris dan berteriak.
"Anakku,,,"
"Sayang,,, bangun,,, kau kenapa,,,sayang,,, bangun,,,!"
Raffi menepuk pelan kedua pipi Nara. Berusaha membangunkan istrinya dari tidurnya.
Nara pun terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang membasahi seluruh tubuhnya. Nafasnya memburu, dengan tatapan kosong kedepan.
"Sayang ,,, kau kenapa, apa kau bermimpi buruk?"
Raffi mengambil handuk kecil kemudian menyeka keringat Nara. Ia sangat terkejut melihat Nara yang mengigau dalam tidurnya dengan memanggil manggil,,, "anakku,,,"
Nara yang kini sudah kembali kesadarannya pun memeluk Raffi dengan erat.
"Aku takut Kak,,, aku takut mimpi itu menjadi nyata, aku tak mau kehilangan anak kita Kak,,, aku tak mau,,,"
Raffi pun menakupkan kedua tangannya di pipi Nara, yang terlihat rona kecemasan dan ketakutan disana.
"Tenanglah,,, minumlah dulu,,,"
Raffi pun memberikan segelas air kepada Nara.
Perlahan Nara meminum air yang di berikan oleh Raffi, lalu meletakkan gelas kosong itu di nakas.
"Sekarang ceritakan padaku, mimpi apa kamu sayang?"
Raffi merengkuh tubuh Nara ke dalam pelukannya. Mengecup lembut keningnya dan membelai rambutnya, berusaha memberikan ketenangan untuk istri kontraknya itu.
"Aku mimpi Mama Kakak datang, lalu memberiku pilihan antara adik adikku dengan Kakak,, ia juga berusaha memisahkan aku dengan anak kita."
Air mata kembali membasahi pipinya, mengingat mimpi yang baru saja di alaminya.
"Tenanglah sayang,,, aku akan melindungi kalian dari Mama, meski harus berdebat dengan beliau."
Tutur Raffi lembut sambil memeluk istrinya.
"Kakak,,, Rana,,,"
Tiba tiba saja Naya masuk ke ruang istirahat Raffi dengan terengah engah, sambil menunjukkan tangannya ke arah Rana berada.
"Dasar pengacau selalu saja merusak momen kami,,,"
Lirih Raffi yang terdengar oleh Nara, hingga membuat wajahnya memerah karena malu, ia masih ingat bagaimana Naya tiba tiba masuk dan menyuruh Raffi menjauhinya, kini terulang lagi, namun Rana,,,
Sadar akan ucapan Naya, Nara segera turun dari tempat tidur lalu berjalan setengah berlari menuju tempat tidur di mana Rana berada.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹