Laura jatuh cinta, menyerahkan segalanya, lalu dikhianati oleh pria yang seharusnya menjadi masa depannya—Jordan, sahabat kecil sekaligus tunangannya. Dia pergi dalam diam, menyembunyikan kehamilan dan membesarkan anak mereka sendiri. Tujuh tahun berlalu, Jordan kembali hadir sebagai bosnya … tanpa tahu bahwa dia punya seorang putra. Saat masa lalu datang menuntut jawaban dan cinta lama kembali menyala, mampukah Laura bertahan dengan luka yang belum sembuh, atau justru menyerah pada cinta yang tak pernah benar-benar hilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika Ssi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Bukan Lagi Tempat Kembali
"Laura!" Jordan terbelalak dan langsung balik kanan.
Namun, ketika menatap sumber suara, Jordan harus menelan kekecewaan. Wanita yang memanggilnya bukanlah Laura. Dia adalah Siti.
"Pak, kenapa?" tanya Siti dengan alis yang saling bertautan.
"Laura ... ke mana?" tanya Jordan dengan suara terbata-bata.
"Loh, saya kira Pak Jordan tahu."
Jordan menggeleng. Siti kini mendekati lelaki tersebut dan menatapnya penuh tanya. Dalam pikirannya, bagaimana bisa lelaki di hadapannya itu tidak tahu kalau Laura pergi.
"Pak Jordan sama Bu Laura itu dekat. Saya pikir tahu kalau Bu Laura pindah."
"Aku sama sekali nggak tahu, Mbok. Memangnya Laura pindah ke mana?" Jordan memegang kedua lengan atas Siti, berharap mendapatkan jawaban atas kepergian Laura.
"Kalau soal itu saya nggak tahu, Pak. Tadi Bu Laura cuma pesan kalau saya diminta buat bersihin kulkas."
Jordan mengusap wajah kasar dan berteriak sekilas. Hal itu tentu saja membuat Siti tersentak. Wajah perempuan tersebut terlihat ketakutan.
Di tengah kekacauan itu, Noah tiba-tiba berlari menyusuri lorong. Dia menghampiri keduanya dan berdiri tepat di hadapan Siti. Lelaki tersebut menanyakan hal yang sama.
"Sejak aku pulang dari sini kemarin, aku tidak bisa menghubungi Laura. Aku sangat khawatir ...." Noah menggantung ucapannya di udara karena tiba-tiba Jordan mencengkeram kerah kemejanya.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu yang membuat Laura pergi?" tanya Jordan sambil terus menguatkan cengkeraman tangannya.
"Apa pedulimu? Bukan urusanmu!" Noah berusaha tetap tenang.
"Kamu itu tidak jadi menikah dengan Laura! Untuk apa mendekat lagi? Kamu berubah pikiran setelah membatalkan pernikahan secara sepihak?" tanya Jordan menyeringai.
"Bukan urusanmu! Bagaimanapun juga aku yang selalu ada di sisi Laura ketika kamu pergi menjauh!" seru Noah.
Hati Jordan sukses terbakar. Lelaki tersebut langsung mendaratkan kepalan tinjunya ke pipi Noah. Noah sampai tersungkur ke atas lantai.
"Sudah, Pak. Sudah! Jangan bertengkar! Kita cari jalan keluarnya baik-baik!" ujar Siti sambil memegang lengan Jordan.
Napas Jordan masih memburu. Dia menatap Noah yang sedang berusaha bangkit dengan tatapan tajam. Noah mengusap sudut bibirnya yang terlihat robek dan berdarah.
"Begini, Pak. Pak Noah setahu saya kemarin mengantar Bu Laura pulang, lalu mengajak Leon main keluar. Setelah itu saya tidak tahu karena Bu Laura meminta saya pulang lebih awal. Saya tidak bertanya lebih jauh kepada Bu Laura karena wajahnya terlihat begitu frustrasi." Siti menunduk sambil meremas daster batiknya.
"Laura sempat mengatakan ingin bunuh diri sebelum aku pulang."
Sontak Jordan kembali menoleh ke arah Noah. Lelaki tersebut mendekati Noah dan mencengkeram lagi kerah kemejanya. Jordan menatap Noah seakan hendak menelannya bulat-bulat.
"Kamu sudah tahu dia bicara seperti itu, kenapa malah pergi meninggalkan Laura sendirian? Kenapa kamu tidak meneleponku?" teriak Jordan tepat di depan wajah Noah.
"Kamu nggak pernah tahu bagaimana kecewanya aku! Aku masih sulit menerima semuanya. Aku pikir dengan bersikap dingin kepadanya akan membuat hatiku lebih baik. Ternyata aku tidak bisa! Melihatnya begitu hancur membuatku sangat sakit!" Noah kini menangis tergugu.
Jordan melepaskan cengkeraman tangannya. Dia membiarkan lelaki tersebut mengungkapkan isi hatinya. Siti yang masih di sana ikut menitikkan air mata.
"Ketika aku sadar, aku tidak bisa lagi menghubunginya. Tadi pagi aku mampir sebelum pergi ke kantor, tapi rumah kosong. Aku pikir dia sedang mengantar Leon ke sekolah. Kususul ke sekolah, pihak sekolah mengatakan kalau Leon sudah tidak bersekolah di sana sejak kemarin siang. Aku ingin menemui Laura dan meminta maaf karena telah mengabaikannya, tetapi semua sudah terlambat." Noah memukul kepalanya sendiri menggunakan kedua tangan.
"Laura sudah pergi tanpa meninggalkan pesan apa pun! Aku tidak bisa menemukannya! Aku tidak tahu dia di mana."
Jordan kini pergi menjauhi Noah. Dia keluar dari gedung apartemen dan meminta asisten pribadinya untuk menyelidiki keberadaan Laura. Lelaki tersebut berusaha melacak Laura menggunakan aplikasi pelacak yang terhubung dengan kartu seluler milik perempuan itu.
Namun, hal itu sia-sia. Laura ternyata sudah menghancurkan kartu seluler yang biasa dia gunakan. Di ujung rasa putus asanya, Jordan berteriak untuk meluapkan kegagalannya.
"Seharusnya aku bisa menahan diri!"
Dua kali Laura menghilang. Bahkan kali ini terjadi lagi karena dirinya. Jordan berjanji untuk memperbaiki semuanya kali ini.
Dia akan menyelidiki kebenaran. Jordan berniat membersihkan nama Laura.
---
Hari sebelumnya, usai kepergian Noah, Laura yang sudah dalam kondisi kalut menggulir layar ponselnya. Ada satu nomor yang diberi nama Wulan. Dia adalah kakak ipar Laura.
"Aku ingin menghilang sekali lagi. Apa aku harus kembali?"
Laura menggeleng. Dia akhirnya mengemasi barangnya. Setelah semua masuk ke koper dan kardus, Laura membuka laptopnya.
Perempuan itu mengerjakan pekerjaan yang sedikit lagi selesai. Setelah berkutat dengan banyak kode selama hampir empat jam, akhirnya Laura menyelesaikan pekerjaannya. Dia meregangkan tubuh dan mulai menyalin hasil pekerjaannya ke dalam diska lepas.
"Aku akan menyerahkan semuanya malam ini kepada Pak Jimmy."
Sambil menunggu salinannya selesai, Laura mulai mengetik surat pengunduran dirinya. Tekadnya sudah bulat untuk menghilang dari semuanya. Dia ingin menenangkan diri dari skandal yang tidak bisa lagi diperbaiki itu.
Usai menandatangani surat pengunduran diri, Laura mengemas semuanya. Dia memesan tiket pesawat untuk keesokan harinya melalui internet. Setelah itu, perempuan tersebut masuk ke mobil pinjaman dari Noah bersama Leon.
"Mama, kita mau ke mana?" tanya Leon polos.
"Temani Mama pergi ke tempat teman Mama, ya? Hanya sebentar. Setelah itu Mama akan mengantar Leon ke mana saja malam ini sampai mengantuk!" ujar Laura.
Leon mengangguk patuh. Laura pun langsung melajukan mobilnya menuju rumah Jimmy. Sesampainya di sana, dia langsung menyerahkan map coklat berisi surat pengunduran diri dan diska lepas. Jimmy hanya menanyakan alasan kenapa Laura mengundurkan diri.
"Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusanmu, Laura. Aku tidak bisa mencegahmu. Aku harap kamu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ke depannya. Maaf kalau selama ini aku ada salah sama kamu."
"Pak Jimmy nggak ada salah, kok. Terima kasih sudah menerimaku bekerja di W-Ware. Selamat tinggal, Pak. Jika suatu saat kebetulan bertemu, jangan lupa untuk menyapaku." Laura tersenyum simpul sambil membungkuk sekilas.
"Pasti!" Jimmy tersenyum sambil mengacungkan satu jempolnya.
"Oh ya, ngomong-ngomong ...." Jimmy menjeda ucapannya karena ada sedikit keraguan.
"Ya?" Laura mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum tipis.
"Setelah ini kamu mau pergi ke mana?"
"Aku butuh ketenangan. Aku akan pergi ke tempat yang membuatku nyaman." Mata Laura menerawang menatap langit dengan kerlip bintang yang samar terlihat.
"Baiklah, semoga kamu mendapatkan ketenangan itu."
Laura mengangguk, lalu mengulurkan tangannya kepada Leon. Jimmy menghela napas kemudian masuk kembali ke rumahnya. Sementara itu, Laura terus berjalan menjauh dengan senyum merekah di hadapan Leon, padahal hati dan pikirannya begitu hancur.