NovelToon NovelToon
Terjebak Obsesi Sang Playboy

Terjebak Obsesi Sang Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / One Night Stand / Playboy / Konflik etika / Nikah Kontrak / Pelakor
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Itsme AnH

Viona Mollice, gadis 24 tahun—penghasil pundi-pundi uang yang bekerja keras bagaikan kuda. Ia melakukan beberapa pekerjaan dalam sehari hanya untuk menyambung hidup, juga membayar biaya kuliahnya.
Suatu hari, Viona mendapatkan tawaran pekerjaan dari temannya yang sama-sama bekerja di Harmony Cafe. Namun, entah bagaimana ceritanya hingga wanita itu bisa terbangun di sebuah kamar hotel yang sangat mewah nan megah dalam keadaan tidak wajar.
"Meskipun aku miskin dan sangat membutuhkan uang, tapi aku tidak menjual tubuhku!" ~ Viona Mollice.

***

Daniel Radccliffe, billionaire muda yang merayakan ulang tahunnya ke-27 tahun di sebuah club malam ternama di kotanya dengan mengundang banyak wanita dari berbagai kalangan.
Club malam dan wanita adalah gaya hidup lelaki yang biasa disapa Erick. Bertukar wanita sudah seperti bertukar baju yang dilakukannya beberapa kali dalam sehari. Bahkan, Erick membuang wanita segampang membuang permen karet. Dan sudah menjadi rahasia umum, jika Erick bangu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berpindah Hati

Daniel berdiri di depan pintu kamar yang tertutup rapat sejak pagi, suaranya bergetar saat berteriak, "Viona, keluarlah!"

Bulan yang selama ini setia menemani malam, kini sebentar lagi harus menyerahkan tempatnya pada matahari yang mulai merona di ufuk timur.

Namun, Viona masih enggan membuka pintu, seperti menolak melepaskan diri dari dunia kecilnya yang sunyi.

Tubuh Daniel menegang, tangan kanannya berulang kali menggedor kayu pintu itu dengan perlahan, berharap ada respon. "Kau gak lapar, ya? Seharian ngurung diri di kamar?" teriaknya lagi, nadanya penuh kepedulian yang berubah jadi frustasi.

Diam yang menjawabnya terasa semakin menusuk. Wajah Daniel memerah, bibirnya mengatup rapat, gigi-giginya beradu dalam tegangan saat ia menghela napas panjang penuh kesal. "Jangan paksa aku masuk ke kamarmu, Viona!" ucapnya dengan suara serak, seolah berusaha menahan badai emosi yang hendak meledak.

Ketika tidak ada tanda-tanda pintu akan terbuka, Daniel menunduk sebentar, lalu melangkah pergi dengan langkah berat, meninggalkan pintu terkunci dan keheningan yang menggantung di udara apartemen itu.

Lelaki itu pergi ke kamarnya untuk mencari kunci cadangan dan kembali lagi ke depan kamar Viona setelah mendapatkan apa yang ia cari.

Daniel membuka pintu kamar Viona dengan tidak sabar, ia ingin segera menemukan wanita yang sudah membuat darahnya naik. "Viona!" teriaknya menjelajahi kamar yang lumayan besar, meski tidak sebesar kamar pribadinya yang bisa dijadikan lapangan futsal.

"Ke mana dia?" Kedua alis Daniel berkerut dalam saat tidak menemukan keberadaan Viona di dalam kamar itu, bahkan di dalam kamar mandi juga tidak ia temukan sosok yang dicarinya.

Lelaki itu kemudian berjalan menuju ke arah nakas saat dari kejauhan mendapati secarik kertas yang tergeletak di atas sana, bertindihan sebuah pena biru.

"Aku ada urusan di luar, aku akan kembali untuk menumpang lagi di rumahmu. Tolong bukakan pintu untukku, ketika aku kembali nanti." Daniel membaca tiap baris kata yang ditulis oleh Viona.

"Cih, siapa yang semalam gak mau tinggal denganku?" ujarnya sinis, seakan Viona saat ini ada di depan matanya. Kemudian lelaki itu keluar dari kamar Viona, sudah tidak ada lagi keperluan di sana.

Daniel harus menelan kekecewaan karena niat hati yang ingin makan malam bersama dengan Viona tidak tersampaikan, padahal dirinya sudah bela-belain pulang cepat. Berharap bisa memakan masakan Viona yang rasanya begitu pas di lidahnya.

Pergi ke dapur, lelaki itu mencoba mencari makanan yang bisa dimakannya untuk mengganjal perutnya yang sudah didemo oleh para cacing. Akan tetapi, tidak ada satu pun makanan siap saji yang tersedia di sana kecuali beras dan beberapa bahan yang digunakan Viona untuk membuat nasi goreng tadi pagi.

Apa yang Daniel harapkan? Apa dia berharap pulang kerja sudah tersedia makanan rumahan yang lezat dan nikmat, seakan dirinya mempunyai seorang istri yang bisa melakukan semua hal itu untuknya?

Baru satu hari tinggal bersama Viona, sepertinya sudah membuat Daniel lupa statusnya saat ini adalah seorang bujangan.

Bahkan dirinya tidak pernah makan masakan rumahan ketika di apartemen, kecuali ketika pulang ke rumah orang tuanya. Itupun bukan dimasak langsung oleh Natasha—mamanya—atau pun Chaterine, nyonya di rumah besar milik papanya, melainkan masakan para pekerja yang ada di sana.

"Hah, lapar sekali," gumam Daniel. "Tau gitu, mending tadi aku makan dulu sebelum pulang," imbuhnya menggerutu kesal, entah kepada siapa kekesalan itu tertuju. Ia juga tidak mungkin menyalahkan Viona, sementara dirinya tidak membuat janji makan bersama wanita itu.

Daniel ingin makan di luar, tetapi ia sudah malas bergerak. Lagipula, ia khawatir Viona kembali di saat dirinya tidak di rumah, hingga membuat wanita itu tidak bisa masuk karena tidak mengetahui sandi apartemennya.

Memesan makanan siap antar, bukanlah ide yang buruk. Akan tetapi, lelaki itu sudah tidak punya selera makan, meski perutnya sangat kelaparan. Lebih tepatnya, ia tidak ingin makan sendirian yang membuatnya terlihat seperti orang kesepian.

Tidak peduli dengan perutnya yang keroncongan, akhirnya Daniel kembali ke kamarnya. Memilih berkelana ke alam mimpi, melanjutkan istirahatnya yang masih kurang banyak.

*****

"Aku pulang dulu, ya," pamit Viona mengemasi barang-barangnya dari di atas sofa yang ada di ruangan Zayn. Wanita itu datang ke sana untuk meminta Zayn menemaninya bertemu dengan Effendy, ia ingin menyerahkan sertifikat rumah kepada lelaki yang menjadi debitur bagi ayahnya.

Mereka bertemu di cafe milik Zayn, lebih tepatnya di ruangan lelaki itu agar pembicaraan mereka tidak didengar oleh orang lain. Zayn tidak mau ada orang yang mengucilkan Viona karena kejadian buruk semalam, seperti yang terjadi pada wanita lain di luar sana.

Jika terjadi kasus pelecehan, meskipun kesalahan terletak pada pihak lelaki yang tidak bisa menahan napsu bejatnya, tetapi tetaplah pihak perempuan yang akan mendapat cemoohan. Apalagi Viona memiliki hutang pada Effendy, mungkin sebagian orang akan beranggapan apa yang Effendy lakukan adalah hal yang wajar.

Effendy menerima sertifikat yang diberikan Viona, tetapi lelaki itu juga meminta Viona segera melunasi bunga-bunga yang lebih besar dari hutang pokoknya, membuat otak Viona berserabut memikirkan cara mendapatkan uang banyak dalam sekejap.

Zayn bersedia membantu Viona, tetapi untuk kesekian kalinya wanita itu menolak. Bukan tidak ingin menerima niat baik sahabatnya, Viona hanya tidak ingin membuat Zayn kesusahan. Apalagi, lelaki itu pasti juga membutuhkan uang untuk kelangsungan bisnisnya.

"Pulang ke mana?" selidik Zayn dengan matanya yang menyipit. "Aku anterin," imbuhnya meraih kunci motor dari atas meja sofa.

"Ke rumah temanku, gak perlu dianter, aku bisa sendiri," sahut Viona menolak tawaran baik Zayn.

"Temanmu yang mana?" tanya Zayn dengan tatapan penuh curiga. Selama hampir seluruh hidupnya bersahabat dengan Viona ia tidak pernah melihat Viona mempunyai seseorang yang benar-benar bisa menjadi temannya karena wanita itu terlalu sibuk bekerja.

"Adalah, kamu gak akan kenal," sahut Viona menghindar dari tatapan penuh selidik sang sahabat. Ia tidak ingin mempertemukan netra coklatnya dengan netra hitam Zayn yang bisa mendeteksi kebohongannya.

"Dahlah, aku mau pulang. Gak enak sama tuan rumah kalau aku pulang malam-malam," ujar Viona cepat, tidak membiarkan Zayn kembali melemparkan pertanyaan-pertanyaan penuh jebakan yang akhirnya membuat dirinya terpaksa berkata jujur.

"Kalau gitu, biarkan aku mengantarmu," balas Zayn, kekeh dengan pendiriannya.

"Jangan, aku gak mau cari masalah dengan pacarmu yang posesif itu." Viona berdiri dan tatapannya tertuju pada Luna yang bisa ia lihat dari dinding kaca ruangan Zayn.

Dalam hatinya, Viona sangat bersyukur dengan kehadiran wanita yang tampak berjalan ke ruangan Zayn dengan anggun dan penuh kesombongan, meskipun ia sudah tentu akan mendapat berbagai macam cercaan dari bibir Luna yang beracun.

Namun, itu lebih baik, daripada dirinya harus diantar pulang oleh Zayn hingga membuat lelaki itu tahu di mana ia menumpang setelah melarikan diri dari rumah.

Viona mengangkat tasnya sambil berkata cepat, “Aku pulang. Izinkan aku libur sampai aku mendapatkan kontrakan baru.” Ia langsung melangkah keluar ruangan Zayn tanpa menunggu jawaban. Dalam hatinya, Viona yakin Zayn pasti mengizinkan, apalagi ia ingin cepat-cepat menjauh dari bibir Luna yang beracun. Tapi sialnya, di depan pintu ruangan, sosok Luna berdiri dengan tatapan tajam. “Ngapain kau di sini? Masih mau menggoda pacarku? Apa kau sebegitu gak lakunya sampai harus merebut pacar orang?!” bentak Luna tanpa segan, suaranya meninggi di antara kerumunan. Kalimat itu meluncur begitu saja, tanpa peduli kalau orang lain bisa salah sangka dan membuat Viona terlihat buruk. Viona hanya melempar pandangan dingin, menahan jengah yang mengganjal di tenggorokan. Dengan setengah senyum sinis, ia membalas, “Mendingan kau temui pacarmu yang setia itu. Seribu wanita lebih cantik dari kau pun gak akan bisa membuatnya berpindah hati.” Lalu tanpa menoleh lagi, Viona melangkah pergi meninggalkan Luna yang semakin memerah karena kesal dan kalah dalam pertempuran kata itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!