Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Pergaulan Bebas
Bab 4. Pergaulan Bebas
POV Lola
Meskipun telingaku harus di tahan untuk mendengar omelan Airin, tapi aku nggak bisa marah padanya karena dia satu-satunya keluargaku. Sepupu dan teman yang sangat mengerti aku. Tempat aku berkeluh kesah dan mau menerima aku yang sering membuat repot dirinya.
Aku pulang dengan uang 200 ribu dan lauk-pauk yang di bungkusan Airin untukku. Cukup banyak sehingga lauk-lauk itu bisa aku jadikan sarapan untuk esok hari. Malam ini, akan aku makan sebagian. Dan sisanya, aku panaskan agar nggak basi untuk sarapan esok hari.
***
Keesokan harinya.
Hari ini aku off, bertepatan dengan off nya Jemin juga. Aku menjemputnya pulang kerja pagi ini, tapi Jemin nggak mau pulang ke rumahnya dan ingin pulang ke rumahku saja. Meski aku takut tetangga di sekitarku protes kami sering berada bersama di rumah, tapi aku nggak menolak Jemin datang dan terkadang tidur-tiduran di rumahku seperti saat ini.
Aku senang mengurusi Jemin, berasa sedang belajar mengurus calon suami. Apa seperti ini ya nanti ketika menikah dengan Jemin? Ah, hatiku berdebar-debar memikirkannya.
"La, ada yang bisa di makan nggak? Aku lapar."
Oh ya, sejak pulang kerja, Jemin belum ada makan. Dia pasti lapar. Aku juga belum sarapan karena harus menjemput Jemin dulu pulang kerja.
Lauk tadi malam yang di bungkuskan Airin masih ada. Cukuplah untuk kami sarapan berdua. Sebaiknya aku panaskan dulu agar lebih enak saat di makan nanti.
"Ada. Aku panasin dulu ya sebentar. Kita sarapan sama-sama."
"Hmm."
Aku lalu bergegas memanaskan lauk dan menyajikannya di meja makan beserta piring dan minumannya. Ketika aku sedang fokus pada aktivitas ku itu, tiba-tiba saja Jemin mendatangi ku di dapur dan memelukku dari belakang.
Meski ini bukan pertama kali Jemin memelukku, entah kenapa hatiku merasa senang dan berdebar-debar karenanya.
Aku tersenyum. Dan dalam hati ini, perasaan untuk Jemin semakin membesar karenanya.
Aku membalikkan tubuhku. Dan Jemin pun langsung mencium bibirku. Jangan di tanya bagaimana perasaanku sekarang. Yang pasti, ada jutaan kupu-kupu yang terbang membawa ku melayang ke atas awan, itu lah yang ku rasakan.
Jemin itu pacar pertama ku dan pria yang pertama kali mencium bibirku. Karena itu aku nggak ragu untuk mencurahkan seluruh perasaan dan cintaku padanya. Karena ku yakin, perasaannya pun sama seperti ku.
Terlena aku di buatnya dan hampir melupakan kegiatan yang sedang aku lakukan. Aku buru-buru menghentikan Jemin dan segera mematikan kompor. Bisa-bisa, kami gagal sarapan pagi ini.
"Sarapan dulu yuk Yang?" Ajakku.
Jemin kemudian duduk manis di meja makan kayu usang di rumahku. Aku pun melayaninya bak seorang istri melayani suaminya. Senang rasanya, sampai-sampai aku berpikiran ingin segera menikah dengan Jemin.
Tetapi bila membayangkan pernikahan, ada masalah yang besar yang harus kami hadapi. Akankah Jemin mau mengikuti kepercayaan ku karena kami beda agama. Dan aku pun nggak mungkin pindah keyakinan karena bagaimanapun, aku percaya dan yakin akan keyakinan yang sudah dibawa sejak lahir ini adalah yang terbaik.
Membayangkan Jemin atau keluarganya menolak bila dia harus pindah agama, rasanya hatiku melemah. Tapi sudah lah, masih belum terjadi dan sebaiknya aku jalani saja saat ini.
"Kamu beli? Katanya nggak ada uang lagi?"
"Tadi malam Airin datang ke rumah, nganterin lauk. Sekalian aku pinjam uang padanya 100 ribu untuk keperluan sambil nunggu gajian 6 hari lagi."
Aku terpaksa berbohong sedikit. Karena kalau nggak begitu, Jemin pun pasti sudah bisa menebak dari mana aku punya makanan ini. Dan tentunya jika bersangkutan dengan Airin, dia pun bisa menebak kalau aku juga pasti meminjam uang pada sepupuku itu karena ini bukan pertama kalinya aku begini.
Tetapi, Jemin nggak boleh tahu jumlah yang sebenarnya. Karena aku takut dia meminta uang atau meminjam lagi untuk keperluan yang nggak terlalu penting menurut ku. Sedangkan aku sendiri pun membutuhkan uang itu.
"Kamu nanti mau pulang jam berapa Yang?" Tanyaku.
"Aku kerja dari sini saja besok. Baju kerja ku tolong cuci ya, buat di pakai besok."
"Iya."
"Kalau ada yang nelpon saat aku tidur nanti jangan di bangunkan ya. Jangan juga di angkat."
"Kalau itu dari Mama mu gimana?"
"Mama nggak mungkin nelpon. Pokoknya siapa pun, jangan di angkat!"
"Kenapa nggak di offline-kan aja kalau gitu?"
"Itu juga nggak boleh. Biar saja di diamkan, mereka yang tahu pasti ngerti aku lagi tidur."
"Ya sudah."
Selesai makan Jemin pun mandi. Memang ada beberapa pakaiannya disini, jadi dia nggak perlu pulang ke rumahnya untuk ganti.
Sudah 1 tahun aku berpacaran dengan Jemin. Dan juga, sudah banyak dosa yang aku lakukan bersamanya.
Tinggal sendirian di rumah tanpa pengawasan membuat setan lebih leluasa menggoda iman. Mahkota terbaikku sudah ku serahkan pada Jemin saat yang ke sekian kalinya kami tidur bersama.
Awalnya hanya sekedar tidur. Berikutnya hanya memeluk dan sedikit berciuman. Tapi lama-lama tangan mulai bergerilya. Ditambahkan lagi dengan hasrat yang menggebu dan sulit untuk di kendalikan. Dan akhirnya aku luluh di usia pacaran kami yang berjalan 6 bulan waktu itu.
Aku sudah selesai membereskan piring kotor dan menyusunnya di keranjang yang bersih. Kemudian aku mengambil pakaian Jemin yang kotor, yang dia tinggalkan di depan pintu kamar mandi dan memasukkannya ke dalam ember tepat saat Jemin keluar dari kamar mandi.
Rambutnya basah, dengan tubuh yang hanya berbalut handukku saja. Wangi sampo yang di padukan dengan wangi sabun milikku menyegarkan indra penciumanku.
Jemin memelukku. Meski tubuhnya setengah basah, aku nggak keberatan. Namun sesuatu di bawah sana terasa mulai bangun saat menyentuh bokongku. Kalau begini, aku sudah tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Jemin pun menggiring ku ke kamar, dan kami pun melakukannya.
Aku sadar dan tahu ini nggak boleh dilakukan. Tetapi aku nggak mampu menolak surga dunia yang menggetarkan jiwa dan tubuhku terbang ke awan. Gimana dong? Bertambah lagi dosa yang aku buat.
Dan tentang ini, aku nggak berani cerita ke Airin. Sudah pasti sepupuku itu akan marah besar karena ku tahu, dia nggak terlalu menyukai hubunganku dengan Jemin ditambah lagi, aku dan Jemin belum sah menjadi suami-istri.
Jemin terlelap setelah kami mencapai puncak bersama. Aku pun bangun dan beranjak menuju dapur. Masih ada pakaian kerjanya yang harus aku cuci terlebih dahulu sebelum aku ikut terlelap di sampingnya.
Terlihat konyol bukan?! Aku tahu aku terlalu mencintai Jemin. Tapi aku merasa bahagia bersamanya meski hanya aku yang paling banyak berkorban disini.
Mungkin aku menjadi bodoh karena cinta yang aku rasakan pada Jemin. Tapi itulah aku dan perasaan yang aku punya. Aku yang menjalani hidupku. Bahagia atau nggak, aku juga yang merasakannya.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣