Terlahir dengan sendok emas, layaknya putri raja, kehidupan mewah nan megah serta di hormati menjadikanku tumbuh dalam ketamakan. Nyatanya, roda kehidupan benar-benar berputar dan menggulingkan keluargaku yang semula konglomerat menjadi melarat.
Kedua orang tuaku meninggal, aku terbiasa hidup dalam kemewahan mulai terlilit hutang rentenir. Dalam keputusasaan, aku mencoba mengakhiri hidup. Toh hidup sudah tak bisa memberiku kemewahan lagi.
[Anda telah terpilih oleh Sistem Transmigrasi: Ini bukan hanya misi, dalam setiap langkah, Anda akan menemukan kesempatan untuk menebus dosamu serta meraih imbalan]
Aku bertransmigrasi ke dalam Novel terjemahan "Rahasia yang Terlupakan." Milik Mola-mola, tokoh ini akan mati di penggal suaminya sendiri. Aku tidak akan membiarkan alur cerita murahan ini berlanjut, aku harus mengubah alur ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Dua minggu
Aku menggedor-gedor ruang kerja Caspian. Setelah memikirkan konsekuensinya, aku memilih langsung masuk saja karena kemarahanku sudah di ubun-ubun dan tak memperdulikan jika ia sedang berada dalam rapat serius.
"Mohon maaf Grand Duke, bisakah kita bicara sebentar?" Kataku, suaraku sedikit jadi lebih keras.
Caspian mengangguk, Orang-orang itu juga segera undur diri. Ia melangkah mendekatiku dan menyilangkan tangannya di dada, menunggu.
"Hey, apa maksudnya menjadi kekasih?" Kemarahanku meledak. "Bukankah kita sudah sepakat untuk sekedar menjadi pengawal? Kau tau, betapa kagetnya aku saat Pangeran Samesh mengatakan jika aku dari Aspen, aku berbakat dalam melukis?" Aku tak habis pikir dengan jalan pikirannya yang sulit di tebak ini.
Caspian menatapku dengan bibir sedikit turun. "Apa kau tidak bisa melukis?"
Oh, dia meremehkanku yang serba bisa dan luar biasa ini. "Tentu saja aku bisa, itu sangat mudah karena—"
"Karena kau juara melukis ke dua puluh lima?" Caspian menyela, nadanya sedikit mengejek.
Aku mengelengkan jariku, ke kanan dan kiri. "Salah, kali ini ke tiga puluh tiga." Aku maju dan menatapnya dalam-dalam, sejak kapan dia tumbuh setinggi itu. "Jadi, kenapa kau membuat alasan konyol itu? Apa kau menyukaiku?"
Ia menjentikkan jarinya ke dahiku. Sakit! "Siapa yang menyukaimu, pikirkan jika kau hanya pengawal, seberapa sering kita akan bertemu? Bukankah itu terlihat mencurigakan." Ada benarnya juga. "Jika identitasmu sebagai kekasih, bukankah kau lebih bebas bergerak tanpa di curigai?"
Aku mendengus, ternyata dia setingkat lebih pintar dariku dalam hal siasat. "Aku belum memikirkannya."
"Karena perutmu pindah ke kepalamu, kau hanya memikirkan makanan."
"Heyyy!" Badanku menjadi lemas memikirkan makanan, aku menjatuhkan tubuhku ke sofa. "Sudahlah, aku malas bertengkar, Bos."
"Bos, aku sudah memikirkan ini sepanjang perjalanan dari Aspen." Caspian duduk di ujung sofa yang lain, ia mendengarkanku sambil memeriksa berkasnya. "Untuk menemukan penyihir itu, kita harus memancingnya keluar dulu."
Mungkin dia mulai tertarik, jadi dia menaruh berkasnya di meja dan bersilang kaki. "Aku masih tidak paham dengan mengapa kau mengatakan jika kau tau segalanya yang akan terjadi?"
Pundakku merosot ke bawah, rasanya tenggorokanku kering karena banyak bicara. "Kita bahas intinya saja, dengarkan aku baik-baik."
Aku mulai menceritakan kisah aslinya, siapa aku, darimana aku berasal, mengapa aku bisa terjebak dalam dunia novel mengerikan ini, dan bagaimana cerita perjalanan ceritanya, saat dimana Grand Duke Aston menggulingkan pemerintahan Raja Caden. Aku menceritakannya sambil berkeliling ruangan dan memperagakannya, seolah aku memang paham betul alur ceritanya. Bahkan saat kejadian ledakan di istana raja pun, aku turut memperagakan gaya jatuhku yang katanya tragis (sampai terpental ke pintu). Semua cerita panjang itu membuatku benar-benar berapi-api memikirkan bagaimana di permalukannya diriku di hadapan seluruh Kadipaten.
Sementara Caspian duduk di sana, kepalanya berputar-putar mengikuti ritme jalanku yang mondar-mandir.
"Pelayan, pelayan! Ambilkan aku minuman manis!" Leherku tandus. "Cepatlah!"
Setelah mendapatkan minum, aku segera menghabiskannya sekali teguk. "Segarnya seperti masuk surga."
Sementara Caspian memijati ujung hidungnya, apakah dia flu atau sedang bingung, aku juga tidak peduli.
"Pertama-tama, kau harus belajar etika." Suaranya terdengar berat, padahal yang mendongeng dari tadi, kan, aku. "Jika kau merasa haus dan ingin seseorang mengambilkan air untukmu, apa yang harusnya kau katakan?"
Pertanyaan bodoh apa itu? "Tentu saja tingal berteriak minta minum."
Dia mendesah pelan, apa yang salah, sih. "Kalau kau sudah mendapatkan minumanmu, apa yang harus di katakan?"
"Hey, jika kau memiliki uang, kau bisa menyuruh mereka tanpa mengucapkan tolong dan terima kasih. Sepanjang hidupku, aku hanya akan melakukan itu jika pada situasi tertentu." Aku mencondongkan tubuhku, itu, kan yang ingin ia ajarkan?
"Aku tau, kau memang tidak terbiasa." Ia meletakkan tangannya di atas paha. Suaranya merendah tapi penuh penekanan. "Cobalah untuk mengerti batasanmu. Bukankah kau sudah belajar susahnya hidup tanpa memiliki preferensi terhadap hidupmu sendiri? Kau harus belajar menghargai orang lain jika tidak ingin hidup seperti gelandangan."
"Jadi, aku harus menunduk juga kepada mereka?" Aku merapatkan pahaku, entah mengapa situasinya jadi emosional. "Aku datang kesini bukan untuk mendapatkan ceramahmu, entah kau berkuasa disini atau kau memiliki kedudukan lebih tinggi, tetapi bagiku, kita tetaplah manusia yang sama-sama busuk. Jadi kau tak perlu memberitahu sesuatu yang tidak penting seperti itu."
Aku berdiri, berada di dekatnya lebih lama hanya akan membuat kepalaku berdenyut-denyut.
"Jika kau tidak mau mengubah sifat burukmu, aku tidak akan memberikan bantuanku."
Aku berdecak, kenapa dia menatapku dengan mata menggelikan itu. "Yeah, Orang-orang seperti kalian selalu berpikiran lebih besar daripada aku."
"Baiklah Grand Duke Aston yang Agung. Bisakah anda yang sangat mulia dan berhati bersih ini memberitahu saya yang hina ini, kapan kelahiran putra Baginda Raja yang agung?" Aku mau muntah, serius.
"Belajarlah lebih sopan lagi, dan mintalah Count Julian untuk memberitahu mu." Ia berdiri dan kembali ke meja kerjanya. "Aku harap kita bisa menjadi lebih dekat lagi, aku sibuk sekarang, pergilah."
Lihatlah wajahnya yang sok itu, dia bahkan membelakangiku seolah aku ini tak terlihat. Aku menghentakkan kaki, lalu melemparnya bantal sofa dan kabur.
Persetan jika dia seorang Grand Duke, aku juga pernah punya kedudukan tinggi sebagai nyonya besar.
"Oh, tuan Boni? Bisa, emmm, minta tolong antarkan saya kepada Count Julian." Lidahku masam, kan. Lihatlah, Boni saja lebih terkejut daripada aku. "Tidak usah kaget, aku habis terkena semprotan rohani."
"Ya, Lady, saya akan mengantarkan anda kepada Count Julian. Mari, lewat sini."
Aku menepuk punggungnya pelan. "Ayolah, jangan terlalu formal, kita ini kan teman yang suka makan. Setelah bertemu Count nanti, antarkan aku untuk mencari jajan di dapur, yah."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa?!" Aku mendekati meja Julian dan mencondongkan tubuhku kepadanya. "Maksudmu, dua minggu itu, empat belas hari?"
"Ya, Lady, itu masih perkiraan dan bisa lebih awal."
"Aishhh!" Gigiku jadi ikutan dingin mendengarnya.
Bagaimana mungkin alur ceritanya berjalan secepat ini, pangeran akan lahir dalam waktu kurang dari dua minggu. Bukankah dalam cerita aslinya butuh waktu berbulan-bulan sampai Grand Duke sangat mencintai Winola dan menikahinya? Apakah karena aku mengubah plotnya jadi semuanya berantakan?
Sial! Aku bahkan belum mencari tahu bagaimana cara untuk memancing penyihir itu keluar. Ini semua karena pembicaraan dengan Caspian hanya akan memperburuk keadaan. Aku harus mencari tahu sendiri, waktunya tidak banyak. Aku tidak akan membiarkan Caspian menggulingkan pemerintahan Raja dan membuat ceritanya berjalan sesuai keinginan penulis yang bodoh itu!
Aku berjalan keluar dengan tergesa. Boni menghentikanku.
"Lady, jalan menuju dapur lewat sini," Katanya, menunjuk.
Aku mendesis, memperlihatkan gusiku. "Dalam situasi seperti ini, kau masih bisa memikirkan makanan? Hey, dengarkan aku, sebentar lagi, semua orang akan mati jika kau hanya memikirkan makanan!"
Aku meningalkan dengan raut wajah bingung.
"Count," Tanya Boni kepada Julian yang masih duduk di mejanya. "Apakah saya melakukan kesalahan?"
semangat 😊
mampir juga ya ke ceritaku..
kasih saran juga..makasih