Joi, siswa SMA kelas 2 yang cuek dan pendiam, memiliki kemampuan indigo sejak kecil. Kemampuannya melihat hantu membuatnya terbiasa dengan dunia gaib, hingga ia bersikap acuh tak acuh terhadap makhluk halus. Namun, pertemuan tak terduga dengan Anya, hantu cantik yang dikejar hantu lain, mengubah kehidupannya. Anya yang ceria dan usil, terus mengikuti Arka meskipun diusir. Pertikaian dan pertengkaran mereka yang sering terjadi, perlahan-lahan mencairkan sikap cuek Joi dan menciptakan ikatan persahabatan yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joi momo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelisahan
Sehari berlalu, tapi Joi tak melihat Anya. Kegelisahan mulai menggerogoti hatinya. Ia berusaha bersikap cuek, tetapi dalam hatinya, kekhawatiran dan kecemasan bercampur aduk. Ia beberapa kali mengintip ke tempat-tempat yang biasa dikunjungi Anya, tetapi Anya tak terlihat.
Joi mencoba bertanya kepada beberapa hantu yang dikenalnya, menanyakan keberadaan Anya. Namun, mereka semua menggelengkan kepala, mengatakan bahwa mereka tidak tahu keberadaan Anya. Kecemasan Joi semakin meningkat. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Akhirnya, Joi memutuskan untuk keluar rumah. Ia berpura-pura mencari angin segar, padahal sebenarnya ia sedang mencari Anya. Ia berjalan tanpa tujuan, matanya menjelajah ke setiap sudut kota. Ia berharap dapat menemukan Anya di suatu tempat.
Di atas atap sebuah gedung tinggi, Anya duduk termenung. Ia menatap langit sore yang indah, memandang awan-awan yang berarak di langit. Pikirannya melayang, mengenang kejadian-kejadian yang telah dialaminya. Ia merasa damai, tetapi juga sedikit kesepian.
Tiba-tiba, ia mendengar suara yang familiar. Ia menoleh, dan melihat Joi berdiri di bawah, menatapnya dengan wajah khawatir.
"Anya?" panggil Joi, suaranya terdengar sedikit cemas. "Apa yang kau lakukan di atas?"
Anya tersenyum, lalu Joi berkata, "Bodoh, ayo turun!" Suaranya terdengar sedikit kesal, tapi ada juga nada lembut yang tersirat di dalamnya. Sebuah nada yang hanya bisa dimengerti oleh Anya. Sebuah nada yang menunjukkan bahwa hubungan mereka masih utuh, meskipun terpisahkan oleh jarak dan keadaan. Sebuah nada yang menunjukkan bahwa Anya masih ada untuk Joi, dan Joi masih ada untuk Anya. Senja tanpa bayangan, tetap menyatukan mereka.
Di sekolah.
Lukisan Joi yang menggambarkan "Hari yang Panjang di Sekolah" terpampang besar di ruang utama sekolah. Setiap hari, siswa dan guru terkagum-kagum melihat keindahan dan detailnya. Lukisan itu menjadi kebanggaan sekolah, sebuah bukti bakat luar biasa dari salah satu siswa mereka. Namun, di balik kekaguman itu, tersimpan pula rasa iri dan kebencian.
Beberapa orang, terutama mereka yang merasa tersaingi bakat Joi, merasa tidak nyaman melihat lukisan itu. Mereka merasa terancam, dan kebencian itu tumbuh semakin besar di dalam hati mereka. Mereka membenci kesuksesan Joi, membenci pujian yang diterimanya, dan membenci lukisan yang menjadi simbol kesuksesan tersebut.
Beberapa hari kemudian, malapetaka terjadi. Kaca pelindung lukisan itu pecah, hancur berkeping-keping. Sepertinya dilempar dengan benda keras. Sebuah tindakan vandalisme yang jelas menunjukkan adanya kebencian dan niat jahat. Suasana sekolah menjadi tegang. Semua orang merasa sedih dan marah atas kejadian tersebut.
Terungkaplah bahwa dibalik tindakan vandalisme tersebut, terdapat seseorang yang benar-benar membenci Joi. Seseorang yang merasa cemburu dan marah atas kesuksesan Joi. Seseorang yang tidak bisa menerima bakat dan kemampuan Joi. Identitas pelaku belum terungkap, tetapi kejadian ini menambah ketegangan dan misteri dalam kehidupan Joi. Kaca lukisan memang telah pecah, tetapi lebih dari itu, kejadian ini seolah memecahkan ketenangan dan kedamaian di sekolah, menimbulkan ketegangan dan pertanyaan di benak setiap orang. Apakah ini hanya tindakan vandalisme biasa, atau ada sesuatu yang lebih besar di baliknya? Misteri ini masih harus dipecahkan.
Meja Joi penuh dengan coretan-coretan kasar dan menghina. Tasnya sobek-sobek, dan seragam taekwondo kesayangannya pun tak luput dari sasaran. Di atas seragam putihnya, terdapat coretan-coretan warna-warni dan tulisan-tulisan yang mengejek dan menghina. Jelas, ini adalah tindakan perundungan yang disengaja.
Joi, dengan kemampuannya melihat hantu, mengetahui siapa pelaku sebenarnya di balik semua ini. Hantu-hantu yang sering mendatanginya telah memberitahu dan bahkan menyarankan agar Joi membalas perbuatan keji tersebut, memberikan pelajaran kepada para pelaku melalui bantuan hantu-hantu itu. Mereka menawarkan berbagai cara untuk membalaskan dendam.
Namun, Joi menolak semua saran itu. Meskipun hatinya berkecamuk, dipenuhi oleh rasa sakit, marah, dan kecewa, ia tetap memilih untuk tenang. Ia tak ingin terjebak dalam lingkaran kebencian dan dendam. Ia percaya bahwa ada cara lain untuk mengatasi masalah ini, cara yang lebih bijak dan damai.
Suatu hari, Joi pulang ke rumah melalui jalan sepi seperti biasa. Namun, tiba-tiba ia melihat beberapa orang yang sedang mengendarai sepeda motor. Mereka kehilangan kendali, menyerempet pohon, dan terjatuh. Kejadian itu begitu cepat dan tak terduga. Joi tertegun sejenak, memandangi para pemuda yang terkapar di jalan. Ia merasa iba dan khawatir. Apakah ini balasan atas perbuatan mereka? Atau hanya sebuah kecelakaan biasa? Joi tidak tahu. Tetapi, di dalam hatinya, ada perasaan yang kompleks bercampur aduk. Perasaan iba, rasa marah yang tertahan, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab.
Beberapa siswa yang terjatuh beberapa saat sebelum Joi melintas, tiba-tiba menuduh Joi sebagai penyebabnya. Mereka menuduh Joi telah memukuli mereka hingga jatuh, mengatakan bahwa Joi telah melakukan tindak perundungan. Tuduhan itu dilontarkan dengan nada keras dan penuh emosi. Mereka menuduh Joi telah menggunakan kekuatan supranaturalnya untuk menjatuhkan mereka.
Padahal, Joi sama sekali tidak melakukan apa pun. Ia hanya kebetulan melintas di tempat kejadian. Namun, tuduhan itu telah dilontarkan, dan reputasi Joi pun terancam. Ia merasa frustrasi dan lelah. Ia tahu bahwa membela diri pun akan sia-sia. Lebih baik ia tetap diam dan tenang.
Joi kembali berjalan dengan wajah cueknya, tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Ia menatap orang yang menuduhnya dengan tatapan yang tajam dan dingin. Tatapan itu bukan tatapan marah, bukan pula tatapan sedih. Itu adalah tatapan yang tenang, tetapi di dalamnya tersimpan kekuatan yang luar biasa. Tatapan yang mampu menembus kedalaman jiwa.
Pria yang menuduh Joi merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Ia merasa sangat takut, seolah-olah ada kekuatan yang menekan dadanya. Ia merasa sesak napas dan gemetar. Ia ingin menarik kembali tuduhannya, tetapi egonya mencegahnya. Ia tetap berusaha untuk menyalahkan Joi, tetapi di dalam hatinya, rasa takut dan keraguan telah menguasainya. Tatapan Joi telah membuatnya menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan. Tatapan Joi telah membuatnya menyadari bahwa kebenaran ada di pihak Joi. Tatapan Joi yang dingin dan tenang itu, jauh lebih kuat daripada kata-kata dan tuduhannya. Senja tanpa bayangan, kini dipenuhi oleh ketegangan dan ketakutan. Ketegangan antara kebenaran dan tuduhan, antara kekuatan batin dan kelemahan hati.