"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percaya Diri
Pertemuan bersama Furqon menyisakan rasa yang sesak bagi Nadira,kenyataan bahwa orang tuanya meninggal ternyata ada campur tangan dari mertuanya,bahkan pernikahannya di jadikan alat agar kasus itu tidak pernah terungkap membuatnya merasa syok sekaligus marah.
Disampingnya masih berdiri Henry Callen,mereka berjalan bersisian menuju lobi perusahaan milik Furqon.
"Henry,sepertinya aku ingin membeli sesuatu untuk keperluan pribadiku.karna tidak mungkin lagi aku kembali ke rumahku untuk mengambilnya".
"Tentu saja,aku akan menemanimu".
"Kalau begitu kita ke supermarket sebelah sana saja ya".
"Ayo aku antar kau dengan senang hati".
"Beruntung sekali aku memiliki teman sepertimu".
"Teman?"
"Iya,teman"
"Aku pikir,kalau aku belajar menjadi suami denganmu...kau akan menganggap aku suamimu".
"Maksudmu?"
"Ehm...tidak ada maksud apa-apa,hanya harapan seorang murid pada gurunya"
Nadira tertawa kecil,"Kau ini,murid teladan rupanya".
"Sudah ku bilang jangan remehkan aku,meski aku seorang murid untukmu akan aku pastikan nilaiku selalu A+,agar guruku mengenangku sebagai murid yang cerdas."
"Baiklah,baiklah...muridku yang cerdas".
"Kalau begitu,sebutan suami untukku apa sudah layak?"
"Ehm...aku rasa,murid harus menjalani beberapa ujian".
Henry tersenyum,seakan mendapat lampu hijau untuk terus berusaha agar sebutan suami layak untuknya.
"Aku akan mengusahakannya,sebutan 'Suami' dari seorang guru seperti dirimu layak untukku."
Nadira hanya tertawa,menurutnya kalimat Henry tadi hanya candaan dari seorang teman yang ingin menghiburnya.
Namun jauh di lubuk hati Henry,'Aku serius mengucapkannya,bahkan ini adalah sumpahku'.
***
Tiba di parkiran supermarket,suasana sedikit lengang. Tidak terlalu banyak pengunjung.
"Aneh sekali, supermarket ini biasanya tidak pernah sepi.Kenapa ini sepi sekali."
"Luca membokingnya,hanya orang tertentu dengan identitas tidak mencurigakan yang bisa masuk"
"Hah? Maksudmu,kau menyewa supermarket ini?"
"Pengawalan untukmu harus ekstra ketat Nadira,aku tidak mau siapapun menyentuhmu".
"Tapi,ini apa tidak berlebihan".
"Tidak ada yang berlebihan untuk orang berharga sepertimu."
"Kau banyak sekali menghabiskan uangmu hanya untukku Henry".
"Tidak masalah,aku bisa mengumpulkannya lebih banyak lagi."
Mereka berjalan bersisian,meski terlihat santai Henry tetap waspada.Dia merasa apapun bisa terjadi pada Nadira,terlebih saat setelah mendengar dari Furqon soal Alfonso yang sekarang menjadi musuh untuk Nadira.
***
Keranjang dorong bergerak pelan di depan mereka. Lampu putih supermarket memantulkan cahaya lembut di lantai mengilap. Nadira berjalan di sisi kiri, satu tangan memegang pegangan keranjang, sementara tangan lainnya sesekali mengusap perutnya yang mulai membulat. Henry berada di samping kanan, seolah menjadi dinding pelindung yang selalu berjaga.Mereka berhenti di lorong perlengkapan ibu hamil.
Henry mengambil satu kotak vitamin prenatal, mengangkatnya sedikit.“Yang ini formulasinya paling lengkap. Dokter biasanya rekomendasikan,”
Nadira tersenyum kecil.“Kamu belajar semua ini dari mana?”
“Dari malam-malam tidak bisa tidur,” jawab Henry sambil memasukkan vitamin ke keranjang. “Kamu tidak sadar berapa banyak yang kupelajari soal kehamilan sejak kamu tinggal di rumahku.”
"Begitu ya,kau sangat ingin belajar jadi suami rupanya"
"Tentu saja,aku tidak ingin seorang pun meremehkan kemampuan ku".
"Ah ...kau terlalu idealis"
"Hanya orang-orang percaya diri yang bisa melakukannya,aku salah satunya."
"Henry,kau membuat dirimu selalu menarik dengan cara berfikirmu".
"Benarkah? Kau tertarik padaku?"
"Ehm...kenapa ucapanku tadi malah menjebakku untuk menjawab pertanyaanmu."
"Haha...kau tinggal bilang kalau kamu mulai tertarik padaku.Terlihat dari caramu membicarakanku tadi."
"Ah...kau ini,kepercayaan dirimu itu sekali-kali harus di nomor duakan".
"Tidak bisa Nona,jika berhadapan dengan wanita seperti mu,kepercayaan diri adalah modal utama."
"Hah?...kau... bisa-bisanya menilaiku!"
Henry tersenyum nakal,membuat alis Nadira sedikit terangkat.Tak bisa ia pungkiri,ada bagian hatinya yang menghangat yang bahkan tidak sengaja terbentuk ketika mendengar percakapan bersama Henry.
Lorong berikutnya adalah sabun mandi khusus ibu hamil. Nadira mencium salah satu botol aroma chamomile lembut,Henry memperhatikan ekspresi tenangnya.
“Kalau yang itu bikin kau rileks, ambil dua,”
Nadira tertawa pelan, "Aku cuma butuh satu, Henry.”
Mereka berjalan lagi, kini memasuki area perlengkapan bayi. Secara refleks, langkah Nadira melambat. Boneka kecil, kaus kaki mungil, bedak khusus bayi semuanya menyentuh tempat paling lembut di hatinya.
Henry mengambil sepasang kaus kaki warna krem, ukurannya kecil sekali.“Lihat ini,” ujarnya sambil menaruhnya di telapak tangan. “Aku baru sadar ada manusia yang nanti kakinya sekecil ini.”
Nadira menggigit bibir, hampir tersenyum, hampir menangis tidak tahu mana yang lebih kuat.
“Kamu yakin kita… boleh beli ini sekarang?”
“Tentu saja. Tidak ada salahnya''
Mata Nadira melembut. Tanpa sadar, ia meraih kaus kaki mungil itu dan menaruhnya di keranjang,tepat di atas vitamin prenatal dan sabun chamomile miliknya.
Semua perlengkapan pribadi yang Nadira inginkan sudah berada di troli yang mereka bawa.Henry dan Nadira mendorong troli itu pelan,secara bersama.
Di kasir, Henry berdiri sedikit di belakang Nadira, satu tangan di sisi tubuhnya agar tidak ada yang terlalu dekat. Gerakannya natural, seolah memang selalu menjaga seperti itu.
Kantong-kantong belanjaan siap, Henry mengambil semuanya.“Ayo pulang sebelum kau lelah. Aku buatkan teh hangat nanti.”
Nadira menatapnya lama, 'Henry memperlakukanku sangat lembut,seperti seseorang yang tidak perlu aku minta, tapi selalu hadir.' Ujarnya dalam hati.
Dan di antara lampu supermarket yang terang dan dunia luar yang dingin, mereka terlihat… seperti keluarga kecil yang sedang memulai sesuatu.
***
Di area parkir,sesosok laki-laki memakai pakaian gelap dengan topi yang hampir menutupi setengah wajahnya
berdiri.Menyelinap di antara dinding-dinding pilar.
Gerakannya sangat terukur,membaca dengan cermat situasi.Mencari celah kesempatan.
Henry menyadari sosok itu,perlahan ia menggenggam tangan Nadira.Memastikan Nadira benar-benar aman di sisinya.
*
*
*
~Readers,siapa sosok laki-laki itu?
~ Penasaran? ikutin terus ceritanya.Jangan lupa like,koment dan Subscribe
~Salam hangat dari penulis 🤍