"Ku pikir dengan menikah dengan mu hidup Ku akan bahagia, nyatanya Kau hanya memberikan Ku luka yang sedalam ini." Alisa
Alisa menikah dengan Fahmi putra pemilik pesantren tempat ia mengenyam pendidikan. Pada awalnya rumah tangga mereka begitu bahagia dan harmonis apalagi kini sudah hadir buah cinta mereka berdua, seorang anak yang masih bayi berusia dua bulan.
Namun ternyata kebahagiaan pernikahan itu tak bertahan lama. Fahmi tergoda akan tahta dan wanita, ia berselingkuh dengan saudari kembar Alisa sendiri. Hingga pada akhirnya mereka kehilangan buah cinta mereka.
Alisa merasa putus asa karena mendapatkan ujian yang bertubi-tubi. Ia merasa lelah dengan hidupnya, dan terus menginginkan Tuhan agar membawanya pergi ke sisi-Nya.
Simak ceritanya dalam judul "Tuhan Bawa Aku Pulang." Karya DEWI KD. Jangan lupa untuk mendukung Author dalam bentuk Like dan Komentar kalian ♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi KD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
“Ayah ! Nanti Aku mau kuliah disini, ya !” Anisa menunjukkan sebuah iklan penerimaan mahasiswi baru pada Rahman.
Rahman pun melihatnya, itu adalah sebuah universitas ternama yang ada Kota X. Para mahasiswi yang berkuliah disana adalah anak-anak orang kaya.
“Boleh ya, Ayah ! Ini impian Anisa sekali bisa berkuliah disana, Ayah !” kata Anisa begitu bersemangat.
Rahman tampak memikirkannya, tak lama datanglah Zulaikha dengan membawakan secangkir kopi dan cemilan untuk suaminya itu.
“Ibu ! Nanti Anisa mau kuliah disini ya !” kata Anisa juga menunjukkan iklan penerimaan mahasiswi baru tersebut pada Zulaikha.
Zulaikha bukan tidak tahu seperti apa universitas yang ditunjukkan oleh putrinya itu.
“Kuliah bisa dimana saja, Nisa ! Yang terpenting universitasnya diakui dan jelas akreditasinya.” Kata Zulaikha
“Maksud Ibu apa ?” Anisa mengernyitkan dahinya.
“Nisa, harapan Ibu bukan hanya padamu saja. Ada juga Alisa yang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan tinggi sama sepertimu.” Kata Zulaikha memberikan pengertian pada Anisa.
“Jadi Aku tidak boleh kuliah disana, begitu ?” kata Anisa menyimpulkan perkataan Ibunya tersebut.
“Bukan tidak boleh, hanya saja jika Kamu berkuliah disana. Alisa…” belum sempat Zulaikha menyelesaikan ucapannya, Anisa sudah memotongnya lebih dulu.
“Alisa ! Alisa ! Ibu selalu mengutamakan Alisa ! Padahal Aku anak Ibu yang selalu membanggakan Ibu dan Ayah !” Anisa meluapkan apa yang ia rasakan.
“Anisa ! Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kalian anak-anak Ibu. Ibu mana mungkin bersikap pilih kasih pada Kalian berdua !” kata Zulaikha.
“Sudah-sudah ! Jangan ribut ! Masalah ini biar Ayah pikirkan ! Ayah pasti memberikan yang terbaik untuk mu, Anisa !” kata Rahman menatap putrinya.
“Iya Ayah !” jawab Anisa pelan kemudian ia pamit masuk ke dalam kamarnya meninggalkan kedua orang tuanya.
“Kau selalu membahas, Alisa ! Jangan menyakiti perasaan Anisa !” kata Rahman dengan suara beratnya.
“Mas ! Tapi Alisa juga putri Kita ! Sudah enam bulan kita tidak menjenguk Alisa !” lirih Zulaikha, ia sendiri juga merindukan Alisa.
“Tidak usah membahas Alisa lagi ! Kita fokus saja pada Anisa ! Lihat Anisa, di bahkan selalu membuat kedua orang tuanya bangga dengan pencapaian yang ia raih. Lagi pula biarkan saja Alisa di pesantren !” kata Rahman kemudian berdiri dari duduknya hendak meninggalkan istrinya seorang diri.
“Mas…”
“Mulai saat ini, kita hanya perlu fokus pada Anisa ! setelah Alisa keluar dari pesantren, Aku akan menikahkan Dia pada anak teman Ku !” kata Rahman yang membuat Zulaikha langsung menatap nanar pada suaminya.
“Keputusan Ku sudah bulat ! Percuma saja dia di kuliahkan ! Lebih baik dia menikah supaya dia punya tujuan hidup !” kata Rahman lagi, yang membuat Zulaikha hanya merasa miris mendengarkannya.
“Apa kesalahan yang dibuat Alisa begitu besar sampai-sampai Kamu membenci darah daging mu sendiri, Mas ?” Zulaikha memberanikan diri untuk bicara.
Rahman menoleh dan menatap istrinya yang telah menggenang air mata.
“Andai saja, dia bisa seperti Anisa ! Tentu Aku tidak akan seperti ini padanya !” kata Rahman kemudian pergi meninggalkan Zulaikha seorang diri.
Sedangkan Zulaikha, ia hanya seorang Ibu yang ingin kedua putrinya mendapatkan hak yang sama. Ia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Maafkan Ibu, Alisa !”
Zulaikha hanya menatap foto keluarga yang dipajang di dinding memperlihatkan wajah Alisa yang tersenyum manis.
Lain halnya dengan Alisa,
Saat ini gadis itu tengah duduk di perpustakaan dengan membaca buku-buku novel yang ada disana. Untuk menghilangkan kebosanannya selama ia berada di pesantren.
Sesekali ia rindu hangatnya rumah, berada disisi keluarganya. Ia ingin sekali pulang, dan merasakan masakan Ibunya. Tapi apalah daya, Alisa hanya bisa berharap untuk di jemput pulang.
Air mata Alisa menetes dan dengan cepat ia membersihkannya. Alisa kemudian menguatkan dirinya dan bertekad jika ia bisa tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Ia akan membuktikan pada kedua orang tuanya jika ia bisa menjadi anak yang membanggakan bagi mereka.
“Alisa !” sapa Ustadzah Syira, yang baru saja masuk ke dalam ruang perpustakaan.
“Eh, Ustadzah !” Alisa menoleh pada gurunya itu.
“Alisa, suara Kamu bagus loh waktu tadarus qur’an tempo hari.” Puji Syira.
“Terimakasih, Ustadzah !” jawab Alisa pelan.
“Adik teman Ustadzah, ada yang kerja di stasiun tv swasta. Dia lagi butuh seorang hafiz qur’an, untuk untuk mengisi acara selama bulan suci ramadhan nanti. Suara kamu kan bagus, bagaimana kalau Kamu saja yang jadi pengisi acara itu ?” tawar Syira
“A..Aku ?” Alisa sendiri merasa kurang percaya diri apalagi ia harus berhadapan di depan banyak orang.
“Tapi Aku malu, Ustadzah. Aku gak berani bicara di depan banyak orang.” Kata Alisa apa padanya.
“Bukan seperti itu mekanismenya, Alisa. Kamu cuma perlu mengaji terus nanti kamu di rekam, rekaman kamu itu nanti di tayangkan di televisi setiap harinya selama bulan suci ramadhan nanti.” Kata Ustadzah Syira.
“Lagi pula, kalau yang membaca Al Qur’annya dari pondok pesantren ini, Aku yakin pesantren ini bakalan tersorot media dan banyak santri yang mau belajar disini,” kata Syira lagi.
Alisa nampak memikirkannya,
“Tidak perlu dijawab sekarang, Alisa. Kamu pikirkan saja dulu. Ustadzah kasih Kamu waktu tiga hari ya, supaya Kamu bisa memikirkannya.” Kata Syira memegang bahu Alisa.
“I..iya Ustadzah, Aku pikir-pikir dulu ya !” kata Alisa pelan.
“Iya !”
Syira tersenyum pada Alisa kemudian keduanya , terlibat dalam sebuah topik percakapan lain, sembari membaca buku mereka masing-masing.
...****************...
cerita nya seru dan menarik
apa salah Alisa sama Anisa dan fahmi