Putri Raras Ayu Kusumadewi, putri tunggal dari salah satu bangsawan Keraton Yogyakarta, selalu hidup dalam aturan dan tata krama yang ketat. Dunia luar hanyalah dongeng yang ia dengar dari pengawal dan dayang-dayangnya.
Hingga suatu hari, atas nama kerja sama budaya, Keraton Yogyakarta menerima kunjungan kehormatan dari Pangeran William Alexander dari Inggris, pewaris kedua takhta Kerajaan Inggris.
Sebuah pertemuan resmi yang seharusnya hanya berlangsung beberapa hari berubah menjadi kisah cinta terlarang.
Raras menemukan kebebasan dan keberanian lewat tatapan sang pangeran yang hangat, sementara William melihat keindahan yang belum pernah ia temui — keanggunan Timur yang membungkus hati lembut seorang putri Jawa.
Namun cinta mereka bukan hanya jarak dan budaya yang menjadi penghalang, tapi juga takdir, tradisi, dan politik dua kerajaan.
Mereka harus memilih — cinta, atau mahkota.
.
.
Note: semua yang terkandung dalam cerita hanya fiktif belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uffahazz_2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. The Betrayer's Mark
Hujan deras mengguyur Zurich malam itu. Kilatan petir memantul di permukaan danau, seolah langit sendiri sedang murka.
William duduk di kabin kecil perahu mereka, menatap layar laptop yang kini menampilkan ratusan baris kode terenkripsi.
Di seberangnya, Raras memandangi api kecil di tungku portabel, wajahnya pucat tapi matanya tetap tajam.
“Ini… pesan dari jaringan lamaku,” ujar William pelan. “Seseorang dari dalam istana Yogyakarta baru saja mengakses dokumen diplomatik tentang Project Heirloom.”
Raras menoleh cepat. “Project Heirloom? Aku belum pernah dengar.”
William mengetik cepat, matanya tak lepas dari layar. “Itu proyek rahasia yang kubuka saat masih di London. Awalnya, tujuannya melindungi garis keturunan kerajaan dari ancaman politik… tapi tampaknya seseorang memanfaatkannya untuk melacakmu.”
Raras menelan ludah. “Jadi orang dalam istanaku sendiri yang membantu mereka?”
William mengangguk perlahan. “Seseorang yang tahu semua jadwal perjalananmu. Seseorang yang bisa mengakses data diplomatik. Dan hanya tiga orang di istana yang punya izin itu.”
Ia menatap Raras lekat-lekat.
“Adikmu, Pangeran Rama.
Penasehat kerajaan, Lord Wiryo.
Dan sekretaris pribadimu, Lira.”
Raras tercekat. Nama terakhir membuat dadanya serasa diremas.
“Lira… dia sudah bersamaku sejak aku masih sekolah. Dia bukan orang yang akan mengkhianati—”
“Semua orang bisa berubah ketika kekuasaan ditawarkan,” potong William dingin. “Apalagi jika ada ancaman di baliknya.”
---
Sinyal dari Dalam
Suara beep kecil memecah keheningan. William segera menatap layar — sebuah pesan terenkripsi baru masuk.
> [Encrypted Message: Origin — YK-CommSec]
They know about Zurich. The black crest is coming for you.
Trust no one from home. The mark has been placed.
William mengerutkan kening. “Black Crest…?”
> [Pesan Terenkripsi: Asal — YK-CommSec]
Mereka tahu tentang Zurich. Lambang hitam akan mengincarmu.
Jangan percaya siapa pun dari rumah. Tandanya sudah terpasang.
William mengerutkan kening. "Lambang Hitam...?"
Raras tampak bingung. “Apa itu?”
“Lambang rahasia keluarga bangsawan Inggris yang menolak campuran darah kerajaan. Mereka beroperasi di bawah bayangan, menyebut diri mereka The Black Crest Council.”
Ia menatap Raras dengan serius. “Dan kalau pesan ini benar, seseorang dari istanamu sudah bekerja sama dengan mereka.”
Raras menutup mulutnya, terkejut. “Tidak mungkin…”
William mengubah layar menjadi tampilan video gelap — hasil pelacakan sinyal satelit dari pesan itu. Perlahan, sebuah lokasi muncul di peta dunia: Yogyakarta Palace — East Wing.
“Di sinilah pengirim pesan itu,” kata William lirih. “Tepat dari ruang pribadi Lira.”
---
Rahasia yang Tersingkap
Raras berdiri, wajahnya memucat. “William, jangan tuduh dia tanpa bukti. Lira mungkin dipaksa—”
“Dia menggunakan kode pengenal yang hanya diberikan pada anggota pengawal istana tingkat tinggi,” sahut William cepat.
Ia menatapnya dalam-dalam. “Raras, aku sudah melihat ini ratusan kali di Eropa. Pengkhianatan tak selalu karena uang. Kadang karena cinta… atau dendam.”
Raras menggigit bibirnya. “Dia kehilangan tunangannya tahun lalu dalam konflik di utara. Mungkin ada yang memanfaatkannya…”
“Dan sekarang ia membayar kesedihannya dengan mengirim lokasi kita ke musuh,” William bergumam, menutup laptopnya dengan suara klik tegas.
“Kalau benar begitu, kita harus bertindak sebelum mereka menyerang lebih jauh.”
---
Bayangan Menyusup
Beberapa jam kemudian, perahu mereka merapat di dermaga kecil di tepi kota tua. William berjalan cepat menuju sebuah gudang tua — markas sementara yang disediakan oleh seorang mantan agen MI6 yang masih berutang nyawa padanya.
Di dalamnya, terdapat peralatan komunikasi, peta satelit, dan senjata cadangan.
William membuka folder hitam di meja besi. “Kita perlu ke London. Semua bukti ini harus sampai ke High Tribunal sebelum Black Crest menghapusnya.”
Raras mendekat, matanya memancarkan tekad. “Dan Lira?”
William terdiam sesaat. “Kalau dia bersalah, dia akan menerima pengadilan kerajaan. Tapi kalau dia dijebak…”
Ia memutar cincin kecil di jarinya — lambang keluarganya, House of Vandel.
“...maka aku sendiri yang akan membawanya kembali dengan selamat.”
---
Langkah Pertama ke London
Saat mereka bersiap berangkat, suara langkah kaki bergema di luar gudang. William mengangkat tangan, memberi isyarat diam.
Ia menarik pistol dari sabuknya, berjalan perlahan ke arah pintu.
Sebuah bayangan melintas cepat di jendela — lalu suara tembakan menyalak tiga kali. DOR! DOR! DOR!
William menunduk, menarik Raras ke lantai. Pecahan kaca berhamburan.
Saat ia menoleh, terlihat secarik kertas menempel di dinding, tertancap peluru kecil.
Tulisan tangan di atasnya jelas, tegas, dan tak asing bagi Raras.
> “Pergilah ke London, tapi kau tak akan menyukai apa yang akan kau temukan.”
— L.
Raras menatap kertas itu dengan tangan bergetar.
“Lira…” bisiknya.
William meraih bahunya, matanya tajam. “Itu bukan pesan ancaman, Raras. Itu peringatan.”
---
Bayangan Tak Berwajah
Saat mobil mereka melaju menembus malam, William memegang tangan Raras di atas setir.
“Kita sedang masuk ke perang antara dua dunia,” katanya pelan. “Yang satu percaya pada kehormatan, yang lain hidup dalam kegelapan.”
Raras menatap jendela, melihat pantulan wajahnya sendiri di kaca. “Dan di tengahnya, ada kita.”
William mengangguk. “Dua orang yang berusaha bertahan di dunia yang diciptakan untuk menghancurkan mereka.”
Di belakang mereka, di atap gudang yang kini sepi, seorang pria bertopeng hitam menatap mobil yang menjauh.
Di lehernya tergantung liontin berbentuk lambang Black Crest — dan di ponselnya, nama pengirim pesan baru saja muncul:
> From: Lord Wiryo
“Phase Two begins. Eliminate the heir before dawn.”
> Dari: Lord Wiryo
“Fase Kedua dimulai. Singkirkan pewarisnya sebelum fajar.”
nah,,, buat sebagian org, cinta nya kok bisa diobral sana sini,, heran deh,,
aku suka,,,aku suka,,,
mommy komen nih ya,,,🥰
kalo sempet blz komen kita" ya
senang banget mommy atuh neng,,,
bisa baca karya mu di sini lg🥰