NovelToon NovelToon
Gairah Tabu Tuan Sergio

Gairah Tabu Tuan Sergio

Status: sedang berlangsung
Genre:Patahhati / Cinta Terlarang / Obsesi / CEO / Dark Romance / Mantan / Selingkuh
Popularitas:20.2k
Nilai: 5
Nama Author: RYN♉

KONTEN INI AREA DEWASA‼️

Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

GTTS chapter 31

Shannara memaksa kakinya melangkah maju dari balik rak pakaian, bergerak ke area di mana keramaian menyambut Karina. Ia berdiri tegak, memaksakan ekspresi netral di wajahnya, seperti topeng yang sangat tipis yang bisa retak kapan saja. Jantungnya berdebar kencang, menciptakan irama yang tidak selaras dengan suasana ceria di sekitarnya.

Karina, didampingi Monica, berjalan menuju kursi riasnya. Ia tampak bersinar dalam balutan celana panjang putih dan blus sutra berwarna pastel. Rambutnya diikat kuda santai, dan ia menyapa kru dengan senyum yang tulus, memancarkan aura bintang yang mempesona.

“Selamat pagi semua! Maaf sedikit terlambat,” sapa Karina ramah, suaranya lembut namun penuh energi.

Monica menunjuk ke arah Shannara, memperkenalkan, “Karina, ini Shannara. Dia sudah menunggu dan familiar dengan checklist-nya.”

Karina menoleh ke Shannara, dan untuk kedua kalinya, mata mereka bertemu. Kali ini, Shannara berusaha siap. Ia tidak ingin terlihat panik, tetapi ia merasakan setiap saraf di tubuhnya menegang, seperti senar gitar yang siap dipetik.

“Ah, Shannara. Selamat pagi,” sapa Karina, senyumnya tetap hangat dan tidak mengandung kecurigaan sedikit pun. “Terima kasih sudah datang pagi-pagi. Monica bilang kamu langsung bisa bekerja?”

“Selamat pagi, Karina. Iya, saya bisa,” Shannara menjawab singkat, suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya. Ia berusaha menjaga kontak mata, tetapi hanya dalam durasi yang sangat singkat, takut tatapannya akan mengkhianati perasaannya.

“Baiklah. Kamu bisa siapkan look pertama, ya? Yang adegan taman,” pinta Karina, sambil duduk di kursi riasnya dengan anggun.

Shannara mengangguk, segera bergerak menuju rak pakaian. Tugas ini adalah pelariannya, satu-satunya hal yang bisa mengalihkan perhatiannya dari kenyataan yang menghimpit. Ia harus fokus pada tekstur kain, pada resleting, pada setiap detail kecil, agar pikirannya tidak melayang pada Sergio dan ciuman yang menghantuinya.

Saat Shannara mengeluarkan gaun berenda warna krem dan mencocokkannya dengan high heels kulit, Karina mulai berbicara dengan Monica. Shannara mendengarkan tanpa sengaja, setiap kata terasa seperti tusukan jarum yang menghujam jantungnya.

“Tadi pagi Sergio mengantarku, Mon,” kata Karina, nadanya penuh kasih sayang yang dibuat-buat, membuat Shannara merasa mual. “Dia tumben sekali mau repot-repot ke sini jam segini. Dia bilang aku kelihatan pucat, makanya dia harus memastikan aku sarapan.”

“Ya ampun, romantisnya! Biasanya Bapak itu tidak mau repot,” Monica terkekeh, tidak menyadari betapa kejamnya komentar itu bagi Shannara.

Tangan Shannara yang memegang hanger terasa basah. Keringat dingin muncul di telapak tangannya, membuatnya hampir menjatuhkan gaun itu. Ia menelan ludah dengan susah payah, menunduk, berpura-pura fokus pada lipatan gaun yang tak perlu dilipat.

Ini hanya pekerjaan, batinnya, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Fokus. Jangan bodoh.

“Shannara, bisa bantu saya pasang mic-nya?” suara Karina lagi-lagi memanggilnya kembali ke kenyataan, memaksanya untuk berinteraksi dengan wanita yang telah direnggut kebahagiaannya.

Saat Shannara bergerak di belakang Karina, memasang transmitter di pinggang wanita itu, Karina menoleh sedikit, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Kamu terlihat familiar, Shannara,” ujar Karina tiba-tiba, suaranya pelan dan penuh pertimbangan, membuat jantung Shannara berdegup semakin kencang.

Detik itu juga jantung Shannara meloncat, seolah ingin keluar dari dadanya. Tangannya hampir gemetar, nyaris merusak peralatan yang sedang ia pasang.

“Familiar?” Shannara berhasil mengeluarkan satu kata, mencoba menjaga nadanya tetap biasa, meskipun ia merasa suaranya bergetar sedikit.

Karina menatapnya lurus melalui pantulan cermin rias. Tatapan itu tidak menghakimi, tetapi serius, seolah dia sedang mencoba mengingat sesuatu yang penting.

“Saya ingat,” ujar Karina tiba-tiba, matanya sedikit menyipit, tanda bahwa ia sedang berusaha keras mengingat sesuatu. “Saya ingat di mana saya melihatmu.”

Jantung Shannara semakin berdetak tak karuan, menciptakan sensasi aneh di dadanya. Ia merasa seperti sedang diinterogasi oleh polisi, meskipun ia tidak melakukan kesalahan apa pun.

Lalu senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang tidak bisa ia artikan. “Ya, saya ingat. Kita pernah bertemu di Ocean Plaza, kan? Beberapa minggu lalu. Saya mau masuk, kamu mau keluar.” Ia tertawa pelan, seolah mengingat kejadian lucu. “Saya ingat wajahmu karena cantik. Saya jarang ingat wajah orang, lho.”

Shannara ikut tersenyum tipis, berusaha ikut mengalir dalam percakapan itu, meskipun ia merasa sangat tidak nyaman. “Oh, iya … sepertinya memang pernah bertemu.”

“Tuh kan, saya tidak salah,” kata Karina sambil kembali menatap dirinya di cermin. Tapi nada suaranya berubah lebih lembut, namun terasa menusuk. “Kamu lulusan Orion Institute, kan? Jurusan Hubungan Internasional?”

Shannara hampir menjatuhkan clip mic yang dipegangnya. Pertanyaan itu seperti jebakan yang siap menjeratnya. “I-iya, betul,” jawabnya gugup, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.

“Sayang sekali, lho. Dengan gelar HI, bekerja jadi asisten artis?” Karina menatapnya dari cermin, bukan menuduh, tetapi tatapannya tajam, seolah bisa menembus topeng yang sedang ia kenakan. “Saya dengar kamu juga sempat bekerja di kapal pesiar?”

Shannara merasa ketakutannya memuncak. Apakah ini ujian? Apakah Karina tahu tentang hubungannya dengan Sergio di kampus? Apakah wanita ini sedang bermain-main dengannya?

Ia menelan ludah, mencoba mencari napas yang terasa semakin menipis. “Iya, dulu sempat. Tapi sekarang lagi menganggur. Teman saya, Lisa, menawarkan pekerjaan ini. Jadi ya … saya coba saja.”

“Oh, begitu,” Karina mengangguk, lalu menambahkan dengan nada seolah biasa saja, tetapi cukup untuk membuat dada Shannara menegang lagi, “Kamu tahu tidak, suami saya juga lulusan Orion. Jurusan Manajemen Bisnis. Seangkatan denganmu, kalau tidak salah.”

Shannara berhenti sejenak, lalu pura-pura baru tahu. “Oh, ya? Wah, kecil sekali ya dunia ini.”

Karina tertawa ringan, namun tawa itu tidak mencapai matanya. “Iya, sangat kecil.”

Begitu selesai memasang mic, Shannara buru-buru mundur dan berpura-pura sibuk lagi, menjauhi Karina sejauh mungkin. Tapi keringat di punggungnya seolah tidak mau berhenti mengalir, membasahi pakaiannya.

Sepanjang pagi, ia bekerja cepat dan rapi, berusaha profesional meskipun hatinya bergejolak. Tidak banyak bicara, tidak banyak menatap, fokus pada tugasnya. Ia pastikan semua outfit siap, sepatu bersih, aksesori tersusun dengan rapi. Tapi pikirannya tidak pernah benar-benar tenang, selalu waspada dan gelisah.

Saat jeda istirahat makan siang, Shannara duduk sendirian di sudut, menjauhi keramaian, menggigit roti yang dibawanya dari rumah. Ia membuka ponsel, dan melihat ada pesan baru dari Davin.

... “Perkembangan kasus Tuan Aldi sangat baik. Kita akan meminta penangguhan penahanan segera. Nyonya Hilda sudah dipindahkan ke ruang VVIP. Semua biaya ditanggung penuh.”...

Perasaan yang datang seperti dua sisi koin: satu sisi lega karena keluarganya terbantu, satu sisi lagi merasa muak karena ia tahu siapa yang membayar semuanya. Ia tahu dari mana uang itu datang, dan ia tahu apa yang harus ia korbankan untuk mendapatkan bantuan itu.

Dan semakin lama ia menatap pesan itu, semakin kuat rasa bersalah yang menjeratnya. Seolah setiap kebaikan yang diterima keluarganya adalah hutang yang ditulis dengan darahnya sendiri, hutang yang harus ia bayar dengan harga yang sangat mahal.

1
hana young
Tetang mantan yg lom moveOn/Wilt/
Lina Nurjanah
ini kapan up nya lagi . udah lama bgt
Z
👍👍👍👍👍
Reza Alfanisia Putri
up dong thor
Hana yu
alurnya keren
Cinta
Ceritanya menarik tentang mantan pacar obsesi ke mantan ceweknya. direkomendasikan buat orang-orang 17+ yakk banyak adegam hmm nya 🤣 so far aku suka banget ceritanya
BACA GUYS GAK BAKAL NYESELLLL
makin d baca makin candu pas awal awal kek bakal boring ternyata pertengahan baru ah i see
semangat author aku 🫶
Moyu
kasian nara masalah dia bertubi tubi
Moyu
stress semua STRESS
Anna Rakhmawaty
emaknya nara ganti nama ya thor,, dr hilda jd amira
Anna Rakhmawaty: oohh okee ga masalah,, semangaatt terus🤗
total 2 replies
Anna Rakhmawaty
menarik penuh intrik
Anna Rakhmawaty
obsesi tanpa ujung
Ali
sergio betulan kecintaan bngett sm shannara🤣 thor pls tetep semangat aku pembaca setiamu 🫰
Moyu
author tersayang jgn patah semangat km bisa liat dari komen komen aq kan aku pembaca setiamu and aku suka bgt kisah sergio dan shannara ini tolong jgn smpe gak up lagi aku nugguin km update tiap hari 😍❤️‍🔥
Moyu
modus anyiing 🤣🤣🤣 anakmu aja belum tentu udah bernyawa banggg
ada aja kelakuan bapak ini gmesss🤭
Ali
cara nulisnya agak berbeda lebih seru begini 😍 semangattt mariee saya mulai jatuh cinta kenovelmu
Ali
chapter ini gila beneran hobby maen diaer 🫠 digempur ampe 3 hari njirrr apa gak sakit 😵‍💫🤔
Ali
kata gua mah tunggu dirumah dah
Ali
harusnya gausah dihalangi biarin baku hantam
Ali
visual cakep TAPI ngeselin
Ali
elu kesel krn adek tirilu capek? jangan jangan lu punya nafsu hem ke adek lu sendiri tp sesuai judul sih gairah TABU 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!