Kisah dua anak manusia yang ditemukan karena takdir.
Sekartaji adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Dia adalah satu-satunya yang belum menikah di usianya yang ke 27 sementara kedua kakak dan adiknya sudah punya pasangan masing-masing. Sekar tidak ada keinginan menikah karena baginya pria jaman now red flag semua.
Danapati, seorang pengusaha berusia 34 tahun, belum mau menikah karena menunggu wanita yang membuatnya jatuh cinta.
Bagaimana jika dua orang yang tidak mau menikah tapi dipertemukan oleh takdir?
Disclaimer. Ini bukan cerita rakyat Jawa ya. Hanya cerita komedi unfaedah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan Serius
"Tunggu. Bagaimana kamu bisa menembak seperti itu?" tanya Dewa. "Apa kamu sudah pernah latihan?"
"Apa kalau main game First-person shooter termasuk?" tanya Sekartaji dengan wajah polos. "Macam Call of Duty, Counter Strike dan Rainbow Six?"
Dewa dan Danapati melongo. "Perasaan game dan kenyataan berbeda lho," gumam Dewa.
"Lha buktinya dia bisa," timpal Danapati.
"Ok fix. Minggu depan, kita disini lagi. Tidak mungkin ini Lucky rookie doang," ucap Dewa penasaran.
Danapati menatap ke Dewa. "Tidak bisa. Aku sudah punya acara sendiri sama Sekar!"
"Lho memang sudah kamu rencanakan?" tanya Dewa.
"Kita seorang pengusaha kan? Sudah terbiasa membuat rencana hingga dua Minggu ke depan bukan?" jawab Danapati cuek.
Sekartaji memilih diam daripada nanti keluar ucapan randomnya.
"Tapi kalau kalian mau tembak-tembakan lagi, kabari saja," ucap Dewa.
Mereka pun akhirnya berpisah dan Danapati mengajak Sekartaji untuk makan siang. Mereka pun tiba di sebuah restauran high end dan Danapati meminta ruangan yang private.
Keduanya pun duduk dan Sekartaji melihat interior restauran itu macam model peranakan yang pernah dia datangi saat di Singapura atau Malaysia tapi ini versi mewahnya.
"Kamu kenapa?" tanya Danapati saat memesan makanan via QR code yang ada di meja.
"Ini restauran macam peranakan ya pak?" Sekartaji memperhatikan detail interiornya.
"Semacam itulah. Kamu mau es teh tarik atau teh tarik?"
"Es teh tarik."
"Kopinya mau black atau butter?"
"Butter."
"Mau laksa?"
"Boleh pak."
"Bakmie kepiting?"
"Boleh juga."
"Bagus! Karena kamu terlalu kurus!" jawab Danapati sambil memasukkan pesanannya.
Sekartaji menoleh. "Eh? Bapak pesan semuanya?"
"Iyalah. Kan kamu yang mengiyakan. Jadi bertanggungjawab lah!" senyum Danapati.
Lha kok jadi begini?
***
Sekartaji hanya bisa terbengong-bengong melihat pesanannya datang. Sudah pasti dia harus menghabiskan karena dia sudah pesan. Danapati sendiri hanya memesan satu porsi capcay dan nasi.
"Ayo dimakan," ucap Danapati dan Sekartaji pun menyeruput kuah laksanya.
"Hhhmmm ! Enak ! Ini macam yang saya makan di Singapore. Serius ini enak !" Sekartaji menikmati laksanya. "Kuahnya sedap. Sangat ngudang."
"Ngudang?" tanya Danapati.
"Sangat terasa udangnya jadi kan ngudang. Bukan ngundang ya pak," jawab Sekartaji membuat Danapati tertawa.
"Iya deh."
Keduanya pun makan sambil membicarakan pekerjaan termasuk divisi Sekartaji. Danapati mendapatkan banyak masukan dari gadis itu terutama soal mesin-mesin yang sedang dia serta timnya periksa. Danapati memang sengaja mengajak Sekartaji membicarakan bidang yang dia suka hingga merasa nyaman dan tanpa sadar, makanannya pun habis.
"Wah, kamu tuh lapar atau memang enak?" tanya Danapati yang melihat dua mangkuk pesanan Sekartaji habis.
"Well, enak dan diskusi dengan bapak menyenangkan jadi ya tanpa sadar habis."
Danapati tersenyum.
"Sekar, kita bicara serius ya diluar pekerjaan."
Gadis itu pun mengangguk karena cepat atau lambat, mereka akan membicarakan topik ini.
"Apa kamu benar-benar tidak mengingat sedikit pun?" tanya Danapati. "Soal di Semarang?"
Sekartaji menggelengkan kepalanya. "Untuk mengingat kedua orang tua saya dan ketiga saudara perempuan saya saja butuh waktu hampir setahun pak. Bagaimana saya bisa ingat kejadian di usia tujuh tahun?"
"Biar aku yang cerita padamu. Siapa tahu menjadi trigger kamu untuk mengingat semuanya." Danapati mengambil dompetnya dan memperlihatkan foto seorang anak perempuan dengan gigi ompong tersenyum. Sekartaji melihat foto itu dan teringat ada foto seperti itu di rumahnya.
Foto dia waktu kecil.
Sekartaji tahu gaya rambut dia waktu kecil karena mamanya selalu memperlihatkan foto-fotonya untuk mengembalikan memorinya.
"Kamu ingat?"
"Hanya ingat dulu mama memperlihatkan semua foto-foto aku dari lahir, bayi hingga berusia tujuh tahun. Aku ingat karena aku pernah lihat mama foto aku dengan rambut seperti itu." Sekartaji melihat foto yang sudah agak lusuh itu. "Darimana bapak dapat?"
"Aku yang memotret kamu. Ini hasilnya pakai hp jadul. Tapi aku ada yang sudah direstorasi di iPad dan ponsel aku. Ada beberapa foto yang aku ambil saat bersama kamu di gedung kantor ayahmu. Apa kamu tidak ingat? Waktu itu hari Sabtu pagi, dan tiba-tiba hujan deras turun. Aku menumpang di halaman kantor Bank Artha Jaya di jalan Pahlawan Semarang."
Sekartaji menatap Danapati.
"Lalu apa yang terjadi?" tanya Sekartaji.
"Aku menunggu hujan reda terus kamu keluar dan mengajak aku masuk ke dalam ruangan kantor. Kamu kasih aku roti dan susu kotak. Kita main puzzle yang kamu bawa. Aku foto kamu dan kita foto bareng." Danapati mengambil ponselnya dan memperlihatkan foto-fotonya bersama Sekartaji saat di Semarang.
"Ya ampun ... Ini pak Danapati?"
"Kenapa?" tanya Danapati.
"Cupu."
"Tapi ganteng kan?" senyum Danapati.
"Narsis!"
"Sekartaji, asal kamu tahu ... Aku saat tahu nama kamu Sekartaji, aku sudah tahu kalau kita memang sudah dipertemukan dan bagi aku, sejak itu nama Panji aku simpan cuma untuk kamu. Sayangnya ... Raden Panji kehilangan jejak Dewi Sekartaji dan baru ketemu dua puluh tahun kemudian ...."
Sekartaji menatap Danapati. "Benarkah?"
"Apakah kamu terharu?" tanya Danapati.
Sekartaji hanya diam. "Nggak. Bapak itu terlalu meromantiskan situasi."
Danapati melongo. "Seriously Sekar. Masa kamu cewek tidak ada jiwa romantis sama sekali? Memangnya kamu saat remaja tidak baca novel roman atau nonton film roman?"
"Pak, waktu kecil bacaan saya Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Trio Detektif, Detektif Conan dan Kindaichi. Belum Monster dan 20th Century Boy. Remaja, saya mulai baca Sidney Sheldon, Agatha Christie, Dan Brown, John Grisham. Tontonan saya semua serial tv Agatha Christie, semua film detektif dan thriller. Saya dewasa, semua buku tentang mesin dan aerodinamis. Mungkin sifat anti romantis saya terlalu berkobar-kobar," jawab Sekartaji. "Main game pun suka yang RPG dan First-person shooter."
"Ya ampun ... Kamu tuh tomboynya keterlaluan deh!" gumam Danapati.
"Makanya pas bapak bilang mau melamar saya dan sudah meromantiskan cinta masa kecil ... Saya agak bingung. Karena saya memang tidak ada niatan menikah karena sifat anti romantis yang keterlaluan ini." Sekartaji menatap Danapati. "Apakah dengan begini bapak mundur? Nanti saya akan bilang ke Pak Adipati kalau bapak lagi mode desperate time calls for desperate measure."
Danapati hanya tersenyum. "Yang bilang aku mau mundur siapa? Aku menunggu dua puluh tahun dan setelah ketemu, aku melepaskan kamu begitu saja? Tidak semudah itu, Sekartaji!"
Gadis di depan Danapati hanya bisa menghela nafas panjang. "Rumit dan sulit ini ...."
***
Yuhuuuu up malam Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️