Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Marahan ?
Alea duduk di seberang Jojo, mengaduk es Milo-nya dengan pelan. Sesekali ia menyeruput minumannya, mencoba mengabaikan kemarin malam.
"Kak Arka nyuruh gue nemenin lo ke psikolog," kata Jojo pelan, membuka percakapan. "Dia tahu, kalau dia yang nemenin langsung, lo pasti gak bakal mau cerita apa-apa ke Dokter Ika."
Alea hanya diam, tatapannya kosong, seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Lo masih gengsi ya, kalau kakak lo tahu masalah lo sendiri?" lanjutnya.
"Dokter Ika tadi bilang apa?" tanya Jojo hati-hati. "Jangan kebanyakan pikiran, ih. Gue takut lo ngelakuin hal nekat lagi kayak dulu waktu sama Rangga."
"Gue gapapa."
Jojo mendesah, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Lea, lo gak mau cerita ke gue? Apa pun masalah lo, kalau gue bisa bantu, gue pasti bantu."
"Jo, gue dosa gak ngebantah suami sendiri?" tanyanya tiba-tiba.
"Kalau dia salah, ya gak ada salahnya ngebantah. Lagian, ini kan bukan zaman Siti Nurbaya. Lo punya hak buat bersuara."
"Kenapa lo tanya soal itu?"
Alea buru-buru menggeleng. "Nggak, gue cuma tanya aja."
Jojo melipat tangannya di dada, matanya meneliti wajah Alea dengan curiga. "Jangan bohong deh, Lea. Gue udah lama temenan sama lo, gue tahu kalau lo lagi nutupin sesuatu."
"Kak Nando nyakitin lo?"
"Udah deh, Jo. Gue gak mau bahas itu," ucap Alea.
"Jo, tawaran magang yang lo kasih waktu itu... gue mau, ya," ucap Alea, mengalihkan pembicaraan.
"Lo yakin? Magang itu bakal nyita waktu dan tenaga lo. Jangan sampai lo malah makin stres."
"Gue yakin. Daripada gue terus kepikiran hal yang gak bisa gue ubah, lebih baik gue fokus sama hal lain," ucap Alea.
"Oke, kalau itu yang lo mau. Tapi lo janji satu hal."
"Apa?"
"Kalau lo ngerasa overwhelmed, lo harus cerita. Jangan kayak waktu itu, diam-diam nyimpen semua sendiri sampai akhirnya lo..." Jojo menggantungkan kalimatnya, tak ingin mengungkit masa lalu buruk Alea.
Alea tersenyum tipis. "Gue janji."
"Oke deh."
"Besok temuin gue di depan tempat yang udah gue share location-nya," ucap Jojo, yang diangguki Alea.
–
"Jadi gimana konsultasi tadi, Al? Kata Dokter Ika apa?" tanya Klarin khawatir, menatap anaknya yang tengah makan di ruang makan.
"Baik-baik aja. Kata Dokter Ika, kurangin mikirnya," ucap Alea santai, seolah itu hal yang biasa baginya.
"Nando tahu kamu di sini?" tanya Klarin sekali lagi.
"Ma, aku butuh waktu sendiri dulu," jawab Alea pelan.
"Al, butuh waktu sendiri itu bagus. Tapi kalau suami kamu khawatir dan nyariin kamu gimana?"
"Gak mungkin dia nyariin aku," ucap Alea tegas.
"Tau dari mana? Kalau ternyata dia muter-muter buat cari kamu, gimana? Kan kita gak tahu," Klarin menatap putrinya lekat.
"Kamu ada masalah apa sama Nando? Gak mungkin kamu pergi tanpa alasan yang jelas."
"Kamu marahan sama Nando?"
"Gak."
"Yakin?" Klarin memastikan sekali lagi.
"Yakin. Kalau Mama gak percaya, ya udah. Aku gak maksa."
"Kalau Kak Nando memang cari aku, harusnya dia pastiin dulu ke rumah Mama. Kalau dia gak nyari ke sini, berarti memang dia gak peduli. Jadi ya udah, biarin aja," tambahnya santai.
Alea bangkit dari kursinya. "Aku mau ke kamar dulu," ucapnya singkat sebelum melangkah pergi.