NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Kultivator Terkuat

Reinkarnasi Kultivator Terkuat

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Romansa Fantasi / Kultivasi Modern
Popularitas:17k
Nilai: 5
Nama Author: Wibuu Sejatii

Yuan Sheng, kultivator terkuat yang pernah ada, bosan dengan puncak kesuksesan yang hampa. Tak ada tantangan, tak ada saingan. Kehidupannya yang abadi terasa seperti penjara emas. Maka, ia memilih jalan yang tak terduga: reinkarnasi, bukan ke dunia kultivasi yang familiar, melainkan ke Bumi, dunia modern yang penuh misteri dan tantangan tak terduga! Saksikan petualangan epik Yuan Sheng saat ia memulai perjalanan baru, menukar pedang dan jubahnya dengan teknologi dan dinamika kehidupan manusia. Mampukah ia menaklukkan dunia yang sama sekali berbeda ini? Kejutan demi kejutan menanti dalam kisah penuh aksi, intrik, dan transformasi luar biasa ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wibuu Sejatii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4.1 : Resmi Menjadi Kultivator Sejati

Malam ini Wu Yuan bersama Lo Nie sedang makan di restoran termewah di Kota Fongkai. Keduanya masuk ke ruang VIP Restoran Fuxhi; suasana mewah dan elegan menyelimuti mereka. Lo Nie, dengan setia, menunggu Wu Yuan menikmati hidangan lezat yang disajikan.

Selesai makan, Gin Ling mengirimkan sejumlah uang ke rekening Wu Yuan. Saat ponsel Wu Yuan berbunyi—tanda masuk notifikasi—ia membukanya. Ia melihat bahwa Gin Ling baru saja mengirim lima ratus juta Yuan kepadanya. Wu Yuan sedikit terkejut.

“Nona Gin Ling… apa maksudnya ini?”

“Hehehe… Tidak apa-apa. Itu hanya sedikit hadiah untukmu, karena kamu telah membantuku memilihkan beberapa batu di Pelabuhan Fongkai,” jawab Gin Ling, suaranya terdengar riang.

“Ahhh… Itu tidak perlu. Saya memilihkan Anda batu-batu itu dengan santai. Tidak perlu terlalu memikirkannya,” kata Wu Yuan, merasa sedikit tidak enak.

“Tidak apa-apa. Saya juga memberikan uang kepada kamu dengan santai,” kata Gin Ling, suaranya lembut.

“Haisss…!” Wu Yuan sedikit merasa pasrah sambil menggaruk kepalanya. Ia sedikit malu karena setelah dapat makan, kini malah dapat uang.

“Nona Gin Ling, lain kali kalau kamu memerlukan saya untuk memilihkan batu lagi, mungkin saya tidak bisa membantu kalau kamu melakukan ini hanya untuk uang. Saya melakukan ini bukan untuk uang saja, tapi hanya persahabatan,” kata Wu Yuan, menjelaskan maksud hatinya.

Wajah Gin Ling sedikit merona. Ia menatap Wu Yuan dengan penuh selidik, ingin memastikan apakah Wu Yuan mengatakan itu dengan tulus atau ada maksud tersembunyi. Namun, ia melihat tatapan mata Wu Yuan sangat tulus.

“Huh… Baiklah,” jawab Gin Ling, menganggukkan kepalanya.

“Nona Gin Ling, percayalah, kalau kamu menilai ku hanya dengan uang, kamu salah. Saya bahkan tidak akan membantu Anda kalau Anda tidak saya anggap teman, biarpun Anda membayar saya dengan mahal sekalipun, saya akan menolaknya,” kata Wu Yuan, menekankan pentingnya persahabatan baginya.

“Lalu dengan Pak Tua Fang Diwang, kenapa kamu mau memilihkan batu mentah?” Gin Ling bertanya, penasaran.

“Kamu salah. Ketika Pak Tua Fang Diwang mengundangku, dia tidak mengatakan tentang uang. Dia hanya mengundangku, dan saya berpikir mungkin Pak Tua Fang Diwang bisa dijadikan sahabat. Namun, kalau dia menilai saya dengan uang, maka dia akan menyesalinya,” jelas Wu Yuan.

Mendengar kata-kata Wu Yuan, Gin Ling hanya bisa menganggukkan kepalanya. Dengan iseng, ia bertanya kepada Wu Yuan.

“Apakah itu artinya kamu menganggap saya teman?” Gin Ling berharap Wu Yuan akan mengatakan lebih dari sekedar teman.

Wu Yuan, yang tidak terpikirkan tentang masalah hubungan antara pria dan wanita, langsung menjawab.

“Tentu saja. Kamu saya anggap adalah teman baik saya.”

Wajah Gin Ling merona dan tersenyum malu-malu. Namun, dalam pandangan Wu Yuan, berbeda. Karena dia juga seorang praktisi pengobatan, ia mengira Gin Ling sakit. Dengan polos, ia bertanya.

“Nona Gin Ling, apakah kamu sakit? Wajahmu nampak memerah.”

Mendengar kata-kata Wu Yuan, Gin Ling menjadi salah tingkah dan marah. Dalam hatinya, ia memaki Wu Yuan.

“Dasar pria bodoh…!! Tidak peka terhadap wanita.”

Setelah memaki Wu Yuan dalam hati, ia menatap Wu Yuan sebentar, kemudian menghirup napas dalam-dalam untuk menenangkan hatinya dan bergumam lagi.

“Pantas saja dia tidak peka. Wajahnya saja masih kekanak-kanakan. Huh… Aku saja yang terlalu berharap.”

Memang wajah Wu Yuan masih tampak sedikit kekanak-kanakan; maklum, usianya masih tujuh belas tahun.

“Saya baik-baik saja. Sekarang mari kita kembali. Ini sudah larut malam,” kata Gin Ling, mencoba untuk mengendalikan emosinya.

“Hmm… Ya, baiklah,” jawab Wu Yuan, tanpa menyadari perasaan Gin Ling.

Mereka pun keluar dari Restoran Fuxhi. Wu Yuan menumpang di mobil Gin Ling karena dipaksa oleh Gin Ling untuk mengantar Wu Yuan kembali ke kosnya.

Malam ini Wu Yuan kembali berkultivasi untuk menerobos ke Tahap Sembilan. Setelah menerobos ke Tahap Sembilan, maka dia sudah bisa meminum Pil Esensi Pembentuk Fisik yang dibuatnya tadi sore di Klinik Bintang.

Pagi harinya, Wu Yuan merasakan letupan energi lembut yang berasal dari tubuhnya—tanda ia telah berhasil menerobos Tahap Sembilan.

“Hehehe… Nanti sore aku akan meminum Pil Esensi Pembentuk Fisik. Besok kuharap aku telah berhasil menerobos ke Ranah Pembentuk Fisik,” kata Wu Yuan, penuh harapan.

Wu Yuan sangat menantikan hal ini. Jika ada seorang praktisi yang mengetahui betapa cepatnya Wu Yuan meningkatkan kekuatannya, mereka pasti akan sangat terkejut. Biasanya, para praktisi membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, untuk menerobos ke tahapan kecil. Namun, Wu Yuan, yang sebelumnya manusia biasa, telah mencapai tahap ini dengan cepat.

Pagi ini Wu Yuan beraktivitas seperti biasa: mandi dan pergi ke sekolah. Biasanya, ia akan sarapan di kantin sekolah. Namun, pagi ini, ketika ia akan memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba ada yang memanggilnya.

“Kak Wu Yuan.”

Wu Yuan membalikan tubuhnya dan melihat Cing Hau yang memanggilnya dengan panggilan ‘Kakak’. Ini sangat aneh bagi Wu Yuan, bahkan bagi semua murid di Kelas Dua C. Cing Hau biasanya pemuda yang sangat arogan.

“Kamu memanggil siapa…!” Wu Yuan bertanya, heran.

“Hehehe… Saya memanggil Kak Wu Yuan. Bolehkah saya menjadi pengikut Kak Wu Yuan?” tanya Cing Hau, suaranya terdengar hormat.

“Ehhh…!!???” Wu Yuan sangat terkejut.

“Apa maksudmu…!!?” Wu Yuan bertanya sambil mundur dua langkah.

“Kakak Wu Yuan… Biarkan aku mengikuti mu. Aku pasti akan setia. Kakak Wu Yuan mau makan apa? Nanti di kantin biar aku yang traktir,” kata Cing Hau, dengan penuh semangat.

“Untuk apa kamu mengikutiku…!!?”

“Kakak, tolong ajari saya seni bela diri,” jawab Cing Hau, dengan nada memohon.

“Huh… Mempelajari seni bela diri tidak segampang itu. Kamu harus selalu melakukan pertapaan setiap malam, dan setiap napas yang kamu hirup maupun kamu hembuskan adalah atas dasar seni bela diri,” jelas Wu Yuan.

“Eh… Ini… Apa sesusah itu? Kenapa rumit sekali?”

“Memang begitulah persyaratannya. Apakah kamu sanggup?”

Mendengar syarat untuk mempelajari seni bela diri sangat rumit dan membosankan, akhirnya Cing Hau hanya tersenyum masam. Namun, tekadnya untuk menjadi bawahan Wu Yuan tidak tergoyahkan.

“Kakak Wu Yuan, biarpun aku tidak bisa memenuhi persyaratan itu, tapi aku tetap akan setia kepadamu dan akan menjadi bawahan paling setia mu.”

“Huh… Terserah kamu saja, tapi aku tidak memaksa mu untuk mengikutiku.”

“Ya… Ya… Kak Wu Yuan, apakah kamu sudah sarapan?”

“Belum.”

“Mari, Kak. Kita ke kantin sekolah, biar saya yang mentraktir Kak Wu Yuan makan.”

Wu Yuan tidak menolak dan hanya menganggukkan kepalanya saja. Biarpun Cing Hau ini terlihat setia, tapi Wu Yuan masih belum tahu apa niat sebenarnya dari Cing Hau. Jadi, Wu Yuan perlu untuk mendalami sifat dari anak di depannya.

Keduanya makan di kantin. Wu Yuan sengaja memilih makanan yang berharga paling mahal. Namun, karena uang jajan yang diberikan oleh orang tua Cing Hau cukup banyak, maka bagi Cing Hau itu semua sepele. Ia menyuruh Wu Yuan untuk menambah makanannya tanpa ragu. Ekspresi wajah Cing Hau tampak tidak peduli berapa pun makanan yang dimakan oleh Wu Yuan. Ia membayar tagihan tanpa melihat berapa pun jumlahnya.

“Kak… Sepulang sekolah, kamu akan ke mana?”

“Aku ada pekerjaan yang harus kulakukan,” jawab Wu Yuan. Ia berencana untuk menelan Pil Esensi Pembentuk Fisik untuk menerobos ke Ranah Pembentuk Fisik.

“Hmm… Kak, kalau kamu tidak ke mana-mana, kita pergi ke suatu tempat. Di sana pasti akan menyenangkan,” ajak Cing Hau.

Wu Yuan menatap Cing Hau dengan dingin, lalu bertanya.

“Di mana itu?”

“Ehh… Itu di kafe. Kita bisa meminum bir dan lainnya. Di sana minumannya sangat nikmat dan menyegarkan.”

“Huh… Saya tidak akan mau minum minuman beralkohol. Saya tidak suka meminum minuman yang tidak sehat seperti itu,” tolak Wu Yuan.

“Ohh… Kak, bukan hanya minuman, tapi wanitanya juga sangat cantik-cantik. Kamu bisa mengajak mereka untuk bersenang-senang,” bujuk Cing Hau.

Mendengar bujukan dari Cing Hau, wajah Wu Yuan menjadi gelap dan tampak marah.

“Cing Hau…!!! Sadarkah kamu sekarang usia mu masih berapa tahun…!!! Kamu tidak pantas memasuki lingkungan seperti itu. Kalau kamu memasuki lingkungan kotor, lebih baik kamu jangan mendekatiku!”

“Tidak… tidak… Kak, kamu salah. Aku sama sekali belum pernah memasuki tempat tersebut. Aku hanya mendengar dari teman-temanku yang merupakan orang-orang liar di jalanan. Mereka yang mengatakan hal ini. Kalau Kak Wu Yuan melarangku memasuki tempat tersebut, maka saya tidak akan berani datang ke sana,” kata Cing Hau, suaranya terdengar takut.

“Huh…” Wu Yuan sedikit kesal dengan ajakan Cing Hau.

“Kak, bolehkah saya mendapatkan nomor kontak Kakak?”

Wu Yuan mengeluarkan ponselnya dan bertukar nomor kontak dengan Cing Hau. Wu Yuan tidak menolak bila ada yang mau menjadi temannya.

Banyak murid yang melihat sikap Cing Hau yang menjilat terhadap Wu Yuan menjadi heran, karena biasanya Cing Hau sangat mendominasi.

Sepulang sekolah, Cing Hau segera pulang ke kamar kos dan mulai berkultivasi. Ia mengeluarkan Pil Esensi Pembentuk Fisik dan langsung menelannya.

“Gluk.”

Energi spiritual yang terkandung dalam pil langsung menyerang tubuh Cing Hau dengan ganas. Hanya dalam tempo tiga jam, suara teredam dari dalam tubuh Cing Hau terdengar. Namun, Cing Hau belum membuka matanya; ia sedang berkonsentrasi mengubah seni kultivasinya dan mengokohkan pondasinya. Seluruh tubuhnya dibungkus oleh cairan hitam menjijikan dan berbau tidak sedap.

Sampai jam tujuh malam, akhirnya Cing Hau membuka mata. Kali ini, nampak pupil matanya sedikit memancarkan cahaya samar.

“Huuuuhhhh… Akhirnya aku telah berhasil dan resmi menjadi praktisi kultivator,” gumam Cing Hau, suaranya penuh kelegaan.

1
Abi
ko macet thor
Mia Amelia Syarif
..
Sugab
kenapa gw ngerasa penulis novel ini gak konsisten ya 🤔
Abi
mcx jgn di butakn oleh cinta thor
Kayuzen: rencananya, Wu Yuan akan di buat sakit hati sih
total 1 replies
Abi
up
Abi
semangat thor
Abi
tajir melintir
Zee
wahh waahh knapa jdi cing hau yg brkultivasi thor,, sadar thor,, sadaarrrr
Abi
semangat thor
Abi
wkwkwk baru tau ...... bisa bisa bangkrut klu bgitu
Dobi Papa Sejati
lanjuttttt
Abi
mantao.... terus di lanjut thor
Abi
kpn upx thor
Kayuzen: hari ini! namun tgg saja
total 1 replies
Abi
tambah thor upx
Abi
up yg byk thor
Abi
kereeeen
Abi
mantap..... di lanjut thor
HG Wells Fargo Bank Hh
gass poll torrr
Kayuzen: siap 💪
total 1 replies
Nayy
lanjut
Kayuzen: ehhh nayyy mau jadi Author juga kah
di noveltoon
Kayuzen: ehhh nayyy mau jadi Author juga kah
di noveltoon
total 3 replies
Ao Amoer
lanjut thorrrr
Kayuzen: siap 💪
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!