NovelToon NovelToon
BATAL SEBELUM SAH

BATAL SEBELUM SAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:26.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

"Menikahi Istri Cacat"
Di hari pernikahannya yang mewah dan nyaris sempurna, Kian Ardhana—pria tampan, kaya raya, dan dijuluki bujangan paling diidamkan—baru saja mengucapkan ijab kabul. Tangannya masih menjabat tangan penghulu, seluruh ruangan menahan napas menunggu kata sakral:

“Sah.”

Namun sebelum suara itu terdengar…

“Tidak sah! Dia sudah menjadi suamiku!”

Teriakan dari seorang wanita bercadar yang jalannya pincang mengguncang segalanya.

Suasana khidmat berubah jadi kekacauan.

Siapa dia?

Istri sah yang selama ini disembunyikan?

Mantan kekasih yang belum move on?

Atau sekadar wanita misterius yang ingin menghancurkan segalanya?

Satu kalimat dari bibir wanita bercadar itu membuka pintu ke masa lalu kelam yang selama ini Kian pendam rapat-rapat.

Akankah pesta pernikahan itu berubah jadi ajang pengakuan dosa… atau awal dari kehancuran hidup Kian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Dua Pasang Mata

Kian menunduk, menyentuh lembut bahu Friska.

Tubuh gadis itu terasa dingin dan lemas di bawah sentuhannya.

“Fris...” bisiknya pelan, nyaris tenggelam dalam riuh dentuman musik.

Kelopak mata Friska perlahan terangkat. Pandangannya buram, tapi saat melihat wajah Kian—meski hanya samar—senyuman kecil terbentuk di sudut bibirnya.

“Kian... kamu datang...” ucapnya dengan suara serak, seperti bisikan dari dunia lain.

Kian menarik napas pendek, lalu memeluk bahu Friska.

Satu lengannya melingkar kokoh di tubuh perempuan itu, menopangnya.

Ketika ia mencoba membantu Friska berdiri, tubuh gadis itu limbung.

Kakinya lemas, nyaris ambruk—namun Kian sigap menangkapnya sebelum tubuh itu jatuh ke lantai.

Ia merangkul erat Friska.

Menjadikan tubuhnya sebagai sandaran.

Tangan kirinya memegang tas dan ponsel yang tadi diserahkan bartender, tangan kanannya tetap menahan Friska agar tak terjatuh.

Beberapa pasang mata mulai memerhatikan mereka—campuran tatapan ingin tahu, heran, dan kasak-kusuk tak terdengar.

Namun Kian tak peduli.

Baginya, hanya ada satu hal penting saat ini: membawa Friska keluar dari tempat ini.

Dengan langkah mantap, ia mulai berjalan ke luar klub.

Di pelukannya, Friska bersandar setengah sadar—dan tak ada yang bisa ia lakukan selain membiarkan Kian membawanya pulang dari malam kelam yang nyaris menjatuhkannya.

“Kenapa kau datang ke tempat seperti itu, Fris?”

Suara Kian terdengar pelan namun tegas, menggema di antara langkah-langkah mereka menuju mobil. Di sisinya, Friska masih terhuyung, matanya sayu, wajahnya memerah karena alkohol.

Friska tertawa kecil—tawa mabuk yang getir.

“Kau jahat, Kian...”

Kian tak menjawab.

Ia hanya membuka pintu mobil dan membantunya masuk, kemudian memutar setir meninggalkan klub malam yang kini menjauh dalam pantulan kaca spion.

Sunyi.

Hanya desahan napas dan denting halus jam tangan di pergelangan Kian.

Tiba-tiba, dari sudut pandangnya, ia melihat Friska menggigit bibir dan menutup mulutnya. Wajahnya menegang.

“Fris... Kau mau muntah?” tanya Kian, panik.

Friska tak menjawab. Tapi itu cukup jadi pertanda.

Kian segera membanting setir ke kiri dan menghentikan mobilnya di tepi jalan.

Mereka berhenti tak jauh dari sebuah minimarket 24 jam, masih ramai orang.

Friska membuka pintu dengan tergesa, turun sambil tertatih menuju trotoar, dan memuntahkan isi perutnya di sisi jalan.

Beberapa orang menoleh.

Sebagian hanya melirik, sebagian lain berbisik pelan. Tapi Kian tak menggubris satu pun.

Ia menyusul Friska, memeganginya dari belakang agar tak jatuh.

“Berapa banyak kau minum?” gumamnya pelan, bukan untuk mendapat jawaban, melainkan karena bingung sendiri harus bicara apa.

Friska hanya terisak kecil.

Kian menepuk punggungnya pelan.

Setelah muntahnya reda, ia membantu Friska berdiri. Tubuh perempuan itu lunglai, dan tanpa sadar, kepalanya menabrak bahu Kian.

Sekilas—hanya sekilas—noda tipis lipstik tertinggal di kerah baju Kian. Ia tak menyadarinya.

“Sudah baikan?” bisik Kian.

Friska hanya bergumam pelan, matanya berkaca-kaca.

“Kita pulang, ya?”

Kian memeluk tubuhnya agar tetap tegak dan membimbingnya kembali ke dalam mobil. Tapi belum sempat pintu dibuka, suara Friska kembali terdengar—pelan, serak, tapi tajam.

“Kau mengkhianatiku, Kian...”

Kian menahan napas. Tangannya yang memeluk Friska menegang.

“Maaf... aku menikahi dia sebelum kita resmi pacaran,” ucap Kian jujur, tapi terdengar sangat berat.

Friska terisak.

“Aku benci kamu, Kian... aku benci...”

Kian menatap lurus ke depan.

“Aku memang pantas dibenci.”

Tangannya bergerak pelan, mengeratkan pelukannya pada Friska, yang kini terisak di bahunya. Di samping mobil, hanya suara tangis Friska yang terdengar.

Malam terasa panjang.

Lampu-lampu jalan berkelebat di jendela. Aroma malam, dingin dan sepi, menyusup ke dalam ruang sunyi di antara keduanya.

Mereka tak sadar—di kejauhan, seseorang memerhatikan mereka.

Dua pasang mata mengawasi dari balik kemudi mobil hitam yang tak menyalakan lampu. Wajahnya tak terlihat jelas, tapi sorot matanya menyimpan amarah yang membara.

Kian tak tahu. Friska tak peduli.

Malam itu, mereka hanya dua manusia yang sama-sama kehilangan arah, mencari pegangan… dan mungkin, menyesali keputusan masing-masing.

Mobil Kian kembali melaju, mengantarkan Friska pulang...

Namun hatinya—entah kapan akan benar-benar pulang.

 

Kini, kembali ke kamar mandi.

Air masih menetes dari rambutnya. Kian menunduk, tangan mencengkeram pinggiran wastafel, napasnya berat.

“Kenapa aku pergi menjemputnya?” batinnya lirih.

“Kenapa aku masih... peduli?”

Ia menghela napas panjang. Suara Friska seolah kembali menggema di telinganya—pelan, serak, tapi menghunjam:

“Kau mengkhianatiku, Kian...”

“Aku benci kamu, Kian... aku benci...”

Semua itu masih terpatri jelas.

Namun saat membuka pintu rumah tadi, bayangan lain menyambutnya.

Kanya.

Sosok yang tak ingin ia ingat, justru terus terbayang.

Tatapan lembutnya saat jemari itu membuka kancing bajunya...

Suara lirihnya, penuh keteguhan, berkata:

“Aku akan berikan hak Kakak. Sekarang. Saat ini juga.

Tapi… dengan dua syarat.

Belajarlah mencintai aku.

Dan berjanjilah hidup bersamaku… selamanya. Di atas Al-Qur’an.”

Kian membuka matanya. Dadanya terasa sesak.

Bukan karena Friska.

Bukan hanya karena rasa bersalah.

Tapi karena… ia tak bisa menjawab permintaan sederhana itu.

Dan yang lebih menusuk adalah suara yang datang dari ayahnya—tegas dan tak bisa ia bantah:

“Jujur saja. Dibanding Friska, Papa dan Mama lebih menyukai Kanya."

“Jangan pernah coba-coba bertemu Friska lagi. Kau pria yang sudah beristri. Jaga kehormatanmu… di depan istrimu, dan di hadapan Allah.”

“Lupakan mantan. Dan jangan harap kembali.”

Kian mengepalkan tangan. Meninju dinding.

Sakit. Tapi tak sebanding dengan sesaknya hati.

“Aku mencintai Friska, tapi harus hidup dengan Kanya…

Aku menghancurkan wanita yang kucintai demi sebuah pernikahan yang hanya dibalut tanggung jawab dan ambisi.

Ini semua… gara-gara Kanya.”

Ia menunduk, matanya terpejam.

“Saat aku mencoba menerima dia… dia justru pergi menyembunyikan diri selama dua tahun.

Jika aku tahu dia masih hidup, aku tak akan pernah...

Tak akan pernah memberi harapan pada Friska.

Aku yang menghancurkannya.”

Kian melangkah keluar dari kamar mandi. Tubuhnya terasa lebih segar, tapi pikirannya masih kusut.

Hatinya kalut. Bayangan Friska yang limbung dalam pelukannya beberapa jam tadi masih berkelebat.

Ia ingin menyalahkan seseorang.

Ia ingin melampiaskan kekesalan—dan Kanya, seharusnya menjadi orang yang paling mudah untuk itu.

Tapi saat matanya menangkap sosok gadis itu...

Diam. Duduk tenang di tepi ranjang. Menunduk.

Segala amarah di dadanya menguap entah ke mana.

“Bagaimana bisa...?” batinnya.

Hanya dari mata itu—mata teduh yang menatapnya tanpa menuntut—Kian bisa merasakan sesuatu yang hangat.

Keteduhan.

Meski wajah Kanya tersembunyi di balik cadar, sorot matanya tak bisa berbohong.

Di atas ranjang, satu set pakaian bersih telah disiapkan. Sederhana, tapi penuh perhatian.

Kian menatapnya sejenak.

Tanpa berkata apa pun, ia mengenakan pakaian yang telah disiapkan. Tubuhnya menghadap ke lemari, tapi ia tahu—Kanya membuang pandang. Tak ingin melihat. Tak ingin melanggar batas.

Padahal mereka sudah sah. Tapi gadis itu tetap menjaga pandangannya.

Ada sesuatu yang menyesak di dada Kian. Entah kenapa, ada sesuatu yang mengganggu nuraninya.

Usai mengenakan pakaian, Kian merebahkan tubuhnya di sisi ranjang. Punggungnya menghadap Kanya—tubuhnya tenang, tapi pikirannya riuh.

Kanya.

Gadis yang ia nikahi karena tanggung jawab... dan ambisi.

Bukan karena cinta. Bukan karena keinginan.

Hanya demi menjaga harga diri—dan posisi CEO yang sejak lama ia idamkan.

Lalu Friska…

Gadis yang telah lebih dulu mengisi ruang hatinya, jauh sebelum ia mengenal Kanya.

Yang seharusnya menjadi istrinya.

Yang ia tinggalkan bukan karena tak cinta—tapi karena janji yang mengikatnya pada perempuan lain.

“Aku menjauh darinya perlahan… karena sadar aku sudah beristri,” batinnya.

“Aku mencoba menerima, belajar menyentuh kehidupan yang bukan pilihanku. Tapi dengan alasan konyol, bodoh, naif, dan egoisnya—dia justru menyembunyikan diri. Menghilang. Membiarkanku percaya bahwa dia telah mati.”

Kian menggertakkan gigi. Rahangnya mengeras.

“Lalu tiba-tiba dia muncul. Menghancurkan semua. Meruntuhkan hari sakral yang telah kuupayakan mati-matian. Pernikahan impianku. Cinta yang kutunggu bertahun-tahun.”

Matanya menatap gelap.

Dan kini?

"Dia bahkan tetap tak bersedia memperlihatkan wajahnya... apalagi melayaniku, memberikan hakku.

Lalu apa yang sebenarnya bisa kuharapkan dari pernikahan ini?”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
waaah ternyata Friska pelakor nya disini...
merasa dikhianati padahal kamu dan Kian pasangan pengkhianat sebenarnya
untung Kanya wanita bijak dan taat agama,klo gak mungkin Friska udah viral karena mengambil suami orang...
Siti Jumiati
lalu apa yang bias aku harapkan dari pernikahan ini,sabar kian coba kamu terima tawaran Kanya bahwa kamu mau membuka hati dan belajar mencintai Kanya.
septiana
lanjut kak semangat 💪🥰
Fadillah Ahmad
Huh,kalau Sama Pak Buntala,kau mungkin Sudah Tiada Kian. 😁😁😁 dan Kau tak akan bisa hidup nyaman,karena Pak Buntala akan Menfhantuimu sampai ke alam mimpi 😁😁😁
Fadillah Ahmad
"Angkat Kaki?" Apa Maksudnya itu Kak Nana? Apa Kakinya di angkat sebelah untuk berjalan? Padahal dia punya dua kaki?
Fadillah Ahmad
F8sioterapi Itu Apa Kak Nana?
Fadillah Ahmad
Apa Bedanya UGD Dan IGD Kak Nana?
anonim
Kian jangan kasar kau sama istri - setidaknya pakai bahasa yang baik. Jiiiaaaahhh Kian - istri mana yang senang suaminya berbagi dengan wanita lain. Kian menantang Kanya nih...minta haknya sebagai suami - sekarang. Disambutlah permintaan Kian - kesanggupan Kanya untuk memberikan kewajibannya sebagai istri - sekarang - dengan dua syarat. SKAKMATT !
Bagaimana Kian ????
Oooo....ternyata noda lipstik dan aroma parfum Friska yang mabuk di tolong Kian.
Kelakuan sang mantan yang hatinya sedang retak - di bawa mabuk rupanya.
Fadillah Ahmad
Ternyata Wajah Wan8ta di balik Cadar itu Sangat Cantik ya kan? Seperti Wajah Wanita,vietnam,korea atau Tiongkok kan,cantik Banget nggk tuh ternyata. gimana dong Kian?

Lanjutkan kak Nana... 🙏🙏🙏 Aku Hadir lagi kak,setelah Menunggu Cukup lama,agar Novel ini Menandatangani Kontrak Eksklusid. Dan Akhirnya Sekarang Aku Bisa Baca 😁😁😁
abimasta
benarkan kian ketemu friska?meski hanya membantunya
love_me🧡
oh jd begitu to ceritanya tp bisa bikin kanya salah paham, kukira kian habis melakukan pertemuan dari club trs ada wanita penghibur yg mendekati..lelaki muda tadi pasti nanti dimasa depan akan jd plot twist hubungan kian&kanya pda saat mungkin mereka mulai dekat& membuka hati satu sama lain
asih
nah Loh akibat susah move on dr mantan yg hampir nikah bisa bikin istri Salah pagan di rumah,Kian Mantabkan hatimu lah jangan main² ,ingin peringatan dr bapakmu jauhi mantan jaga martabatmu sebagai suami,jangan hanya Karna dalil menolong Nanti friska berusaha deketin kamu lagi
Siti Jumiati
hati2 kian kuatkan imanmu jangan sampai kamu khilaf,dan akhirnya kamu akan menyesal dibelakang.
Anitha Ramto
Saya yakin Kian tidak melakukan apa² dengan Friska,ia hanya menolong Friska dan membawanya pulang ke rumahnya,,karena Kian yang bopong Friska jadi kemungkinan besar lipstik dan Parfumnya Friska nempel di kemejanya Kian...itu masuk akal...

Kanya juga bukan Wanita yang akan bertindak bodoh dan tidak akan nuduh Kian tanpa bukti yang kuat...
ayo Kanya berikan hakmu pada Kian...biar Kian tidak menyentuh wanita lain di luar,,perlihatkan wajahmu Kanya jika sedang berdua di kamar
Felycia R. Fernandez
semakin ditentang ,semakin melawan ya Kian...
Kamu melanggar larangan orang tua mu..
jangan sampai kamu kehilangan baru nyadar Kanya wanita terbaik.
ingat pesan ayahmu
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
ternyata oroma Si Friska... alkohol itu dari friska juga
Puji Hastuti
Yuhuuu lanjut kk
Puji Hastuti
Awas ya kian, jangan main api
Hanima
lanjut kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!