Seorang bocah ikut masuk dalam mobil online yang di pesan Luna tanpa ia sadari karena mengantuk. Setelah tahu bahwa ada bocah di sampingnya, Luna ingin segera memulangkan bocah itu, tapi karena kalimat bocah itu begitu memilukan, Luna memilih merawat bocah itu beberapa hari.
Namun ternyata pilihannya merawat bocah ini sementara, membawa dampak yang hebat. Termasuk membuatnya berurusan dengan polisi bahkan CEO tempatnya bekerja.
Bagaimana kisah Luna membersihkan namanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lady vermouth, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 31
Hari Minggu.
Karena tahu ini hari libur, Luna bersantai-santai di atas kursi. Ia masih memakai selimut sambil nonton tv. Film kartun anak yang masih digemarinya. Luna mendengar suara bel dari gerbang depan. Dia malas bergerak, tapi nyatanya bel itu terus saja berbunyi.
Akhirnya Luna berjalan keluar sambil membawa selimut keluar. Itu kemungkinan ibu di samping rumah yang biasanya memberikan sesuatu setelah pulang dari rumah putrinya. Karena menurut cerita Bi Muti, tetangga sebelah sedang berlibur ke rumah putrinya.
Tanpa berpikir panjang, Luna membuka pintu. Matanya mendelik hebat saat tahu itu Pak Ian.
"Selamat pagi, Luna."
Brak! Tanpa di rencanakannya, ia mendadak menutup kembali pintu itu.
Elio mendongak dan bertanya, "Kenapa Tante Luna menutup pintunya, Pa? Apa kita tidak boleh datang ke rumahnya?"
"Papa kurang tahu, tapi sepertinya tidak mungkin Tante Luna begitu," kata Ian yang sebenarnya ragu sendiri akan kalimatnya.
"Pak Ian? Itu Pak Ian?" racau Luna di balik pintu. Kepalanya menggeleng menyangkal bahwa itu adalah atasannya. Di luar pintu, Ian terheran-heran melihat Luna menutup pintu saat melihat dirinya. Namun pria itu tetap mencoba menekan bel pintu lagi dengan tenang. "Aduh!" Luna terkejut karena bel itu. Ia sedang melamun barusan.
"Luna! Ini aku, Ian!" panggil Pak Ian.
"Ternyata benar, itu Pak Ian." Luna langsung merapikan rambut dan pakaiannya dengan segera. Kemudian Luna membuka pintu lagi. Pria itu masih ada di sana lalu tersenyum. "Selamat pagi, Pak Ian." Luna langsung memberi salam yang bagus.
"Ya. Selamat pagi Luna," sahut Ian. Bola matanya sedang mengamati Luna yang masih berantakan.
"Maafkan saya. Saya baru bangun karena tadi malam saya lelah sekali." Luna menunduk mengurangi kontak mata dengan pria itu. Ian tersenyum.
"Kenapa tadi pintunya di tutup, Tante?" tegur Elio.
"Oh, itu karena ...Tidak apa-apa." Luna tertawa bingung mendengar pertanyaan bocah ini.
"Kamu tidak meminta kita masuk ke dalam?" tanya Ian mengingatkan. Karena Luna hanya berdiri saja di depan pintu.
"Oh, iya benar. Maafkan saya Pak. Silakan masuk, Pak. Silakan masuk Elio." Luna menjadi malu di ingatkan seperti itu. Elio melesat masuk ke dalam. Bocah itu sudah tahu jalannya.
Dia membiarkan Pak Ian berjalan lebih dulu di depan Ini membuat pria itu berhenti melangkah. Luna terkejut. Hampir saja menabrak.
Pria itu menoleh ke belakang.
"A-ada apa, Pak?" tanya Luna terbata. Ia juga sibuk menutupi wajahnya yang kusut karena sejak tadi masih bergelut dengan selimut.
"Kenapa kamu jalan di belakang ku? Bukankah tuan rumah adalah kamu? Aku ini hanya tamu," kata Ian yang menyadari keanehan ini.
"Enggak apa-apa, Pak. Bapak jalan di depan saja. Biar saya berjalan di belakang."
"Tidak. Ayo maju. Kita berjalan beriringan," ajak Ian. Luna terpaksa mengangguk daripada nantinya harus mempermasalahkan hal sepele ini. Mereka pun berjalan memasuki halaman rumah dan menuju rumah Luan yang letaknya ada di belakang rumah utama.
Bi Muti merundukkan badan untuk melihat dengan jelas siapa yang barusan lewat dengan Luna.
"Bukannya itu bosnya Luna? Tumben datang pagi-pagi," gumam Bi Muti.
...***...
Pak Ian memberi ijin pada Luna untuk mandi sebentar.
"Elio mau minum apa?" tawar Luna setelah selesai membersihkan diri.
"Emm ... Jus apel?"
"Tidak ada. Yang ada hanya teh sama susu kental manis," kata Luna.
"Di rumahku selalu ada kok Tante."
"Iya itu rumah kamu. Bukan rumahku," bantah Luna gemas.
"Aku tidak suka. Aku sukanya minum jus," kata Elio sangat pemilih.
"Jangan membuat Tante Luna kesulitan, Elio. Kamu buatkan apa saja, Luna. Elio pasti akan meminumnya," kata Ian. Elio diam sambil melipat tangannya. "Kalau kamu begitu, Papa tidak akan mengijinkan ke rumah Tante Luna. Papa akan melarangnya."
Elio terkejut mendengar ancaman papanya. Bocah itu melirik ke papanya dengan takut-takut. Luna jadi kasihan.
"Oh, tunggu sebentar. Mungkin Bi Muti punya buah," kata Luna punya ide. Wajah Elio bahagia.
"Itu tidak perlu, Luna," cegah Ian.
"Tidak apa-apa, Pak. Namun cukup kali ini saja ya Elio. Lain kali Tante tidak akan membuatkan jus untuk kamu. Sebentar. Tante akan ke rumah Bi Muti di depan."
Luna keluar dan menuju rumah Bi Muti. Pas itu Bi Muti keluar dari pintu.
"Eh, Luna. Itu tadi bos kamu ya?" tanya beliau.
"Iya. Bi Muti kelihatan?"
"Betul. Ini ... Bi Muti lagi bikin gorengan. Kali aja bos kamu mau." Bi Muti menunjukkan sepiring gorengan.
"Sebentar. Bi Muti punya buah? Elio minta di buatkan jus."
"Hmm ... coba lihat di kulkas. Sepertinya ada mangga."
"Apa anak kecil suka mangga?" tanya Luna ragu.
"Biasanya tidak. Coba lihat sendiri saja. Bi Muti mau kasih ini saja." Bi Muti berinisiatif mengantarkan sendiri gorengan ke rumah Luna.
"Iya deh. Aku mau nyari sendiri."
Mereka berdua berpisah di pintu. Luna masuk buat nyari buah. Sementara Bi Muti keluar. Berjalan menuju rumah Luna.
"Halo ... Selamat pagi, Elio," sapa Bi Muti. Elio dan Ian menoleh.
"Bi Muti!" Elio turun dari kursi dan mendekat ke Bi Muti. "Bawa apa?" tanya Elio melihat piring yang di bawa beliau.
"Gorengan. Ada macam-macam," terang Bi Muti. Elio tidak paham. "Selamat pagi Pak Ian."
"Selamat pagi Bi Muti."
"Ini ada gorengan. Biasa. Orang tua sukanya makan beginian kalau pagi." Bi Muti meletakkan piring di atas meja.
"Terima kasih Bi Muti." Pak Ian menunduk sopan.
"Di makan, ya ..."
"Tante Luna kemana, Bi?" tanya Elio.
"Masih nyari buah di kulkas Bi Muti buat kamu." Perempuan ini menunjuk Elio.
"Emmm ... Bi Muti. Boleh saya bertanya?" ujar Ian tiba-tiba.
"Iya. Ada apa, Pak?" tanya Bi Muti.
"Apa ada seorang pria yang sering datang ke sini?" tanya Ian membuat Bi Muti heran.
"Pria? Pacar Luna maksud Pak Ian?"
"Luna punya kekasih?" Ian justru bertanya.
"Oh, tidak. Luna masih belum punya pacar. Saya pikir Bapak bertanya soal pacar Luna."
"Bukan. Saya bertanya pria yang mengantarkan Luna pulang saat acara jalan santai seminggu yang lalu."
"Mmm ... saya tidak tahu, Pak. Apa bukan orang yang selalu bersama Pak Ian itu. Siapa namanya itu ..."
"Yuda?" tebak Ian.
"Bukan. Da ... Dan ... Danar kalau enggak salah."
"Bukan dia yang saya maksud."
"Kalau begitu saya tidak tahu, Pak. Saya tahu ini justru dari Bapak kalau Luna pernah di antar seorang pria." Bi Muti memang baru dengar. Luna tidak bercerita apapun ke beliau.
"Emm ... Kalau begitu, Bi Muti tidak tahu ya ..." Ian menyerah. Bi Muti terlihat heran mendengar percakapan barusan. Kenapa Pak Ian menanyakan itu padanya bukan pada Luna sendiri?
..._________...