Kehidupan yang di alami orang sekitarnya, terutama kakak nya sendiri membuat Harfa tak mau menjalani yang namanya pernikahan.
Apalagi, setelah Biru, membatalkan pernikahan mereka. Membuat hati Harfa begitu dingin akan yang namanya cinta. Mengunci hati hingga sulit di tembus.
Perubahan Harfa membuat kedua orang tuanya merasa sedih. Apalagi usia Harfa tak lagi mudah.
"Nak, menikahlah. Usia kamu sudah matang?"
"Tidak. Aku gak mau menikah, Ummah."
Jawab tegas Harfa membuat hati umma Sinta teriris.
yuk ikuti kisah nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Memastikan sesuatu
..."Aku takut membuka hati karena takut aku melukaimu. Tapi, nyatanya bukan aku tapi kamu, takut kamu melukaiku."...
...*Harfa*...
----------------
"Sekarang apa yang harus aku katakan pada Abi dan ummah."
Gumam dokter Harfa.
Dokter Harfa sungguh tak mengerti akan apa yang terjadi pada dokter Langit. Kenapa dokter Langit tiba-tiba berubah seperti itu. Seperti sosok yang tak pernah dokter Harfa kenali.
Kenapa perubahan itu terjadi ketika dokter Harfa memilih membuka hatinya. Memilih menata masa depan berharap ada kebahagiaan di dalamnya. Namun, belum genap melangkah kini tujuan itu sudah tersasar oleh ketidakjujuran.
Bagaimana bisa dokter Harfa menyakinkan hatinya lagi jika sikap dokter Langit saja begitu.
Dokter Harfa padahal berharap dokter Langit mau membagi dengannya. Mencari solusi sama-sama akan apa yang di hadapi dokter Langit. Jika begini bagaimana bisa dokter Harfa mengerti. Masalahnya saja dokter Harfa tak tahu.
Helaan nafas berkali-kali terdengar berat. Mencoba mengendalikan rasa aneh yang selama ini muncul. Apa ini adalah jawaban dari ketidakenakan hati. Dokter Harfa mencoba memahami semua yang terjadi. Berpikir langkah apa yang harus ia lakukan. Dokter Harfa tak ingin gegabah dalam mengambil tindakan. Apalagi dokter Harfa sudah terlanjur mengatakan hubungan dengan Dokter Langit pada kedua orangtuanya. Jika tiba-tiba dokter Harfa memutuskan lagi, orang tuanya pasti merasa sedih dan berpikir yang aneh-aneh lagi.
Jika dokter Langit tak ingin berkata jujur seperti nya dokter Harfa harus mencari tahu sendiri hal apa yang di rahasiakan dokter Langit.
Itu melanggar privasi, namun dokter Harfa tak mau terus menunggu ketidakpastian. Kedua orang tuanya terus menanyakan keseriusan dokter Langit. Seperti nya dokter Harfa butuh solusi yang baik.
..
Sesampainya di rumah, sudah selesai makan malam dokter Harfa berniat untuk tidur. Namun, sebuah pesan masuk menahan niat dokter Harfa.
Dokter Harfa menghela nafas berat membaca pesan yang di kirim dokter Langit.
"Memastikan sesuatu."
Gumam dokter Harfa. Dari panjangnya pesan yang di kirim dokter Langit hanya kalimat itu yang di ulang-ulang dokter Harfa.
Perasaan tak nyaman kembali muncul. Rahasia apa sebenarnya. Apa sebesar itu hingga dokter Langit tak mau berbagi. Dokter Langit hanya meminta dokter Harfa menunggu selama dua Minggu saja.
"Baiklah, aku akan menunggu."
Hanya itu balasan yang bisa dokter Harfa beri saat ini. Dokter Harfa berusaha berpikir positif. Mungkin memang urusan itu sangat urgent sehingga membuat dokter Langit tak bisa bicara sekarang.
"Apapun masalahnya semoga saja cepat selesai. Aku tak ingin terus menunggu hanya membuat perasaan ku kembali ragu."
Dokter Harfa membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Hari ini seperti nya dokter Harfa kembali mengalami perasaan berat. Padahal dokter Harfa tak ingin kembali menyakiti hatinya dengan perasaan asmara. Tapi, seperti nya hal itu akan muncul menghantui dokter Harfa kembali.
Siapkah dokter Harfa menghadapi kenyataan yang ada.
...
Hari ini nampaknya hari yang begitu berat bagi dokter Harfa. Dari mulai bangun pun dokter Harfa sudah merasakannya. Mungkin, akibat dari masalah hubungannya yang belum terpecahkan.
Rasanya belum sanggup jika dokter Harfa harus menerima perubahan dokter Langit secara tiba-tiba.
Wajah dokter Harfa nampak muram membuat setiap orang yang berpapasan dengan dokter Harfa urung menyapa. Jika dokter Harfa memasang wajah datar seperti itu berarti ada masalah yang di hadapinya.
Tak ada senyuman atau sapaan yang keluar dari mulut dokter Harfa. Dokter Harfa melengos begitu saja menuju ruang kerjanya. Kepala dokter Harfa terasa berat merasa bingung dengan hidupnya sendiri. Dokter Harfa merasa jika hidupnya terlalu blur. Tak jelas apa yang harus di putuskan. Kebimbangan itu tentu menjadi masalahnya.
Dokter Harfa menghela nafas pelan melihat dokter Zahra masuk kedalam ruangannya.
"Kenapa? Orang-orang di luar banyak membicarakan kamu."
Tanya dokter Zahra duduk pelan di hadapan dokter Harfa sambil memegang perutnya.
"Jangan diam doang, katakan?"
"Malas."
Dokter Zahra menatap dokter Harfa mencoba mencari tahu. Tak biasanya dokter Harfa kembali bersikap dingin.
"Gak mau berbagi?"
Helaan nafas panjang terdengar, dokter Harfa tak tahu harus membaginya seperti apa. Apa bercerita pada dokter Zahra akan menemukan titik solusi.
"Aku tak tahu Ra. Hatiku meragu melihat sikap dokter Langit akhir-akhir ini. Dia terlalu sembunyi hingga aku tak tahu apa yang sedang di alaminya. Kamu tahu kan jika aku benci orang yang tak jujur."
"Hm, aku tahu Fa. Apa kamu sudah bicara."
"Sudah tapi sikapnya membuatku semakin tak yakin untuk melanjutkan hubungan ini. Apalagi ummah dan Abi terus bertanya aku bingung menjawabnya."
Dokter Zahra mencoba memahami situasi yang di alami dokter Harfa. Dokter Zahra juga memang merasa aneh dengan sikap dokter Langit seperti ada yang di sembunyikan. Apalagi sampai ambil cuti di waktu yang tak pas. Padahal mereka tahu betul jika dokter Langit orang yang disiplin kuat terhadap pekerjaan nya.
"Dia bilang mau kemana?"
"Tidak. Tapi dia janji akan menceritakan. Dia minta waktu selama dua Minggu."
"Tunggu saja, mungkin dokter Langit memang tak mau membagi bebannya dengan kamu."
"Tapi dia calon suami ku Ra. Masa ia harus saling rahasia."
"Cieee, sudah kembali jatuh cinta ya?"
"Gak lucu, Ra."
"Sorry-sorry, sudah sekarang jangan di ambil pusing. Tunggu saja yang penting dokter Langit berjanji akan menceritakan nya kan sesudah urusannya selesai."
"Iya."
"Ya sudah."
"Masalahnya apa yang harus aku katakan pada ummah dan Abi. Kamu tahu sendiri gimana mereka."
"Katakan saja dokter Langit masih sibuk."
"Gak se-simple itu juga kali."
"Kamu dengerin aku. Lebih baik fokus pada pekerjaan dulu. Beri dokter Langit kepercayaan. Aku yakin dokter Langit tak melakukan hal yang aneh."
Dokter Harfa terdiam dengan perasaan dongkol. Masalahnya sikap itu muncul ketika pertemuan dengan temannya itu. Dokter Harfa yakin jika masalahnya tidak se-simple itu.
"Percaya sama dokter Langit. Jangan berpikir macam-macam. Aku pergi dulu."
Ucap dokter Zahra. Dengan pelan dokter Zahra menutup kembali pintu ruang dokter Harfa.
Dokter Zahra mengelus perutnya yang sudah membuncit. Wajah dokter Zahra terlihat tak biasa. Seolah sedang berpikir sesuatu.
"Semoga saja tidak ada sangkut pautnya dengan mereka. Aku gak bisa bayangkan jika hal itu terjadi. Hati Harfa pasti kembali hancur. Itu gak boleh terjadi, aku harus memastikan sesuatu."
Gumam dokter Zahra. Dokter Zahra seperti tahu sesuatu. Namun memilih bungkam pada dokter Harfa.
Setelah kepergian dokter Zahra. Dokter Harfa menatap tangannya dengan seksama. Tersemat cincin di jari manisnya. Dokter Harfa memutar-mutar cincin itu. Mencoba memahami perasaan nya sendiri.
Dokter Harfa mencoba menemukan keyakinan pada cincin itu.Tapi perasaan itu tak dirasakan.
"Aku tak menemukan apapun. Apa aku tak pantas memilik cincin ini."
Gumam dokter Harfa membuka kembali cincin yang di berikan dokter Langit. Dokter Harfa pikir dengan memakai cincin itu dirinya menemukan sebuah keyakinan. Bukan keyakinan yang di dapatkan melainkan sebuah ketakutan.
"Aku takut membuka hati karena takut aku melukaimu. Tapi, nyatanya bukan aku tapi kamu, takut kamu melukaiku."
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ...