Raju Kim Gadis Korea keturunan Indonesia yang merasa dirinya perlu mencari tahu, mengapa Ayahnya menjadi seorang yang hilang dari ingatannya selama 20 tahun. dan alasan mengapa Ibunya tidak membenci Pria itu.
Saat akhirnya bertemu, Ayahnya justru memintanya menikah dengan mafia Dunia Abu-abu bernama Jang Ki Young Selama Dua tahun.
Setelah itu, dia akan mengetahui semua, termasuk siapa Ayahnya sebenarnya.
Jang Ki Young yang juga hanya menerima pernikahan sebagai salah satu dari kebiasaannya dalam mengambil wanita dari pihak musuh sebagai aset. Namun Bagaimana dengan Raju Kim, wanita itu bukan hanya aset dari musuh, tapi benar-benar harus ia jaga karena siapa Gadis itu yang berkaitan dengan Janjinya dengan Ayahnya yang telah lama tiada.
Akankah Takdir sengaja menyatukan mereka untuk menghancurkan atau Sebaliknya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oliviahae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kapal yang Menguji Jarak
Angin laut menusuk lembut ke kulit, membawa aroma asin dan udara yang jauh berbeda dari halaman mansion yang sunyi. Raju Kim berdiri di sisi kapal pesiar besar yang mengilap seperti palung baja, ditemani hanya oleh Im Seol-La, pendamping barunya.
Wanita itu lebih tenang dibanding pendamping lain yang pernah mengawal Raju sebelumnya, gerakannya tidak berisik, langkahnya ringan, dan tatapannya seperti radar yang terus menyapu sekitar.
“Nyonya Jang, tetap dalam batas area aman,” Seol La mengingatkan dengan suara lembut namun tegas.
Raju mengangguk. “Aku cuma ingin melihat warna lautnya. Jarang sekali birunya seperti ini.”
Padahal, Di Pulau Jeju, warna laut yang begitu biru adalah makanan sehari-hari baginya. Tapi, rasanya dia lebih sering di darat atau bukit, Udara disana seperti lebih bersahabat dengan nya.
Seol La tidak menanggapi Raju Kim. Dia mengubah posisinya bergeser sedikit, seolah menyelaraskan diri agar tubuhnya berada di antara Raju dan sisi dek, memastikan tidak ada satu sudut pun yang longgar.
Pendamping baru ini memang berbeda, gerakannya terukur, dingin tapi tidak kasar. Mungkin karena dia utusan langsung dari Ketua Jang, sosok yang wibawanya sudah Raju rasakan sendiri kemarin.
Di kejauhan, Raju mendengar suara rendah Ki Young memberi instruksi kepada anak buahnya. Ia tidak melihatnya, tapi suara langkah sepatu kulit itu sudah cukup untuk membuat siapa pun memutar kepala. dan benar saja, Ki Young muncul dari arah lorong kapal bagian dalam, ditemani Sekretaris Lee, serta beberapa penjaga yang tak diketahui namanya.
Ki Young tidak langsung mendekati Raju. Ia berbicara dulu dengan dua pria berjas hitam yang membawa koper panjang, berat, seolah berisi sesuatu yang tidak pernah dibicarakan di atas meja makan keluarga. Raju memperhatikan dari jauh sambil berpura-pura menatap laut.
“Apa ini transaksi rahasia lagi?” gumam Raju pelan.
Seol La menanggapi tanpa menoleh, “Anda tidak perlu tahu, Nyonya Jang.”
“Aku hanya bertanya pada diri sendiri…” Raju menggeleng.
Seol La memang tipikal pendamping yang tidak bicara kecuali diperlukan, berbeda dengan Baek Yu Mi yang cerewet atau Eun Chae yang terlalu ingin memastikan semua orang baik-baik saja.
Ki Young akhirnya mengangkat wajah, matanya langsung tertambat pada sosok Raju. Tatapan itu bukan tatapan seorang suami yang menyapa istrinya, tapi tatapan seorang pemimpin yang mengecek apakah seseorang berada di posisi yang seharusnya. Namun… ada sesuatu yang berbeda hari ini.
Raju menyadarinya saat Ki Young mengangguk kecil ke arahnya, seperti memastikan bahwa keberadaannya masih dalam jangkauan.
Beberapa menit kemudian transaksi selesai. Dua koper ditutup, tangan-tangan asing bersalaman, sebelum pria-pria itu turun melalui tangga kapal kecil yang menempel di sisi kiri pesiar.
“Nyonya Jang,” suara Ki Young tiba-tiba terdengar dari belakangnya.
Raju menoleh. Ki Young berdiri dekat sekali, mungkin tiga langkah, membawa aura yang langsung membuat Seol La menunduk.
“Ya?” jawab Raju, berusaha tidak terlihat gugup.
Ki Young tidak berbicara. Dia hanya mengamati wajah Raju sebentar, lalu memberi kode dengan jarinya. Sekretaris Lee langsung menyerahkan headphone hitam tebal ke Ki Young.
“Pakai ini.”
Raju mengambilnya. “Untuk apa?”
“Untuk menutupi suaramu dari pembicaraan berikutnya,” jawab Ki Young tanpa basa-basi.
Ah, transaksi tahap dua, pikir Raju.
Ia memasang headphone itu, tapi begitu musik mulai mengalun… Raju langsung menegakkan tubuhnya.
Lagu dari Indonesia. Versi remix pula.
Raju hampir tertawa keras, tapi ia tahan. Ia hanya menutup wajah dengan tangan, menahan bahu agar tidak bergetar. Tentu saja ini kerjaan Sekretaris Lee, orang yang terlihat begitu serius itu entah kenapa punya selera musik begitu.
Ki Young kembali berbicara dengan dua pria Jepang dan satu pria Italia. Bahasanya berubah-ubah dengan mudah, Korea, Jepang, Italia. Tangannya sesekali menunjuk ke koper, lalu ke dokumen.
Sekretaris Lee berdiri sedikit ke belakang, siap maju kapan pun dibutuhkan.
Namun Ki-Young sempat menoleh. Ia melihat Raju… yang tertawa. Wajahnya mengeras. Ki Young memang sedang berbicara dengan dua pria lain. Suaranya juga teredam oleh musik, tapi pandangan tajamnya bergerak sedikit ke arah Raju, seakan ia merasa ada sesuatu yang aneh.
Raju akhirnya tidak bisa menahan lagi. Ia tertawa kecil. Sangat kecil, tapi di kapal yang sunyi, Ki Young menangkapnya. Setelah transaksi ditutup dengan jabat tangan, Ki Young segera menghampiri Raju.
“Apa yang lucu?” tanya Ki Young sambil berjalan mendekat, suara bariton nya menembus bunyi Headphone tersebut.
“Tidak… bukan apa-apa,” Raju buru-buru menutup mulutnya.
Ki Young mengulurkan tangan. “Berikan.”
“Headphone nya?”
“Ya.”
Raju ragu, ia tahu apa yang akan terjadi jika Ki Young mendengar lagu itu. Ki Young tidak mengerti bahasa Indonesia. Bagaimana ia menjelaskan bahwa lagu itu, dengan lirik kocak tentang mantan pacar nyebelin, bukan nyanyian misterius dari musuh asing?
Namun Ki Young sudah menarik headphone itu dari tangannya. Jarak mereka tinggal sejengkal, begitu dekat sampai napas Raju menabrak dada Ki Young.
“Diam di situ.” Suara Ki Young rendah.
Ia menempelkan headphone ke telinganya sendiri. dan detik berikutnya… matanya berkedip pelan.
Raju menahan napas.
“Apa ini?” suara Ki Young terdengar kecil, tapi bukan karena volume headphone, melainkan karena ia benar-benar tidak mengerti apa pun yang baru saja masuk ke telinganya.
Raju menahan tawa sampai wajahnya memanas. “Lagu Indonesia, Tuan…”
Ki Young memelototkan mata ke Sekretaris Lee.
Sekretaris Lee langsung membungkuk. “Maaf, Tuan. Hanya ingin memastikan musiknya tidak mengganggu, dan..”
“Ini mengganggu.” Ki Young melepas headphone itu seperti benda terkutuk.
Raju tiba-tiba meletakkan headphone itu kembali ke telinga Ki Young, mendorongnya sedikit. Gerakan tanpa pikir. Insting. dan karena jarak mereka terlalu dekat, tubuhnya hampir menyentuh Ki Young.
"Ini cuma lirik yang terdengar lucu kok. Nikmati saja musiknya!"
Ki Young terdiam. Nafasnya tertahan. Wajah Raju tepat di depannya, mata bulat itu menatap dengan polos… dan sedikit geli.
Seolah mendadak dunia menyempit sampai musik lucu dari headphone menjadi satu-satunya suara di antara mereka.
Ki Young menelan ludah. Ada sesuatu di dadanya berdenyut aneh, bukan ancaman, bukan marah, bukan curiga… tapi semacam rasa yang ingin ia tekan keras-keras.
Ia memindahkan Raju ke samping dengan gerakan cepat namun hati-hati. “Jangan terlalu dekat.”
“O-oh… maaf,” Raju mundur satu langkah, pipinya memanas.
Ki Young menarik napas dalam, lalu berkata pada Seol-La, “Pastikan Nyonya Jang tetap dalam pengawasan. Jangan biarkan dia melihat apa pun yang tidak perlu.”
“Baik, Tuan.”
Ki Young pergi lagi ke area VIP kapal, melanjutkan transaksi. Tapi ia sempat melirik Raju sekali lagi, seolah tidak yakin apa yang lebih mengganggunya.
Lagu Indonesia… atau senyum kecil Raju tadi.
dan ketika angin malam menyapu dek, Raju menatap punggung Ki Young yang menjauh.
Dia bergumam sangat pelan “Aku tidak tahu… apa yang lebih berbahaya, Jang Ki Young… transaksi itu, atau tatapanmu barusan.”
Bersambung...