"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.
Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil
"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."
"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat
"Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."
"Tapi mas..."
Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.
"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan
"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi
Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyadari Cintanya
Dari sore itu, kini sang oranye beranjak pergi. Membawa rona baru keabu-abuan. Menandakan sang fajar yang telah diantar datang.
Nampak, Danu masih setia menatap sendu foto yang berbalut bingkai putih.
Ia ingat betul, foto itu dengan khusus ia cetak di kota. Sebagai simbol keabadian nanti di hari tua, guna mengingat moment bahagia yang pernah ada.
Bawah matanya saat ini terlihat menghitam, cekung dan gelap. Bola mata itu, tampak merah semua.
Dalam bingkai tersebut, tampak wajah cantik oriental seorang wanita. Tersenyum dengan begitu bahagia sembari menggandeng lekat lengan suaminya.
Kebaya putih yang wanita itu kenakan, menambah kesan sakral foto pernikahan tersebut.
Tak terasa, bulir dengan suhu hangat kuku menetes menyentuh lengan kekar yang saat ini sedang menggenggam erat bingkai tersebut.
"Mas"
Tegur Dimas yang menatap Danu prihatin.
Menyadari panggilan Dimas, segera Danu menyeka air matanya. Menaruh kembali bingkai yang berisi foto pernikahannya bersama Ayu ke atas meja, namun kali ini bingkai itu ia taruh terlungkup.
"Sudah Mas, Mbak Ayu pantas mendapatkan hukumannya. Perasaan kita terhadap seseorang tak boleh menutupi kebenaran yang ada"
Ucap Dimas sembari mendekati Danu.
"Ha, benar Dimas. Kebenaran tetaplah kebenaran. Seberapa besar cinta kita terhadap seseorang, tak lantas membuat kita menghalalkan segala cara bukan"
Ucap Danu akhirnya membenarkan, tangan itu masih sesekali menyeka air mata yang tak kunjung berhenti.
"Mas beristirahatlah, semalaman benar kau tak tidur"
Pinta Dimas prihatin pada Danu.
Semalam, Dimas sengaja bermalam di rumah kakaknya itu. Guna menghibur Danu yang kini tengah ditinggal Ayu.
Dimas tau ini pasti sangat berat untuk Danu, oleh karena itu ia berusaha untuk tetap berada di samping kakaknya yang dalam keadaan serapuh ini.
Orang tua Danu dan Ayu pun telah mengetahui hal yang terjadi, tapi syukurlah mereka dapat mengerti.
Awalnya orang tua Ayu tak terima, tetapi setelah mendengar langsung penuturan dari Ayu yang mengakui kesalahannya dan siap bertanggung jawab, akhirnya mereka pun pasrah, menuruti hukum yang ada.
Perlahan, Dimas mengambil posisi tepat di samping Danu. Duduk sejajar di sofa panjang ruang tengah tersebut.
"Aku ndak bisa beristirahat Dim"
Ucap Danu sembari memijat pelan kepalanya yang terasa menyut.
"Aku buatkan Teh hangat dulu"
Ucap Dimas seketika, sembari berdiri menuju dapur.
Tampak, di beberapa menit kemudian. Secangkir teh hangat dibawakan oleh Dimas.
Segera Danu sambut kemudian menyeruput teh itu pelan.
Ia merasa sangat pusing kali ini, mungkin teh hangat itu mampu merileksasikan pikirannya yang pelik ini, batin Danu.
"Dimas, maafkan Mbakmu"
Pinta Danu sayu tiba-tiba sembari menaruh cangkir teh yang telah kosong ke atas meja.
"Mas ndak sangka, Mbakmu senekat itu. Untunglah kau dapat melindungi Nara"
Tambah Danu lagi, kali ini matanya menatap lurus Dimas yang ada di sebelah kanan dirinya.
"Setidaknya, saat ini Mbak Ayu sudah menerima hukuman yang pantas Mas"
Jawab Dimas atas penuturan Danu barusan.
"Aku juga senang, Nara bisa selamat."
Tambah Dimas lagi sembari tersenyum singkat, memainkan pelan jari-jemarinya yang saling terpaut saat ini.
"Mas turut prihatin atas nasib Nara, sudah sebatang kara, lalu harus mengalami hal pahit begini"
Tutur Danu begitu menyesali.
"Iya Mas, maka dari itu. Entah mengapa, Aku ingin selalu bisa melindunginya"
Ucap Dimas, terdengar tulus di telinga Danu.
"Dimas, apakah kau mencintainya?"
Tanya Danu akhirnya.
"Ha?"
peranga spontan pemuda itu, Dimas tak paham ke arah mana kata "Dia" itu di tujukan, sembari menatap cepat kearah Danu.
"Kau mencintai Nara?" Tanya Danu lagi.
Setelah memahami maksud Danu, akhirnya Dimas berucap.
"Bukannya Mas, yang suka sama Nara"
Tanya Dimas selidik.
"Apa? Tentu tidak"
Jawab Danu singkat dan jujur.
"Lalu, kenapa waktu itu Mas memberikan kado pada Nara? Sehingga Mbak Ayu cemburu"
Ucap Dimas lagi menyudutkan.
Nampak, Danu hanya menarik nafas panjang. Menyadari suatu kebodohannya, yang membuat Ayu salah paham dan akhirnya melakukan kejahatan terhadap Kinara.
"Dimas, kau masih ingat dengan mendiang Kakak perempuan kita?"
Tanya Danu tiba-tiba.
"Tentu"
Jawab Dimas singkat sembari menyerengit bingung.
"Apakah kau masih ingat nama mendiang kakak kita itu?"
Kembali, Danu menanyai.
"Tentu, Kinara" Jawab Dimas lantang.
"Lagian, kenapa Mas Danu melenceng dari topik pembicaraan kita di awal"
Tambah Dimas lagi.
Mendengar itu, Danu hanya tersenyum simpul.
"Kau tau, Mas sungguh menyayangi kakak kita itu. Waktu Mas masih duduk di bangku sekolah dasar, Mbakmu itu sudah dewasa. Beliau selalu menyanyangi Mas dan kamu sepenuh hati. Mas juga sangat menyayanginya. Dan pada suatu waktu, Mas rela menyisihkan uang jajan untuk ditabung. Demi membeli gelang kayu dengan ukiran namanya. Gelang itu Mas beli di depan sekolah, pada seorang bapak tua. Bayangkan, seorang bocah dengan susah payah menabung untuk memberi kakaknya sebuah hadiah. Berarti bocah itu sangat menyayangi kakaknya bukan?"
Papar Danu panjang, Kini matanya mulai berkaca-kaca.
"Saat Mas pulang kerumah, tampak rumah begitu sepi, tak ada orang. Sampai salah seorang tetangga memberi tahu bahwa Bapak dan Ibu sedang berada di puskesmas desa, melihat keadaan Mbak Kinara yang katanya saat itu mengalami kecelakaan sepulang Dinas di kelurahan. Mas menunggu kepulangan Bapak Ibu dan Mbak Kinara di rumah tetangga kita tersebut bersamamu yang waktu itu masih sangat kecil. Tapi takdir berkata lain, Mbak Kinara pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Sebelum sempat Mas berikan gelang itu"
Jelas Danu, Kini air mata turut menemani pemaparan panjang tersebut.
"Lantas, apa hubungannya dengan Nara?"
Tanya Dimas tak mengerti.
"Gelang itu selalu Mas simpan, sampai dengan Mas menikah. Suatu kebetulan, dua tahun lalu, ada seorang wanita muda yang pindah menetap di desa ini. Saat ia melapor guna menetap, Mas sedikit terkejut dengan namanya yang serupa dengan nama mendiang kakak perempuan kita. Dan sejak saat itulah, Mas berencana memberikan gelang tersebut pada wanita itu. Mas tak bisa terus menyimpan gelang itu, takut Ayu salah paham. Tapi, Mas juga tak bisa membuang gelang itu. Akhirnya Mas memilih memberikannya pada wanita itu karena mereka memiliki nama yang sama. Awalnya Mas merasa tak enak, takut akan terjadi kesalah pahaman. Namun suatu ketika, Mas beranikan diri untuk memberikan gelang itu pada Nara. Tapi, gadis itu menolak. Yah benar saja, tindakan Mas ini akhirnya membawa kesalah pahaman besar, hingga membawa Nara pada masalah"
Papar Danu jujur. Kini, air mata yang tadi turut membasahi. Telah terhenti, hanya tertinggal sedikit sisa di pipi.
"Apa? Maksud Mas Danu, Nara itu adalah Kinara? Gadis yang Mas ceritakan barusan?"
Tanya Dimas tak percaya.
"Iya benar, kau ndak tau nama lengkapnya ternyata"
Ucap Danu sedikit mengejek Dimas.
"Ya aku memang tak tau, orang-orang hanya memanggilnya Nara. Jadi, ku kira namanya adalah Nara. Aku tak tau kalau namanya ternyata Kinara"
Ucap Dimas jujur.
"Dasar"
Respon Danu singkat sembari tersenyum.
"Hemm, aku ingin bertanya kalau begitu. Apakah Mas menikahi Mbak Ayu karena nama Mbak Ayu hampir mirip dengan nama mendiang kakak kita? KI-RA-NA dan KI-NA-RA"
Tanya Dimas penasaran.
"Hahahaha, tentu tidak. Itu kebetulan saja. Mas menikahi Ayu karena memang mencintainya. Sejak kecil kami sudah berteman, namun saling jatuh cinta seletah dewasa."
"Yahh sudah, Mas sudah jelaskan panjang lebar. Agar kau juga tak salah paham. Jadi, kita kembali ke topik awal. Apakah kau mencintai Nara?"
Tanya Danu lagi.
"Ahh, kenapa Mas bicara seperti itu. Aku hanya ingin melindunginya saja"
Ucap Dimas segera, kali ini ia membuang muka ke sembarang arah, pemuda tampan itu tampak salah tingkah.
Denu tersenyum melihat tingkah adiknya itu.
"Kau jangan bohong dengan Mas mu ini. Kau mencintainya bukan?"
Tanya Danu lagi memastikan, karena dapat ia tangkap dengan jelas raut muka Dimas yang memerah saat ini.
"Ah tidak Mas, aku tak cinta. Hanya ingin melindungi. Jujur, aku juga tak tau bagaimana itu rasanya jatuh cinta"
Tutur Dimas jujur, Kini pandangnya kembali mengarah pada jari-jemarinya yang terpaut sejak tadi.
Wajar jika Dimas berkata demikian, pemuda itu sebelumnya memang belum pernah memiliki seorang kekasih, bahkan ia tak tau bagaimana rasanya jatuh cinta pada seseorang.
"Hemm coba kamu ucapkan, semua hal yang ada di pikiranmu saat ini tentang dia"
Pinta Danu akhirnya.
Sekilas, Dimas menatap singkat Danu. Kemudian mengalihkan pandangnya ke langit-langit ruang tengah yang bernuansa mewah tersebut.
"Yang ada di pikiranku ya? Hemm... Nara itu wanita yang cantik, bahkan sangat cantik. Lemah lembut, bahkan lebih dari itu. Dia juga baik, menurutku dia sangat baik, kadang sampai terkesan naif. Dia wanita yang polos dan baik hati. Tapi, dia juga wanita yang lemah kalau ku lihat dari sudut pandangku. Karena itulah, aku ingin selalu melindungi dia, menjaganya dan melihat ia bahagia"
Jelas Dimas panjang lebar mengenai Kinara, tanpa ia sadari kini sudut bibirnya tertarik ke arah berlawan.
Senyum turut menghiasi penjelasaannya dikala itu.
"Apakah kau juga akan bahagia melihat ia bahagia?"
Tanya Danu merespon penjelasan Dimas barusan.
"Tentu" Jawab Dimas yakin.
"Bahkan saat dia bahagia bersama laki-laki lain?"
Tanya Danu lagi dengan sebuah kata kunci.
Tiba-tiba, muka yang tadinya bersemu merah dengan hiasan senyum di bibir. Kini berubah menjadi mimik tak suka.
"Ha?"
Gumam Dimas tak percaya atas pertanyaan kakaknya barusan, sembari menatap Danu lekat.
"Ahh, jelas. Aku akan bahagia"
Ucap Dimas kemudian.
"Jangan berbohong, mimik mukamu memberikan jawaban lain"
Ucap Danu membenarkan jawaban Dimas yang nampak tak benar tersebut.
Tak lagi mau berucap, kini Dimas hanya diam menanggapi pembenaran dari Danu barusan.
"Dimas, aku tau benar kau ndak pernah dekat dengan wanita sebelumnya. Namun kali ini berbeda, kau nampak begitu akrab dan tanpa kau sadari, kau kini turut andil dalam kisah hidupnya"
Papar Danu sembari menatap Dimas dengan senyum.
"Aku maklumi keadaanmu yang ndak berpengalaman dengan wanita. Tapi satu hal yang kamu harus pahami, sadarilah perasaan mu sekarang. Jika kau terlambat menyadari cintamu itu, bisa saja kau akan menyesalinya di kemudian hari"
Tambah Danu menasehati.
"Menyesali?"
Tanya Dimas masih kurang mengerti.
"Iya, jikalau nanti. Nara di rebut lelaki lain yang terlebih dahulu mengungkapkan perasaan cintanya. Apakah kau tak akan menyesal?"
Jelas Danu sembari bertanya.
Seketika, raut muka Dimas menjadi masam.
"Mas, aku merasa ini bukanlah diriku. Yang dengan rela membahas masalah pribadiku padamu. Kau tau, aku sangat jarang, atau bahkan mungkin tak pernah menceritakan tentang diri ini. Baik pada Bapak, Ibu dan juga kamu. Bahkan, pada sahabat-sahabatku pun jarang. Tapi kali ini aku ingin mengatakan sesuatu yang menggelikan. Jujur, saat melihat Nara bersama laki-laki lain, hatiku terasa nyeri"
Papar Dimas akhirnya, pipinya kembali bersemu merah.
Seketika, Danu menepuk kuat punggung Adiknya tersebut. Sontak Dimas kaget di buatnya.
"Dimas, itu namanya cinta. Dasar bodoh.! Haruskah aku menanyakan hal ini terlebih dahulu? Baru kau bisa menadari perasaan cintamu ini?"
Ucap Danu antusias sembari tertawa ringan.
Dimas, hanya menatap lekat pada Danu yang saat ini tertawa ringan. Akhirnya dalam hati, Dimas membenarkan ucapan Danu tersebut.
Namun, saat ini ada hal yang jauh lebih penting dari perasaannya terhadap Kinara.
Yaitu, melihat Danu tertawa lepas seperti sekarang. Dimas senang, Kini muka murung Danu yang Dimas lihat sebelumnya, berubah menjadi gelak tawa.
.
.
.
BERSAMBUNG***
nyesel yah
cinta lama vs cinta baru