Kisah romantis seorang aktor yang arogan bersama sang asisten tomboynya.
Seringkali habiskan waktu bersama membuat keduanya saling menyembuhkan luka masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31. Tidak Suka Perempuan
31
Syuting diliburkan dua hari penuh dan untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan, ia bisa benar-benar beristirahat.
Begitu tiba di kosnya yang kecil namun rapi, Allen langsung menjatuhkan tubuh lelahnya di kasur. Napasnya terlepas panjang, tubuh terasa ringan meski lelah masih membekas di setiap sendi. Ia hanya ingin tidur tanpa mengenakan binder ketat, membaca sedikit novel, lalu menyiapkan makanan sederhana untuk dirinya sendiri.
Namun, baru beberapa menit menutup mata, suara berisik dari luar pintu terdengar.
Tawa-tawa nyaring, langkah terburu-buru, dan suara seseorang yang sangat ia kenal, Reikha.
“Mas Allen! Hei, Mas Allen! Bukain pintu dong!”
Allen membuka mata dengan napas tertahan. Ya Tuhan, kenapa hari ini juga?
Ia cepat-cepat bangkit, memakai binder kembali dan merapikan kaos yang dikenakan, lalu membuka pintu sedikit.
Reikha berdiri di sana dengan kamera ponsel yang menyala di tangan, diikuti dua temannya yang tampak heboh dan penuh semangat.
“Hei! Aku tahu Mas libur hari ini, makanya pas banget buat bikin konten bareng kita!” seru Reikha sambil mengedipkan mata.
Allen menatap mereka dengan canggung. “Konten apa, Reikha? Aku cuma mau istirahat, sungguh.”
Reikha nyengir, mengibaskan rambutnya. “Cuma video ringan kok! Challenge gaya asisten artis sehari. Kamu kan cocok banget buat itu, Mas, natural!”
“Reikha, aku benar-benar...”
Namun sebelum ia sempat menolak lagi, salah satu teman Reikha sudah menyorotkan kamera ke arahnya.
“Mas Allen, senyum dulu dong!”
Allen kaget dan mundur selangkah. “Udah ah!”
Tapi Reikha malah tertawa. “Ah, ekspresimu yang polos itu justru bagus banget, real banget! Nih, angkat tangan dikit, pura-pura lagi ngatur kostum gitu.”
Allen memegangi pelipisnya, bingung harus berbuat apa. Ia sadar satu gerakan salah bisa membuat penyamarannya terbongkar, apalagi kalau konten itu viral.
Namun menolak mentah-mentah pun bisa membuat kecurigaan muncul.
Ia menatap Reikha dengan nada lemah, “Kamu yakin nggak apa-apa upload aku di situ? Aku bukan siapa-siapa.”
Reikha tersenyum santai. “Justru itu yang lucu, Mas. Kamu tuh kayak… misterius, tapi humble. Penonton pasti suka banget!”
Allen menunduk, jantungnya berdetak cepat. Ia tersenyum kikuk ke arah kamera, mencoba mengikuti arahan, meski dalam hatinya terasa sesak.
Bagaimana kalau Aldrich lihat ini? Bagaimana kalau orang lain mengenaliku?
Namun sebelum ia sempat mencari alasan untuk menghentikan semuanya, Reikha sudah memutar tubuhnya dengan penuh semangat.
“Oke, next scene, mas Allen bakal akting jadi manajer artis super sibuk! Ayo, siap-siap!”
Allen hanya bisa menarik napas panjang.
Di dalam dirinya, dua sisi beradu, keinginan untuk tetap aman dalam penyamaran, dan rasa sungkan menolak permintaan teman.
Dan di tengah hiruk pikuk tawa Reikha dan teman-temannya, Allen tersenyum kaku, sebuah senyum yang menutupi keresahan, saat ia sadar, hari istirahat yang ia impikan, sudah berubah menjadi hari penuh ketegangan yang tak bisa ia hindari.
*
Sore menjelang malam, suasana di kamar kos Allen perlahan tenang.
Reikha sudah menyingkirkan kameranya dan duduk di lantai, bersandar di kasur dengan wajah kusut. Riasannya sudah luntur, dan tawa riangnya sejak tadi sirna.
Allen yang duduk di tepi ranjang memperhatikan dalam diam. Baru saja mereka menyelesaikan pembuatan konten yang cukup melelahkan, tapi suasana berubah begitu cepat.
Reikha menatap kosong ke lantai sebelum akhirnya bersuara lirih,
"Mas Allen… kamu pernah nggak… ngerasa disia-siain?”
Allen mengerjap. “Maksud kamu?”
Reikha tertawa hambar, suaranya parau. “Ternyata pacarku selingkuh, Mas. Sama temenku sendiri.”
Ia menghela napas dalam, menatap langit-langit kamar. “Aku baru tahu tadi pagi. Dan bodohnya aku masih nyari alasan buat ngebelain dia.”
Allen diam beberapa detik, mencoba mencari kata yang tepat.
Ia tahu, Reikha selama ini terlihat ceria dan percaya diri, tapi ternyata di balik itu ada luka yang dalam.
“Kadang… orang yang paling kita bela justru orang yang paling bikin kita patah,” ujar Allen lembut.
Reikha menoleh, matanya yang berair memantulkan lampu redup kamar.
Allen melanjutkan, “Tapi kamu berhak marah, Reikha. Kamu berhak kecewa. Cuma jangan sampai rasa itu bikin kamu lupa kalau kamu tetap berharga. Kamu masih punya banyak hal baik dalam hidupmu.”
Hening sejenak. Hanya suara kipas yang terdengar.
Lalu Reikha menunduk, memeluk lututnya.
“Mas Allen… kamu selalu bisa ngomong setenang itu, ya?”
Allen tersenyum samar. “Aku cuma ngomong apa yang kupahami.”
Reikha memandangi wajah Allen lama sekali, terlalu lama hingga membuat Allen mulai gelisah.
Dan tanpa aba-aba, Reikha bergumam pelan namun jelas,
“Aku rasa aku mulai suka sama kamu, Mas.”
Allen menegakkan tubuh, matanya membesar. “Hah?”
“Aku serius,” ucap Reikha dengan suara bergetar. “Aku ngerasa nyaman banget di dekat kamu. Kamu… gak kayak cowok kebanyakan.”
Ia menunduk lagi, suaranya nyaris hilang. “Kamu bikin aku tenang.”
Allen terdiam.
Jantungnya berdebar keras, bukan karena bahagia, melainkan karena panik.
Bagaimana kalau ia tahu aku bukan laki-laki? Bagaimana kalau ini jadi masalah besar nanti?
“Reikha…” Allen berusaha menata nada suaranya. “Aku... aku nggak tahu harus jawab apa. Aku cuma nggak mau kamu salah paham.”
Reikha menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Jadi kamu nolak aku?”
Allen menghela napas pelan. “Aku cuma nggak mau kamu nyesel nanti.”
"Nyesel gimana, mas? Jelasin biar aku ngerti!" desak Reikha.
Allen memijit keningnya. Bingung.
"Mas!" Reikha menarik-narik tangan Allen.
"Udah, kamu mending balik ke kamar kamu. Singkat aja, aku gak doyan sama perempuan. Semoga kamu ngerti." tegas Allen membuat wajah Reikha pucat seketika.
Sunyi. Hanya terdengar suara hujan tipis di luar jendela.
Reikha menunduk tanpa berkata-kata, sementara Allen merasa bersalah meski tak bermaksud melukai siapa pun.
Di saat yang sama, jauh di tempat lain, di lokasi vila tempat kru masih berkumpul, Liang menatap layar ponselnya yang menampilkan nama Allen.
Ia menekan tombol panggil berulang kali, tapi hasilnya sama, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Karena tadinya Allen memang berniat istirahat total tanpa diganggu oleh notifikasi ponsel.
Liang mengembuskan napas gusar, berjalan mondar-mandir di teras.
“Kenapa sih ponsel kamu offline lama banget, Al…” gumamnya lirih.
Sementara dalam hatinya, ada firasat tak tenang yang makin kuat. Ia sudah menganggap Allen seperti adiknya sendiri. Karena Allen sangat penurut, tidak pernah membantah ucapan Liang. Serta satu hal yang kini ia pelajari, Allen berpotensi untuk menjadi pawangnya Aldrich.
"Ko, Allen mana? Kita berangkat ke Jogja. Romo tadi telfon, Ibu sakit dan mau ketemu aku." Kata Aldrich.
Mendengar itu, bagi orang baru, tentu terdengar sangat kontras. Aldrich yang berwajah oriental dan berpostur tinggi tegap itu ternyata berasal dari kalangan priyayi.
Ayahnya yang memiliki darah Jerman dan Tionghoa menikah dengan seorang wanita bangsawan di tanah Jawa.
Bagaimana kisah selanjutnya saat mereka mudik ke Jogja?
Next chapter...
.
YuKa/ 051125
alhamdulillah. akhirnya Aldrich ngungkapin perasaannya ke Allea. ikut bahagia. pokoknya rukun2 kalian berdua. kita tunggu nikahan 2 bulan lagi. yeyyy... kondangan online kita. bener Ko Liang. bilang aja ngantuk n gk lihat kanan kiri, biar selamet🤭🤭🤭🥰🥰🥰
mksh kak Yuka
love love sekebon🥰🥰🥰
adanya adegan romantis mulu
sayangnya tak ada paksu
udah balik cari cuan dulu, 😭😭😭