NovelToon NovelToon
Elegi Grilyanto

Elegi Grilyanto

Status: sedang berlangsung
Genre:Janda / Keluarga / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Elegi Grilyanto adalah kisah penuh haru yang dituturkan oleh Puja, seorang anak yang tumbuh dengan kenangan akan sosok ayah yang telah tiada—Grilyanto. Dalam lembaran demi lembaran, Puja mengajak pembaca menyusuri jejak hidup sang ayah, dari masa kecilnya, perjuangan cintanya dengan sang ibu, Sri Wiwik Budi, hingga tantangan pernikahan mereka yang tak selalu mendapatkan restu. Lewat narasi yang jujur dan menyentuh, kisah ini bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang mengenang, menerima, dan merayakan cinta seorang anak kepada ayahnya yang telah pergi untuk selamanya.
real Kisah nyata

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Pagi itu udara Surabaya terasa sedikit lebih dingin dari biasanya.

Cahaya matahari belum tinggi ketika dari dalam kamar terdengar suara terburu-buru:

“Pa… pa!” suara Sri memanggil dengan nada panik, memecah keheningan rumah kecil mereka di Bumiarjo.

Grilyanto yang sedang menyuapkan sesendok nasi ke mulut, sontak menjatuhkan sendoknya ke atas piring.

Tanpa berpikir panjang, ia segera berlari ke kamar. Ketika membuka pintu, ia mendapati Sri duduk di tepi ranjang dengan wajah pucat dan napas tidak beraturan.

Di bagian bawah dasternya, terlihat noda darah.

“Masya Allah, Ma?” Grilyanto langsung menghampiri istrinya dan merangkul bahunya.

“Kamu sakit lagi? Sakitnya di mana?”

Sri hanya menggeleng lemah, tangannya memegangi perutnya yang mulai terlihat menonjol.

Matanya berkaca-kaca, dan tubuhnya sedikit gemetar.

“Aku, pendarahan lagi, Pa."

“Sakit, seperti ditusuk-tusuk.”

Grilyanto tidak menunggu lebih lama. Ia segera meraih tas kecil Sri yang sudah biasa mereka siapkan untuk berjaga-jaga, lalu mengangkat tubuh istrinya perlahan ke dalam pelukannya.

“Tenang, aku bawa kamu ke rumah sakit sekarang,” katanya sambil mencium kening Sri.

“Kamu tahan ya, Ma. Kamu dan bayi kita harus kuat.”

Dengan langkah cepat namun hati-hati, ia membawa Sri keluar rumah.

Seorang tetangga yang melihat dari kejauhan segera menawarkan tumpangan motor.

Tapi Grilyanto tahu Sri tak mungkin duduk di motor dalam kondisi seperti ini.

“Pak, tolong cepat ke RKZ, istri saya pendarahan,” ucap Grilyanto sambil terus memeluk Sri erat-erat di pangkuannya.

Sepanjang jalan, Sri sesekali meringis kesakitan. Grilyanto menggenggam tangannya erat, berusaha menenangkan walau di dalam dadanya ada kekhawatiran besar yang bergejolak.

Setibanya di RKZ, para perawat langsung sigap membawa Sri ke ruang UGD.

Grilyanto mengikuti di belakang, matanya tak lepas dari tubuh istrinya yang ditangani dengan cepat oleh dokter dan perawat.

Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar menghampirinya.

“Istri Bapak mengalami pendarahan karena kelelahan. Kandungannya masih bisa diselamatkan, tapi harus benar-benar istirahat total. Tidak boleh berdiri lama, tidak boleh cemas… dan harus dalam pengawasan.”

Grilyanto mengangguk cepat, matanya merah menahan tangis yang nyaris pecah.

Ia menatap ruangan tempat Sri dirawat, lalu menarik napas dalam.

“Terima kasih, Dok. Saya akan jaga dia. Apa pun saya lakukan, asal istri dan anak saya selamat.”

Setelah dari ruang dokter, Grilyanto duduk di samping ranjang, menatap Sri yang diam memandangi langit-langit kamar.

Cahaya sore masuk lewat celah jendela, memantulkan siluet lembut di wajah istrinya yang terlihat lebih pucat dari biasanya.

Tangan Sri menyentuh perutnya pelan, seolah menyampaikan kerinduan yang tak bisa diucapkan.

“Ma, kamu mikir apa?” tanya Grilyanto pelan, memecah keheningan.

Sri menoleh, matanya tampak berkaca. Senyum kecil muncul di bibirnya, tapi segera luntur oleh air mata yang mengambang.

“Aku kangen Pramesh, Pa." suaranya lirih, penuh rindu yang tertahan.

Grilyanto terdiam sejenak, lalu menggenggam tangan istrinya.

Ia tahu betul betapa besar cinta Sri pada anak mereka.

Sejak Pramesh dibawa ke Magelang demi kesehatan kandungan, rumah mereka terasa lebih sunyi.

Tawa kecil Prames, langkah kakinya yang lincah, dan celotehnya kini hanya bisa mereka bayangkan.

“Nanti aku kabari Mbak Nanik ya, apakah bisa antar Prames ke Surabaya. Tapi kamu jangan terlalu dipikirin. Fokus sembuh dulu, nanti kalau sudah kuat, kita bisa kumpul lagi seperti dulu.”

“Aku cuma takut dia lupa sama aku.”

Grilyanto menarik napas, lalu mencium kening istrinya penuh kasih.

“Enggak akan, Sri. Kamu ibunya. Dia pasti kangen juga. Anak itu tahu siapa yang selalu memeluknya waktu kecil, siapa yang nyanyiin dia sebelum tidur.”

Grilyanto melangkah keluar rumah dengan langkah perlahan, menatap langit sore yang mulai menguning.

Angin semilir meniup daun-daun di halaman kecil rumah kontrakan mereka di Bumiarjo.

Di dalam rumah, Sri sedang beristirahat, matanya masih sembab usai menangis karena rindu pada Pramesh.

Ia berjalan kaki ke arah wartel yang tak jauh dari rumah, di tikungan jalan dekat toko kelontong.

Di sepanjang jalan, langkahnya seolah dipandu oleh suara tawa kecil Pramesh yang hanya tinggal dalam ingatan.

Sesampainya di wartel, ia masuk ke bilik kayu kecil yang disekat tirai.

Aroma kayu tua dan suara dengungan kipas angin menemani saat ia mengangkat gagang telepon dan menyebutkan nomor tujuan ke penjaga wartel.

Tak lama, suara sambungan terdengar… lalu klik.

“Halo, Mbak Nanik? Ini Grilyanto.”

Suara di seberang terdengar ramah namun terkejut.

“Oh, Gril! Gimana kabarnya Sri?”

“Sri sekarang harus istirahat total, Mbak. Kandungannya sempat pendarahan lagi. Kami sedang berusaha agar semuanya baik-baik saja.”

Hening sejenak sebelum Grilyanto melanjutkan.

“Sri kangen banget sama Pramesh, Mbak. Saya juga. Kami cuma ingin tahu, apakah mungkin Pramesh dibawa ke Surabaya untuk beberapa hari? Nanti saya jemput di terminal. Tapi kalau memang belum memungkinkan, nggak apa-apa.”

Mbak Nanik terdengar berpikir sebelum menjawab dengan suara lembut,

“Prames baik-baik saja di sini. Tapi saya ngerti, Mas. Kasihan juga Sri. Saya akan bicara sama Ibu dulu, tapi saya usahakan seminggu ini bisa saya antar ke sana.”

“Makasih banyak ya, Mbak. Sri pasti senang sekali.”

“Sama-sama, Gril. Semoga Sri cepat pulih. Jaga dia baik-baik.”

Sambungan berakhir, dan Grilyanto meletakkan gagang telepon perlahan.

Di balik semua lelah dan beban pikiran, hatinya terasa sedikit lebih ringan.

Ia tahu, meski hidup tak selalu mudah, cinta dan kebersamaan bisa menjadi kekuatan terbesar.

Di ruang tengah rumah keluarga besar Grilyanto di Magelang, suasana pagi itu hangat oleh aroma kopi dan suara perbincangan lembut.

Mbak Nanik duduk berdampingan dengan Ibu Grilyanto, sementara Ngatini kakak perempuan tertua Grilyanto—sedang menyiapkan teh di meja.

“Bu, Mas Gril tadi malam telepon. Sri sempat pendarahan lagi. Tapi katanya sudah agak membaik. Sri kangen sama Prames, Bu, minta tolong dibawakan ke Surabaya.” ujar Nanik hati-hati.

Ibu Grilyanto yang sedang melipat baju kecil Pramesh mendongakkan wajahnya.

“Kangen ya dia. Ya sudah, kalau memang begitu. Tapi jangan kamu sendirian, Nak. Surabaya itu jauh.”

“Aku ikut, Bu. Sudah lama juga nggak ketemu Gril. Bisa sekalian bantu jaga Sri.”

“Aku juga ikut, Mbak. Sekalian bisa main ke Kebun Binatang Surabaya, hehe.” celetuk Joni adik Grilyanto.

“Eh, Tikno juga mau ikut!” tambah Tikno adik Grilyanto yang tak mau ketinggalan.

Nanik tersenyum sambil mengelus kepala Pramesh yang tengah duduk di pangkuannya.

“Kalau begitu kita sewa mobil saja, Bu. Lebih nyaman bawa bayi. Besok pagi berangkat, malam ini aku ke agen rental mobil.”

Ibu Grilyanto mengangguk, lalu memandangi wajah kecil Pramesh.

“Bilang sama Sri, jaga kesehatan. Jangan dipikir terus anakmu ini. Kami bawakan dia, biar bisa tenang.”

Hari itu pun diisi dengan persiapan: mengemas pakaian, popok, selimut, serta membawa oleh-oleh kecil untuk Sri dan Grilyanto.

Di sudut rumah, Pramesh tertawa riang tanpa tahu bahwa esok dirinya akan menempuh perjalanan jauh menuju pangkuan ibunya yang selama berbulan-bulan hanya bisa merindukannya dalam diam.

Malam pun turun di Magelang, dan rumah itu penuh harap.

Esok adalah awal dari perjalanan cinta yang tertunda, tapi tak pernah putus: antara anak dan ibu, antara saudara dan keluarga.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!