Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di luar nalar
Jantungku seketika berdetak kencang, siapa gerangan yang menepuk pundakku. Jangan bilang dia itu siluman lele. Bisa mati aku.
"puk... Puk.."
Ku telan saliva ini, jika benar ini siluman lele malam mau tidak mau aku harus melawannya. Dengan perlahan ku putar leher ini, namun seketika mataku membola bagaimana tidak ternyata itu Bowo. Dia bahkan sudah memberikan kode untuk aku tetap diam.
"ssstttttt..."
Ku anggukkan kepala ini, kemudian Bowo berdiri sejajar dengan ku dengan tangan masih menempel di bibir.
"jangan bersuara kak," ucapnya hampir tidak kedengaran.
Aku mengangguk cepat, kini aku dan Bowo sama-sama mengintip melihat apa yang terjadi di sana.
"bapak minum dulu ya, habis itu tidur." ucap buk Surti seraya mengambil gelas yang berisikan air merah kental yang di pegang Sinta.
"bapak gak mau buk, bapak sudah tidak sanggup" rintih pak Karto dengan suara pelannya.
Namun buk Surti tak menggubrisnya, dia tetap saja meminum kan cairan merah tersebut ke dalam mulut pak Karto.
Dengan memencet hidung pak Karto, buk Surti berhasil meminum kan satu gelas cairan berwarna merah ke dalam mulut suaminya, dan seketika mata pak Karto melotot. Bahkan, perutnya juga semakin membesar, bola matanya yang melotot sampai mengeluarkan urat.
"itu kenapa Wo?" ucapku spontan.
"jangan bersuara kak," ucap Bowo sambil terus mengintip ke sana.
Mau tidak mau aku mengikuti saran Bowo barusan, mataku masih tertuju kesana bahkan terlihat jelas saat ini buk Surti tengah memegang pisau yang sangat tajam.
"sebaiknya kita pergi dari sini kak,"
"tunggu dulu, itu ibu mu mau ngapain!"
" jangan di lanjutkan kak, kalau ketahuan kita bisa mati di sini"
Namun aku tidak menggubrisnya, ini sudah separuh jalan. Terserah jika Bowo mau pergi aku tak perduli.
"creeeees, creeeeees, creeeeees!"
Ngilu jangan di tanya lagi, bagaimana tidak buk Surti membelah perut pak Karto dengan pisau yang di pegangnya. Tak ada rasa kasihan sedikitpun di hatinya terhadap lelaki malang itu.
"hahahahaha, lihatlah tuan tampan dan berkharisma aku berhasil." ucap buk Surti dengan suara besarnya. Dia menatap sekeliling kamar itu, seolah siluman itu tengah berada di sana.
Tanpa belas kasihan sedikitpun, buk Surti memasukan tangannya ke dalam perut pak Karto, seperti hendak mengambil sesuatu di dalam sana.
Putar sana putar sini terlihat jelas tangan buk Surti mengarah ke sana ke sini dan sungguh biadabnya ternyata tanpa ampun buk Surti mengobok-obok isi perut pak Karto dan tak memperdulikan jika sang suami tengah sekarat.
Sementara itu, mas Rama dan istrinya hanya diam seperti tak mengetahui apapun yang terjadi. Mereka seolah-olah seperti terkena hipnotis, tatapan mata kosong seperti orang bodoh.
"kita harus menolong pak Karto, Wo!" Ucapku dan bersiap mendorong pintu kamar.
"jangan kak, ku mohon jangan masuk kesana." ucap Bowo seraya melihatku tanganku langsung di pegang olehnya.
" bapakmu dalam bahaya Wo, apa kau tidak kasihan!"
" bukan seperti itu kak, ayo kita pergi dari sini kak. Sebentar lagi iblis itu datang."
Tanpa ba-bi-bu Bowo langsung menarik tanganku berjalan entah kemana, tapi yang pastinya ini menuju arah belakang rumah.
"kita mau kemana?"
"sembunyi kak, sebentar lagi siluman itu akan keluar. Ku mohon kakak jangan melakukan apapun."
Sedikit jengkel, tapi mau tidak mau aku harus menuruti ucapan Bowo, setelah mendapatkan tempat yang aman aku dan Bowo bisa melihat apa yang terjadi sana.
Air kolam mulai bergelombang seperti ada yang menggerakkan dari dasar, dan benar saja tak lama kemudian siluman itu keluar dari kolam.
Berdiri tegak memindai setiap sudut tempat ini, terkadang otak ini berpikir habis dari mana tampan dan berkharisma nya siluman ini.
Tubuh katak berkepala lele sama sekali tidak tampan, aneh iya.
"jangan terus memandanginya kak, nanti kau jatuh cinta."
" jatuh cinta kepala mu, kau kira aku sama seperti ibu dan kakakmu." sungut ku.
" ya maaf kak."
Dasar Bowo sialan, bisa-bisanya dia berkata seperti itu.
mataku terus terfokus ke sana, namun dari arah dalam rumah tampak buk Surti mendorong kursi roda yang ternyata ada oak Karto tengah terduduk di sana dengan perut robek dan darah memenuhi baju dan celananya.
"Tuan tampan dan berkharisma, terimalah persembahan hamba." ucap buk Surti sembari menundukkan kepala memberikan hormat.
"kau memang abdi setia ku," ucap siluman itu sembari melihat pak Karto yang sudah tak bernyawa.
Dengan ganas siluman itu memasukkan tangannya ke perut pak Karto yang telah robek, merogoh dengan kasar dan langsung mengeluarkan isi perut lelaki malang itu.
Tampak di sana makhluk itu begitu lahap memakan isi perut pak Karto bahkan hanya dalam hitungan detik organ dalam pak Karto sudah habis.
"sangat lezat." ucap iblis dengan tawanya yang keras.
"sekarang lempar dia ke dalam kolam, anak-anak ku pasti sudah sangat lapar." perintah siluman itu lagi.
Dengan sigap mas Rama mengangkat pak Karyo dan langsung melemparkan nya ke dalam kolam. Dan apa kalian tau, seisi kolam berebut memakan jasad pak Karto dan hanya hitungan menit jasad itu sudah habis tak bersisa bahkan baju dan celana yang di kenakan juga habis.
Raut bahagia jelas terlihat di wajah buk Surti dan tanpa sedikitpun terlewat terlihat juga siluman itu memberikan cairan dari kulitnya yang berwarna hijau pada mertua mas Rama itu.
"terimakasih tuan tampan dan berkharisma." ucap buk Surti sembari mengangguk kan kepala.
Siluman itu mengangguk dan kembali ke kolam, sementara buk Surti kembali ke rumah dan juga mas Rama serta Sinta ikut turut serta.
Setelah mereka hilang dalam pandangan mata, aku sedikit bernapas lega. Lalu ku tatap Bowo, "katakan padaku.!" ucapku tanpa berkedip sedikitpun.
" katakan apa kak?"
"untuk apa cairan itu!"
Tampak Bowo sedikit ragu menjelaskan nya padaku, bahkan dia terkesan takut.
"tidak kak," ucapnya.
"tidak kau bilang, kau ingin mas Rama juga menjadi tumbal makhluk sialan itu. Iya!" bentakku.
Nafasku memburu, kalau tidak karena butuh informasi ini ada udah ku tenggelamkan ke dalam kolam.
"sekarang cepat katakan, sebelum pikiran ku berubah." ucapku dengan mata tajam.
Bowo tampak menelan saliva, kali ini aku harus bisa menggali informasi pada anak bergigi kuning ini. Jangan sampai dia berbohong padaku.
"katakan!" bentakku.
"tapi kak,...!"
"jangan tawar menawar lagi padaku Bowo, dan jangan berbohong. Kalau kau tak mau ku lempar ke dalam kolam siluman itu."
Bowo terdiam, kemudian menarik tangan ku berjalan menjauh dari kolam. Kembali masuk ke dalam rumah, namun kali ini aku di bawa ke sebuah ruangan entah kamar siapa, tapi ini bersebelahan dengan kamar di mana buk Surti dan siluman itu memasukkan kasih.
"kamar siapa ini?" bisikku.
Tanpa menjawab Bowo langsung mengajakku mendekat pada ranjang, dan mataku seketika membulat bagaimana tidak di sana terbaring seorang wanita yang mirip seperti mumi.
"siapa dia Wo!"
"dialah alasan ibu bersekutu dengan iblis itu kak."
" iya tapi dia siapa?"
" ibunya, ibuku kak. Ibu ingin nenek hidup kembali. Sebab itu dia bersekutu dengan siluman itu."
" jadi maksud mu cairan itu....?"
" hmmm iya kak, cairan itu di minumkan ke tubuh nenek, makan lambat laun tubuh nenek akan kembali ke seperti semula."
Dasar tolol, bisa-bisanya hanya untuk menghidupkan orang mati buk Surti mau terjun ke lembah dosa.
"terus alasannya apa ibu mu sampai mau menghidupkan nenekmu, Wo?"
" warisan kak,"
" warisan?" ucapku bingung, warisan apa ini harta atau yang lainnya.
"iya warisan kak, tapi kami tidak tau warisan apa yang di maksudkan ibu. Yang kami tau, setiap bulan purnama harus ada tumbal untuk siluman itu, agar nenek cepat kembali hidup seperti sediakala."
Banyak pertanyaan yang muncul di otakku, tapi nanti akan ku diskusikan dengan Bima dan Galuh. Jangan sampai aku gegabah dalam hal ini.
"Baiklah, sekarang antar aku ke depan. Aku tidak mau kepergok oleh orang rumah ini," ucapku padanya, jangan sampai Surti sialan itu memergoki kami berdua di kamar ibunya.
" iya kak"
Gegas kami meninggalkan kamar nenek Bowo berjalan perlahan, untungnya kami tidak bertemu siapapun jadi aman kemudian aku duduk di ruang tamu seolah baru datang.
"anggap tidak tau apa-apa ya kak, tolong kondisikan ekspresi wajahmu kak."
" diamlah, kau ini cerewet sekali. Sekarang kau panggil ibumu dan mas Rama. Bilang kalau aku datang."
Bowo seketika berlalu, entah bagaimana reaksi ibuku jika tau pak Karto meninggal dengan tragis. Aku yakin, dia pasti akan trauma.
Tak lama kemudian, muncul dari dalam buk Surti, mas Rama dan juga mbak Sinta. Tampak raut tak suka di wajah ibu dan anak tersebut sementara kakakku seperti biasa.
"kau sendiri saja Laras," ucap mas Rama seperti biasa.
Sepertinya mas Rama sudah kembali ke mode waras, efek ilmu sirep yang digunakan buk Surti sudah hilang.
"iya mas, ibu yang suruh nganter semur jengkol itu udah Laras taruh di meja makan."
" di meja makan?" ucap buk Surti spontan.
" iya, kenapa buk?"
Tampak raut takut terlihat di sana, takut ketahuan mungkin.
"tidak apa-apa,!" jawabnya cepat.
Aku menganggukkan kepala, ku lirik Sinta dia tak berkat apapun tapi ekspresi nya sangat dingin sepertinya dia masih sakit hati karena kena tonjok waktu itu.
"oh iya mas, aku numpang sholat ya. Sepertinya sudah masuk waktunya." ucapku.
" sho... sholat?" ucap mas Rama terbata.
" iya, biasanya kita kan berjamaah kalau di rumah, gak ada salahnya dong kita berjamaah di sini."
Panik? Sudah pasti. Bahkan buk Surti dan Sinta langsung beranjak meninggalkan aku dan mas Rama di ruang tamu.