Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Selama perjalanan Maximilian masih belum melepaskan ciumannya, ia menahan kepala bagian belakang gadis itu, sehingga Cat hanya bisa pasrah. Ia berusaha meronta namun ia kalah tenaga dari pria itu.
Charles yang mengemudi sambil menatap cermin di atasnya.
"Apakah Bos tertarik pada gadis ini, selama perjalanan masih mencium gadis itu?" batin Charles.
"Bos, kita sudah berjalan selama satu jam, dan kita harus ke mana?" tanya Charles, sambil menatap cermin spion, melirik sejenak ke arah kursi belakang.
Maximilian akhirnya melepaskan ciumannya dari Cat, yang duduk dengan napas memburu dan wajah merah padam. Gadis itu langsung menyeka mulutnya dengan lengan bajunya, menatap tajam ke arahnya.
"Kalau kau masih terus menyeka mulutmu seperti itu, aku akan menciummu lagi," ucap Maximilian dengan mengancam.
Cat menggertakkan giginya. "Lebih baik bunuh saja aku daripada aku dirugikan olehmu."
Maximilian mengangkat alis, tidak tersinggung sedikit pun. Justru senyuman licik terbentuk di wajahnya. "Kau masih muda dan keras kepala. Tapi jangan khawatir... lama-lama kau akan terbiasa."
"Pencabul!" Cat mendesis, menepis tangannya saat pria itu hendak menyentuh dagunya lagi. "Turunkan aku di sini juga!"
Maximilian hanya tertawa pelan. "Baiklah," katanya, lalu memberi isyarat pada Charles. "Berhenti."
Mobil perlahan menepi. Cat segera membuka pintu dan melompat turun tanpa menoleh lagi. Charles memperhatikan kepergian gadis itu melalui kaca spion.
"Apakah kau sudah menemukan latar belakangnya?" tanya Maximilian setelah keheningan sesaat.
"Sudah, Bos," jawab Charles, kembali fokus ke jalan. "Cat Liu dibesarkan di desa oleh kakek dan neneknya. Setelah mereka meninggal, ayah kandungnya membawanya ke kota. Itu baru terjadi dua bulan lalu."
"Siapa keluarga kandungnya?"
"Liu Zhen menikah diam-diam di kota, saat istri pertamanya masih hidup dan tinggal di desa. Mereka juga baru menikah selama dua bulan. Karena masalah ekonomi Liu Zhen mencari pekerjaan di kota. Dan karena tergoda dengan kecantikan wanita itu ia lalu menikahinya. Istri barunya bernama Fanny. Mereka punya satu anak perempuan bernama Flora, sekarang berusia 20 tahun."
Maximilian mengerutkan kening. "Jadi dia berselingkuh dan menyembunyikan pernikahan keduanya."
"Benar, dan yang lebih buruk... Liu Zhen pernah kembali ke desa, dan tidak lama kemudian istrinya hamil. Sayangnya beliau meninggal saat melahirkan Cat. Sejak itu Cat dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Ayahnya memilih kembali ke kota dan hidup nyaman bersama istri muda dan anak barunya. Hubungan antara Cat dan ibu tirinya sangat buruk, bahkan menurut laporan, Flora sering mem-bully Cat di rumah."
Maximilian menyandarkan tubuh ke kursi, menatap keluar jendela sejenak.
"Bos, apakah kita akan tetap menjadikan Cat Liu sebagai tabib pribadi tuan muda Ekin?" tanya Charles hati-hati.
"Tidak. Cari dokter terbaik untuknya!"
Charles menoleh sejenak, heran. "Tapi bukankah sebelumnya Anda sudah memilih Cat?"
"Aku berubah pikiran," jawab Maximilian datar. Tiba-tiba, tangannya menyentuh lehernya. "Ada yang tidak beres denganku?"
Charles memperhatikan bosnya yang mulai menggaruk lehernya dengan gelisah. Wajah Maximilian terlihat kemerahan, dan bintik-bintik mulai muncul di sekitar leher dan dadanya.
"Charles, hubungi dokter. Sekarang!" perintah Maximilian, suaranya berat dan mulai terengah.
"Bos... Anda mungkin—" Charles ragu, lalu melanjutkan, "—terkena reaksi alergi. Tapi dari apa?"
***
Setibanya di rumah, Cat langsung disambut pemandangan Liu Zhen yang duduk di ruang tamu bersama istri dan putrinya.
“Seorang gadis pulang larut malam… apakah ini kebiasaan gadis desa?” sindir Fanny tajam.
Cat menarik napas, menahan emosi. “Aku ada masalah di jalan,” jawabnya singkat.
Flora mengerutkan dahi dan menyipitkan mata ke arah Cat. “Kenapa bibirmu bengkak? Jangan-jangan kau habis berciuman dengan pria sembarangan?” ejeknya sambil terkekeh.
“Digigit serangga cabul,” balas Cat santai, membuat Flora terdiam sejenak.
“Sudahlah! Jangan asal bicara. Cepat mandi dan tidur. Jangan mempermalukan nama baik keluarga kita!” tegur Liu Zhen tanpa sedikit pun peduli, suaranya penuh ketegasan.
Cat mendecak pelan. “Selalu saja menyalahkan tanpa bertanya,” gumamnya kesal sambil melangkah masuk ke kamarnya.
Begitu tiba di kamar, Cat langsung masuk ke kamar mandi. Ia mengambil sikat gigi dan cairan kumur, menggosok mulutnya dengan keras seolah ingin menghapus jejak yang tersisa.
“Lebih baik aku bersihkan mulutku sekarang… daripada kena virus dari pria tak tahu diri itu.” Ia berkumur dengan keras, lalu menatap bayangannya di cermin dengan tatapan dingin.
“Rasakan saja pembalasanku. Malam ini, kau tidak akan bisa tidur nyenyak, Racun alergi itu akan membuatmu gatal satu badan,” bisiknya penuh dendam, lalu tersenyum licik.
Mansion Maximilian — Tengah Malam
Di dalam kamar yang remang dengan aroma obat-obatan, seorang dokter tengah memeriksa kondisi Maximilian yang duduk di tepi ranjang dengan kemeja terbuka. Kulit di leher dan dadanya tampak kemerahan, dipenuhi bintik-bintik dan ruam gatal yang membuatnya sesekali menggaruk tak sabar.
Otot six-pack-nya yang biasanya jadi simbol kekuasaan kini justru menjadi saksi kekalahan memalukan malam itu.
"Dokter, kenapa bos bisa tiba-tiba alergi? Padahal setahu saya, bos tidak punya alergi makanan,” tanya Charles, berdiri di sisi dokter dengan ekspresi bingung.
“Bukan alergi makanan,” jawab sang dokter sambil menyentuh perlahan bagian leher Maximilian. “Ini seperti reaksi terhadap serbuk racun yang sangat halus dan sulit terdeteksi. Tapi pertanyaannya—apa yang kau lakukan hari ini sampai bisa terkena racun seperti ini?”
Maximilian diam sejenak, lalu menghela napas.
“Aku membunuh seseorang… dan menemukan seorang gadis. Namanya Cat Liu. Dia adalah tabib yang menyelamatkan Ekin,” jawabnya datar.
“Gadis? Tabib?” Dokter itu menaikkan alis, lalu mendekat. “Racun seperti ini hanya bisa digunakan oleh ahli racun tingkat tinggi. Dan... untuk bisa menular melalui kulit atau kontak dekat… hanya satu cara: kontak fisik intens. Apa kau menyentuhnya?”
Maximilian terdiam, lalu memalingkan wajahnya.
“Aku... menciumnya.”
“Hah?!” seru sang dokter. “Kau?! Mafia paling ditakuti dan paling anti-wanita itu?! Mencium seorang gadis?! Pantas saja! Dia bisa meracunimu!"
Charles nyaris tertawa, tapi buru-buru menutup mulutnya.
“Jadi ini… ciuman beracun?” gumam Charles, masih tidak percaya.
Dokter mengangguk sambil menatap Maximilian dengan nada menggoda, “Sepertinya kau akhirnya bertemu lawan sepadan, Bos. Kena racun dari seorang gadis remaja—itu sungguh catatan sejarah.”
“Berikan obatnya, aku tidak ada waktu untuk lelucon kalian!” seru Maximilian, menahan rasa gatal di sekujur tubuhnya.
Dokter menyodorkan salep dan sebotol kecil obat cair. “Minum ini dan oleskan salepnya. Efeknya akan mulai berkurang dalam beberapa jam.”
Ia menyeringai. “Tapi kalau gadis itu meracuni lagi, sebaiknya kau datang padaku sebelum kau mati karena gatal.”
Maximilian menatapnya dingin. “Kalau bukan karena kita sudah kenal lama, mulutmu sudah kujahit."
“Tenang saja, aku masih ingin hidup.” Dokter terkekeh sambil berkemas.
Charles menunduk sambil menahan tawa.
Maximilian memejamkan mata sesaat, lalu bergumam pelan, “Cat Liu… aku telah meremehkanmu. Tapi kita akan bertemu lagi, dan saat itu, aku yang akan bermain denganmu."
****
Hai, teman-teman. Jangan lupa mampir untuk beri dukungan pada kisah Wallace sang mafia dan Celine, ya! akan tamat dalam dua hari ini.
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni