Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman lagi
Selepas ciuman panas yang dilakukan Angkasa padanya, Dambi bernafas terengah-engah. Ia mendiamkan detak jantungnya yang berdegup kencang dan mengatur nafasnya agar kembali normal. Keduanya masih pada posisi untuk menetralkan degupan jantung masing-masing. Dambi pikir ciuman itu sudah berakhir, tapi Angkasa memang gila. Belum juga nafasnya normal seperti sedia kala, pria itu kembali menyerangnya.
"Hmmpph..."
Angkasa ******* bibir itu dengan rakus. Mengecap rasa manis yang baru kali ini ia rasakan. Kalau dibilang berpengalaman, Angkasa tidak pernah punya pengalaman mencium wanita. Ia belum pernah berciuman sebelumnya karena memang dulu tidak ada wanita yang ingin dia cium. Sampai dirinya bertemu Dambi.
Dambi sungguh membuatnya terlihat sebagai laki-laki yang amat berpengalaman. Ia yakin, dengan cara menciumnya yang seperti ini Dambi pasti akan mengira dirinya sudah terbiasa berciuman dengan banyak wanita. Well, siapa juga yang akan percaya dirinya belum pernah berciuman kalau ciumannya seliar dan sepanas ini? Tapi Dambi benar-benar adalah wanita pertama yang seintim ini dengan Angkasa. Dan ia pastikan akan menjadi wanita yang terakhir. Angkasa bersumpah seumur hidupnya, dia hanya akan mencintai Dambi seorang.
Angkasa kembali menggoda dengan membelai lembut bibir Dambi agar terbuka. Ia belum puas dan ingin merasakan lebih lagi di dalam sana. Akal sehatnya mendadak hilang. Ciumannya turun ke leher jenjang Dambi dan berakhir dengan menggigit, memberi tanda kepemilikannya di sana. Angkasa ingin orang-orang tahu bahwa Dambi hanya miliknya seorang. Tidak boleh ada yang merebutnya.
"Auww..." sontak Dambi berteriak dan mendelik tajam ke Angkasa. Sekalipun suaranya tertutupi oleh suara hujan.
"Jangan berteriak. Suara seksimu bisa membuat aku tidak tahan untuk segera menerkammu." goda Angkasa tidak tahan. Dambi langsung merona. Tidak, ia tidak boleh berada lama-lama di sini. Bisa-bisa Angkasa benar-benar menerkamnya lagi. Ciumannya saja sudah dahsyat seperti itu. Bagaimana kalau mereka berdua...
Dambi menggeleng-geleng kepala menjernihkan pikirannya.
"Apa yang kau pikirkan?" Angkasa tersenyum penuh arti, tak mengalihkan tatapannya sedikitpun dari Dambi. Dambi yang makin malu mendorong tubuh pria itu lalu cepat-cepat berlari masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu balkon rapat-rapat. Angkasa yang dia tinggalkan diluar hanya tersenyum. Pria itu sangat puas dengan apa yang dia lakukan tadi pada gadisnya. Tidak salah dia bilang Dambi adalah gadisnya bukan?
Dikamar Dambi melihat bayangan yang terpantul di kaca kamar mandinya. Di leher bagian depannya, ada tanda merah yang sekarang sudah sedikit membiru. Dia menggeram kesal sambil menggosok-gosok tanda itu.
"Angkasa sialan, nggak ada tempat lain apa? Malah memberi tanda dibagian ini." umpat Dambi jengkel. Ia terus menggosok-gosok bekas gigitan Angkasa, berharap tanda itu akan hilang. Sayang sekali ia tahu itu tidak akan hilang dengan cepat. Angkasa pasti sengaja memberi tanda kepemilikan tersebut dibagian leher yang sangat gampang dilihat orang.
Dambi mendesis kesal, kalau tahu begitu dia tidak akan memberikan laki-laki itu kesempatan untuk menciumnya. Tapi apakah dia bisa? Kalau melihat ketampanan Angkasa dan tatapan lembut pria itu yang amat sangat menarik. Akhirnya Dambi memutuskan tidur. Entah ini sudah jam berapa. Semua orang pasti sudah tidur.
***
"Dambi, Angkasa, semalam kalian..." Ria menatap Angkasa dan Dambi bergantian. Mereka sedang sarapan pagi ini dan Ria tidak sengaja melihat tanda di leher Dambi.
"Kenapa ma?" Angkasa balas bertanya. Sedang Dambi masih terlihat bingung.
"Tuh leher Dambi," ujar Ria menunjuk dengan dagunya. Dambi yang sadar langsung kelimpungan. Ia tersenyum salah tingkah pada mertuanya dan menatap Angkasa tajam. Ya ampun, dia benar-benar lupa menutupi hasil dari perbuatan Angkasa semalam.
Berbeda dengan Dambi yang malu setengah mati, Angkasa malah tersenyum lebar. Dia memang sengaja melakukannya agar orang lain bisa melihat. Makanya dia cari tempat yang gampang terlihat. Dan tentu saja mamanya ikut senang mengetahui keduanya makin dekat. Bahkan wanita tua itu berharap akan terjadi sesuatu yang lebih dari itu. Siapa tahu Dambi hamil, dia kan bisa punya cucu nanti. Dan rumah akan ramai lagi.
"Jadi semalam kalian..." ulang sang mama.
"Nggak ma, nggak terjadi apa-apa." sahut Dambi langsung sebelum pikiran Ria melebar.
"Terjadi apa-apa juga nggak masalah kok sayang, apalagi kalau sampai hamil. "
Dambi langsung terbatuk-batuk. Hamil? Yang benar saja. Mereka saja belum nikah, malah sudah berpikir yang aneh-aneh mertuanya ini. Bagaimana kalau Angkasa benar-benar menghamilinya sebelum menikah?
"Ma, makan dulu." kata Angkasa melirik ke sang mama, mencoba mengalihkan pembicaraan. Papanya belum pulang. Masih diluar kota sampai beberapa hari kedepan. Mamanya juga akan menyusul sebentar nanti. Mereka akan sibuk selama beberapa hari diluar kota. Jadi beberapa hari kedepan ini di rumah hanya ada Angkasa, Dambi dan para pembantu tentu saja.
"Iya-iya mama tahu."