Sering di-bully, hingga dikirim ke ruangan seorang dosen yang dikenal aneh, dia masuk ke dalam sebuah dunia lain. Dia menjadi seorang putri dari selir keturunan rakyat biasa, putri yang akan mati muda. Bagaimana dia bertahan hidup di kehidupan barunya, agar tidak lagi dipandang hina dan dibully seperti kehidupan sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Dililit Ular.
"Jamur obat dan jamur galeme ini bisa di jual di rumah obat, lumayan biar dapat uang Nona Deana," ucap pelayan itu semangat.
"Ini namanya jamur obat dan jamur geleme? Hah, ini kan jamur kuping dan jamur tiram!" ucap Putri Laeouya.
Deana dan pelayan itu menoleh pada Putri.
"Ambil semua jamur ini, ini enak!" seru Deana.
"Enak?" Deana menatap putri.
"Iya, ini bisa di makan Deana, emangnya kalo obat seperti apa?" Putri Laeouya bertanya pada Deana.
"Jamur yang sudah tua dan besar, bisa di keringkan dan di rebus menjadi berbagai macam obat dengan dosis tertentu," balas Deana.
"Oh, kalau begitu, yang tua di jual ke rumah obat, yang muda ini kita masak. Ini enak!"
Mereka pun mengambil beberapa jamur yang tumbuh di kayu-kayu lapuk di tepi rawa itu.
"Eh, coba pakai serangga air ini deh, ikannya mau makan!" Terdengar pelayan laki-laki berkata pada temannya.
Mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing, mulai dari mencari mata air, berburu, dan mencari makan, salah satunya berburu ikan di air tawar.
"Di lubang ini juga bisa pakai ulat tanah!"
"Lihat, aku mendapat ikan hitam dan panjang ini dengan umpan ulat tanah!"
"Aku juga, lihat aku mendapat banyak ikan dalam jaring lukah ini pakai serangga air."
Karena penasaran, Putri Laeouya pun mendekat dan melihat ikan-ikan apa saja yang mereka tangkap dengan umpan apa.
"Loh, ini maksud kamu serangga air?" tanya Putri.
"Iya, Putri."
"Jangan pakai umpan ini, pakai umpan sisa buah saja juga bisa, atau sobekan roti gandum, kemarin Deana pakai umpan itu, sementara serangga air ini, tangkap semua. Ini bisa kita jadikan makanan!"
"Makanan? Serangga air ini?" Mereka merasa jijik.
"Ini enak sekali! Tangkap serangga air ini sekarang, lalu ganti umpan kalian jangan pakai serangga air ini!" perintah Putri.
Dengan terpaksa mereka pun menjawab iya.
"Kalau ulat tanah ini bisa di makan juga putri?" Mereka bertanya sambil merinding.
"Tidak, ini tidak bisa. Siapa yang akan makan cacing! Ini tidak ada dagingnya, hanya tanah saja ditubuhnya, berbeda dengan serangga air yang disebut udang, ada dagingnya dan enak!" jelas Putri.
"Oh. Baiklah, Yang Mulia Putri. Kami akan menangkap serangga air—bukan, apa tadi namanya—" Dia menoleh pada teman disampingnya.
"Dang air," sahut temannya.
"Udang." Putri meluruskan.
Mereka pun menangkap udang, ada udang besar dan kecil banyak mereka dapat.
"Kalau serangga batu ini bisa di makan juga nggak, Yang Mulia Putri?"
"Serangga batu?" Putri Laeouya menoleh.
"Ini mah bisa sekali, tangkap yang banyak, dagingnya manis, tangkap semua."
"Serangga batunya banyak macam Yang Mulia Putri, yang kerucut dan petak ini juga ada, jadi yang mana saja yang bisa di makan?"
"Semuanya bisa, ambil semua!" seru Putri tersenyum.
"Hei, kau yakin, serangga batu ini bisa di makan? Apa lagi serangga batu kerucut ini?" bisik pelayan itu pada temannya.
"Sudahlah, kita ikuti saja apa yang diminta Yang Mulia Putri deh!"
Serangga batu yang mereka hebohkan adalah kepiting air tawar, siput dan keong.
"Yang Mulia, benarkah anda meminta mereka mengumpulkan serangga-serangga itu?" Deana muncul dan mendekat ke arah putri yang duduk di tunggul kayu, melihat orang-orang bekerja.
"Iya."
"Untuk apa, Yang Mulia Putri?" Deana bertanya.
"Aku sudah pernah bercerita pada kamu beberapa waktu lalu 'kan? Saat aku memakan daging monster pengawal ibu kamu. Kalau aku bisa makan apapun?"
"Iya." Deana mengangguk.
"Dan kamu juga tahu 'kan, aku pernah kau paksa berlatih, belajar ilmu bela diri dan lainnya, aku tidak bisa, dan aku memberi tahu kamu, kemampuan aku hanya makan kan? Dan selama aku makan apapun, aku akan tetap hidup, kecuali jika leherku berpisah dengan tubuh."
"Ya, saya tahu dan ingat, Yang Mulia Putri," sahut Deana.
"Serangga yang bening itu, serangga air, itu disebut dengan udang. Mereka yang pemakan daging porsi kecil, bisa memakan itu. Serangga batu pun juga bisa mereka makan. Itu adalah makanan berdaging. Sementara jamur-jamur tadi, bisa dimakan oleh mereka pemakan tumbuhan dan porsi daging kecil. Makanan ini hanya akan muncul di musim semi seperti ini. Jamur hanya tumbuh di kelembaban, di pohon kayu yang lapuk. Sementara serangga air ini hanya bisa hidup di air mengalir yang memiliki mata air. Jadi, pasti di sini ada mata air!" jelas Putri Laeouya.
"Maaf, jika saya sempat meragukan Yang Mulia. Saya salah. Ampuni saya Yang Mulia. Saya akan mengerahkan tenaga juga menangkap serangga-serangga itu, karena jamur-jamur sudah tak nampak lagi."
"Tidak perlu Deana, biarkan mereka saja yang menangkap serangga-serangga itu. Bagaimana kalau kau bawa aku menelusuri rawa ini, mungkin saja ada tumbuhan yang bisa di makan."
"Baik, Yang Mulia Putri."
Deana menggendong Putri Laeouya masuk ke dalam rawa. Mata mereka saling melihat kiri dan kanan, waspada akan bahaya dan juga mencari sesuatu yang bisa di makan.
"Aku yakin ada sesuatu lainnya yang bisa di makan. Karena di kerajaan Nerluc ini seperti bumbu masak aja ada di toko obat, jamur yang jelas-jelas bisa jadi sayur, mereka bilang obat. Udang saja dibilang serangga dan mereka jijik. Aku harus menemukan sesuatu yang mereka anggap tidak berguna, tapi berguna. Mungkin itu bisa dijual saat musim gugur dan salju, contohnya seperti ubi beracun kemarin, aku dan Deana mendapatkan uang yang banyak saat itu," gumam Putri dalam hati.
"Deana, apa kau tidak pernah mencoba makan serangga waktu ujian kerajaan saat itu? Padahal dagingnya sangat enak dan manis!"
"Tidak Yang Mulia Putri, karena ada banyak ikan, jadi saya hanya fokus pada ikan dan hewan kecil lain seperti kelinci."
"Oh, begitu, baiklah."
"Sss, Yang Mulia Putri tenanglah, ada bahaya!" Deana tidak bergerak dan segera meraih tombak serta pisau kecilnya.
"Ada ular besar!"
"Ular!" Putri Laeouya memegang kepala Deana erat, karena dia digendong jolang alias di gendong dipundak oleh Deana.
"Tenang dan jangan takut Yang Mulia, jangan bersuara. Aku akan mengalahkan ular itu. Pegang yang erat!" kata Deana.
Ular ini sangat besar, kelihatannya saja kepalanya kecil, rupanya sangat besar dan panjang. Saat Deana menusuk kepalanya dan bergelut, Putri Laeouya sampai terjatuh dari pundak Deana masuk ke dalam rawa.
"Yang Mulia Putri!" Konsentrasi Deana pecah, menyelamatkan Putri namun ular besar yang setengah terluka itu begitu agresif, langsung menerjang dan melilit Deana. Lalu, satu ekor ular lainnya juga mendekat ke arah Putri yang hampir tenggelam di rawa itu.
Sepertinya ular itu berpasangan!
"Putri!" Deana memekik keras. "Tidak!" Deana melawan, tapi lilitan ular besar itu juga semakin kuat.
"Oh Dewa, tidak! Aku akan mati jika di lilit dan ditelan ular ini. Ular ini lebih besar dari tubuhku!" jerit Putri Laeouya tertahan tanpa suara, dia mulai tenggelam, hanya kepalanya yang menengadah ke atas.