NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31

Emm-, jika bapak siap Insya Allah aku siap," sahutku gugup.

"Jangan karena aku, tetapi karena hati ibu itu sendiri," ucapnya lagi.

Aku benar-benar bingung dengan jawaban apa yang akan kuberikan padanya saat ini. keinginanku untuk menikah dan menolak sama besarnya. Suasana benar-benar hening. Aisyah yang biasanya selalu mencairkan suasana pun sekarang malah ikut terdiam.

"Tak harus di jawab sekarang, Bu. Ibu bisa shalat istiqarah dulu untuk meyakinkan hati," ucapnya kemudian. Hal itu sedikit membuatku lega.

"Bagaimana dengan bapak sendiri?"

tanyaku.

"Insya Allah siap, lahir batin," tegasnya.

"Nggak sabar malah," tambah Aisyah membuat lelucon.

"Apa sih? Kamu juga sebentar lagi dijodohin abi," ledek abangnya. Kakak adek itu lalu terlibat adu mulut saling serang dalam canda mereka. Melihat kedekatan mereka, besar keinginanku untuk menerima Pak Rahman. Tetapi jika teringat lagi dengan Jasson, masih ada sedikit keinginan untuk menunggunya walaupun keinginan itu sangatlah kecil.

Usai obrolan seriusku dengan Pak Rahman itu kami lalu ngobrol-ngobrol ringan dengan bermacam-macam topik. Mulai dari pesantren ini, hingga pertemananku dengan Aisyah.

Lebih satu jam aku di sana sebelum akhirnya pamit untuk pulang. Ya, pulang ke rumahku untuk berkumpul lagi bersama umi dan abi. Karena hari ini adalah hari terakhir sekolah di semester ini.

"Kapan aku bisa mengetahui jawabannya?" tanyanya ketika aku sudah hendak pergi.

"Selama libur semester ya, Pak," pintaku.

"Baiklah," jawabannya dengan senyum manisnya. Aku mengucapkan salam sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kakak adik yang kompak itu. Suasana sekolah benar-benar sudah sepi ketika aku keluar dari ruangan itu. Hanya ada petugas kebersihan yang sedang mengerjakan tugasnya.

Sampai di rumah, umi dan abi langsung menyambut kedatanganku. Sepertinya mereka sudah tak sabar ingin mendengarkan cerita taarufku dengan Pak Rahman tadi.

Setelah masuk rumah, kami beriringan ngobrol di ruang keluarga.

"Loh? Abi nggak kerja?" tanyaku mengingat ini masih di jam kerjanya.

"Mana bisa abimu bekerja dengan rasa penasaran seperti ini, Nak. Abi akan berangkat setelah mendengarkan ceritamu."

Umi yang menjawab.

Aku tersenyum memandang orang yang paling kucintai itu bergantian. Sebesar ini harapan mereka, apakah aku tega menghancurkan harapan mereka ini? Mereka tidak memintaku untuk bekerja di tempat yang bergengsi, tidak meminta materi, dan tidak meminta apa-apa. Mereka hanya ingin aku menikah dengan orang yang bisa menuntunku lebih dekat dengan Allah. Hanya itu saja. Mana mungkin aku akan tega mengkecewakan mereka.

"Tadi Nayla udah ngobrol dengan Pak Rahman ditemani Aisyah." Aku memulai cerita.

Terlihat mata umi dan abi dengan binar yang sama. "Lalu?" Abi sangat antusias.

"Beliau orang yang hebat. Pilihan umi dan abi memang sudah tepat, tetapi soal hati, aku belum bisa memastikan. Karena ini menyangkut masa depanku. Kuharap pernikahanku hanya sekali saja seumur hidup." Aku mengutarakan isi hati pada mereka. Kuharap baik umi atau pun abi tidak kecewa mendengarkannya.

"Kamu benar, Nak. Kamu harus salat istiqarah," saran abi.

"Iya, Bi. Tadi dengan Pak Rahman juga aku bilang begitu, dan aku minta waktu berfikir selama libur semester ini," paparku. Semoga berjodoh ya, Nak. Umi dan abi sudah nggak sabar lagi momong cucu," ucap umi.

Astaga, mimpi umi jauh lebih tinggi lagi rupanya. Aku benar-benar nggak ingin mengecewakan mereka yang sudah sangat berharap ini. Akan kuputuskan secepat mungkin dengan mempertimbangkan semua harapan mereka.

***

Ternyata hari cepat saja berganti. Tiba-tiba sekarang adalah hari terakhir libur semester. Itu berarti sudah tiba waktunya untuk memutuskan apakah aku akan menerima Pak Rahman atau tidak.

Umi dan abi sudah menungguku di ruang makan. Saat sarapan pagi ini tentu mereka juga sudah tidak sabar dengan apa yang aku katakan.

"Ayok," ajak umi ketika melihatku berjalan menuju meja makan.

Aku duduk dan memperhatikan mereka. Benar-benar tak sanggup kukatakan jika keputusanku sudah yakin untuk tidak menikah dengan Pak Rahman. Aku benar-benar masih belum bisa membuka hati ini lagi.

Jika kuterima, hanya aku sendiri saja yang akan kecewa. Tetapi jika kutolak, kedua keluarga besarku dan Pak Rahman mungkin akan kecewa dengan jawabanku. Terlebih umi dan abi yang sudah begitu berharap bahkan sudah membayangkan akan memomong cucu.

"Bagaimana, Nak? Tentu kamu sudah punya jawaban untuk kelanjutan hubunganmu dengan Nak Rahman?" abi langsung bertanya ketika aku masih bergulat dengan pikiranku sendiri.

"Sudah, Bi," sahutku sambil terhenti mengambil nasi goreng spesial buatan umi.

"Jadi bagaimana?" desak abi.

Umi sampai menghentikan kegiatannya juga yang sedang mengambil air. Mata penuh harap itu kini serentak menatapku. 'Ayo, Nayla! Katakan!' Aku memerintahkan diriku sendiri yang tak kunjung sanggup bicara. Iya, Bi," sahutku dengan kekuatan yang tiba-tiba datang entah dari mana.

Sedikit penyesalan hinggap sedetik setelahnya. Aku tidak hanya membohongi diriku sendiri tetapi juga mereka berdua. Berdosakah jika kubuat mereka tersenyum selebar ini dengan kebohonganku?

"Alhamdulillah." Umi langsung memelukku.

'Ya Allah, jika ini yang terbaik aku ikhlas. Tolong hapus nama Jasson di hati ini ya, Rabb. Agar aku tidak mengecewakan siapapun atas hubungan ini,' doaku.

Suasana langsung ramai walaupun kami hanya bertiga di rumah ini.

"Jika memang sudah mantap, tidak perlu kita tunda lagi pernikahanmu. Ibadah itu harus segera kita tunaikan," ucap abi berkobar-kobar.

Mereka terlihat sangat menikmati sarapan kali ini. Sementara aku juga berusaha menikmati suasana pagi ini. Akhirnya kita punya mantu, Bi," sorak

Kupaksakan senyumku untuk mereka lihat. Kini, demi kebahagiaan mereka, demi mimpi-mimpi mereka, kurelakan seluruh sisa hidupku untuk berbakti pada menantu pilihan mereka.

Sarapan sudah selesai, aku dan umi segera membereskan meja makan.

"Bagaimana jika hari ini kita jalan-jalan?

Kali saja nanti setelah menikah anak kesayangan kita ini sudah sibuk dengan keluarga barunya," ucap abi dengan mata berkaca-kaca.

Ternyata perpisahan juga sudah terbayang di benaknya. Sedih sekali hati ini ketika ikut memikirkan itu semua. Ketika baktiku kini terbagi tidak hanya pada mereka saja.

"Boleh, Bi. Tetapi untuk hiburan saja, bukan karena aku akan menikah dan sibuk dengan keluarga baruku. Tentu aku nggak akan bisa terlepas dari orang tua yang sudah Akhirnya kita punya mantu, Bi," sorak

Kupaksakan senyumku untuk mereka lihat. Kini, demi kebahagiaan mereka, demi mimpi-mimpi mereka, kurelakan seluruh sisa hidupku untuk berbakti pada menantu pilihan mereka.

Sarapan sudah selesai, aku dan umi segera membereskan meja makan.

"Bagaimana jika hari ini kita jalan-jalan?

Kali saja nanti setelah menikah anak kesayangan kita ini sudah sibuk dengan keluarga barunya," ucap abi dengan mata berkaca-kaca.

Ternyata perpisahan juga sudah terbayang di benaknya. Sedih sekali hati ini ketika ikut memikirkan itu semua. Ketika baktiku kini terbagi tidak hanya pada mereka saja.

"Boleh, Bi. Tetapi untuk hiburan saja, bukan karena aku akan menikah dan sibuk dengan keluarga baruku. Tentu aku nggak akan bisa terlepas dari orang tua yang sudah membersarkanku darı lanır. Aku pun larut dalam suasana haru. Ingin rasanya aku menangis di hadapan mereka karena tidak mau berpisah.

"Benar, Bi. Nayla nggak mungkin melupakan kita. Itulah sebabnya kita mencarikannya imam yang dalam agamanya.

Sehingga nanti dia akan membimbing nayla untuk tetap berpakti pada kita walaupun baktinya kini sudah beralih pada suami. Tetapi suami yang baik akan terus menjaga silaturahmi mereka dengan mertuanya." Umi berusaha menepis pikiran buruk yang menganggu abi.

"Iya, iya," ucap abi menatapku dan umi secara bergantian.

1
Mugiya
mampir
Nha: oke kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!