NovelToon NovelToon
Misteri Badik Punnawara'

Misteri Badik Punnawara'

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Romansa Fantasi / Dan budidaya abadi / Roh Supernatural / Fantasi Wanita / Pendamping Sakti
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mia Lamakkara

Miang tidak sengaja menemukan membuka kotak terlarang milik leluhurnya yang diusir oleh keluarga seratus tahun lalu. Kotak itu berisi badik keemasan yang bila disentuh oleh Miang bisa berkomunikasi dengan roh spirit yang terpenjara dalam badik itu.
Roh spirit ini membantu Miang dalam mengembangkan dirinya sebagai pendekar spiritual.
Untuk membalas budi, Miang ingin membantu Roh spirit itu mengembalikan ingatannya.
Siapa sebenarnya roh spirit itu? Bisakah Miang membantunya mengingat dirinya?Apakah keputusan Miang tidak mengundang bencana?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Mereka harus tahu nona muda ke- tiga keluarga La Wero.

Kediaman keluarga La Wero berada diatas tanah seluas 10 hektar. Setiap keluarga inti yang terdiri atas anak sah akan diberikan tanah seluas 50 are untuk mendirikankan huniannya dan ditempatkan di bagian timur.Rumah utama dimana kepala keluarga tinggal berada di lahan satu hektar.

Bagian selatan, ditempati para kerabat yang masih keturunan La Wero atau orang yang memiliki identitas khusus. Mereka diberi kuasa tanah seluas 25 are.

Para penatua dan asrama generasi muda berbakat diletakkan dibagian utara. Para penatua ini menghuni bangunan dan taman diatas tanah 20 are setiap orang. Penatua tidak selalu berasal dari keluarga La Wero. Penatua pertama dan kedua berasal dari keluarga lain yang direkrut secara khusus. Asrama murid dibagi atas dua, yakni asrama putra dan putri yang saling berhadapan. Di asrama ditugaskan pelayan untuk membantu mereka. Pengurusan asrama dikelolah oleh Nanny yang ditugaskan oleh kepala keluarga.

Bagian barat ditempati kerabat, ata’ dan pelayan serta budak kasar. Bagian belakang hunian adalah kebun obat, kebun sayur dan peternakan.

Kerabat yang diakui, masihlah ada ikatan keluarga La Wero, mereka kasta rendah dalam keluarga. Namun mereka tidak terikat kontrak budak. Mereka umumnya bekerja sebagai tenaga kasar untuk keluarga La Wero seperti mengolah pertanian dan toko keluarga. Beberapa dari kerabat ini bila memiliki kinerja baik bisa memiliki satu budak kasar di rumah tangga mereka.  Kerabat ini juga mendapat upah bulanan dan tunjangan sandang pangan dari keluarga La Wero dalam jumlah kecil. Anak-anak mereka juga bisa belajar dan berlatih di sekolah khusus keluarga. Kalau anak mereka berbakat, keluarga La Wero bisa mengirim mereka kesekolah. Setiap kepala keluarga menempati rumah seluas 15 meter persegi, lima meter tanah kosong dibelakang rumahnya untuk membangun sumur dan menjemur.

Para ata’ yakni pelayan kepercayaan keluarga inti mendapat rumah seluas 12 meter tanpa taman hanya dibatasi pagar bamboo dan jalan seluas lima meter setiap rumah. Para ata’ diperbolehkan membawa keluarganya tinggal di rumah itu.

Para pelayan menempati rumah seluas 7 meter dan dipisahkan jalan seluas 1 meter setiap bangunan. Untuk urusan mandi dan mencuci, mereka melakukannya di sumur umum.

Budak kasar tinggal di ruangan seluas lima meter yang disiapkan di lahan pertanian dan peternakan. Mereka akan makan di dapur umum dan mandi di sumur umum.

 Bagian belakang hunian pelayan adalah lahan obat, sayur dan peternakan.

Meskipun, La Gutritcie mengambil alih jabatan kepala keluarga La Wero, Puang Sori sang istri tidak segera pindah ke rumah adat, tempat tinggal kepala keluarga. Setelah putera sulungnya menduduki jabatan ksatria kerajaan, Puang Sori meninggalkan rumah lama dan pindah kerumah adat untuk meneruskan rumah lama pada anak sulungnya yang secara langsung menjadi kepala keluarga rumah Bau Waranie’. Gelar ini diberikan dahulunya pada mendiang kakek La Guritcie yang menyumbangkan jasa pada kerajaan karena memenangkan peperangan yang sangat mengancam kerajaan saat itu.  Gelar ini kemudian diturunkan turun temurun ke generasi yang berhasil menduduki jabatan di ksatria kerajaan. Rumah keluarga La Guritcie ini akan diberi biaya renovasi dari kerajaan setiap sepuluh tahun sekali sebagai penghargaan atas jasa mendiang kakek.

Sebagai istri kepala keluarga La wero, Puang Sori bertanggung jawab atas pengurusan rumah tangga kediaman. Namun, Puang Sori bukan hanya seorang istri. Dia juga mengelola rumah tabib Tarima’ milik ayahnya, Ye  Tangka yang dikenal sebagai tabib terbaik di kota Leppang.

Pengurusan rumah tangga, dipercayakan pada beberapa orang. Untuk urusan social, Puang Sori membiarkan Puang Gau menjadi perwakilan keluarga. Puang Gau sepupu suaminya. Anak dari adik mertuanya dari istri keduanya.

Untuk mengatur pembagian sumberdaya keluarga, Puang Sori sering meminta bantuan I Murni yang juga sepupu suaminya, anak dari paman  tertua. Hanya saja, I Murni saat ini sibuk mengembangkan bisnis di ibukota dan Puang Sori sendiri sibuk menyiapkan permintaan ramuan dan pil dari kerajaan. Beberapa waktu lalu, kerajaan bagian selatan diserang wabah. Ye’ Tangka dan beberapa dokter berhasil menciptakan ramuan pencegahan dan pil penyembuh. Untuk mengantisipasi, raja meminta ramuan dan pil diedarkan di berbagai klinik tabib kerajaan di seluruh negeri.

Pengurusan pelayan dipercayakan pada Naharia, istri Puang Tonggeng, sepupu tiri La Guritcie. Puang Tonggeng sendiri menjadi penatua kelima yang mengurus pendidikan murid-murid keluarga La Wero yang tinggal di asrama.

“Puang, undangan ulang tahun walikota telah tiba.” Lapor ata’ Jana, pelayan kepercayaan Puang Gau.

“Oh…bawa saja kesini. Biar puang Nintang juga melihatnya.” Ujar puang Gau yang dianggukkan oleh I Nintang.

Selain pulang memeriksa bisnisnya, dia juga datang untuk membantu iparnya, Puang Sori sampai urusan menyiapkan obat untuk kerajaan  selesai. Kedatangannya dijadwalkan minggu beberapa mendatang. Mendengar keponakannya telah sampai di kediaman keluarga La Wero, I Nintang memajukan kedatangannya.

I Miang sekarang satu-satunya puteri sah keluarga La Wero yang masih lajang. Dia masih muda dan lugu, dia harus menjaganya baik-baik mengingat kedua orang tuanya sibuk. I Nintang sendiri tidak memiliki anak. Dia perna hamil sekali tapi dia keguguran setelah mendengar suaminya yang menjadi komandan pasukan kerajaan sekarat karena serangan musuh. Sejak saat itu, dia tidak bisa hamil lagi.

I Nintang menikah dengan orang biasa yang menjadi komandan pasukan kerajaan. Pernikahan ini sangat ditentang oleh La Todi mengingat identitas I Nintang bukanlah bangsawan biasa. Untungnya, mendiang raja sangat bijak memberi gelar Opu pada Kantara, suami  I Nintang dan menaikkan jabatannya menjadi jenderal tingkat tiga.

Ata’ Jana mengansurkan bosara pangolli kedepan puang Gau yang langsung memberikan pada I Nintang.

“Coba Kak Nintang melihatnya.”

Ata’ Sati membuka bosara dan memperlihatkan satu persatu undangan itu pada I Nintang.

I Nintang meletakkan cangkir tehnya, dan menunjuk marah pada undangan yang dibuka ata’ Sati.

“Puang Ramalla? Bisa-bisanya dia menulis gelar di depan anak itu. Dia juga memberikan undangan tunggal?.”

Puang Gau mencondongkan tubuhnya untuk melihat undangan yang membuat kakak sepupunya marah.

Itu adalah undangan warna ungu muda dengan nama ‘Puang Ramalla’ bertengger diatas kertas itu. Menurut aturan, warna ungu dan hijau hanya digunakan keluarga kerajaan dan keturunan langsungnya, bangsawan kerajaan atau bangsawan yang memiliki hubungan darah dekat dengan keluarga kerajaan misalnya sepupu raja yang tidak melebihi tiga tingkat.

Sepupu sekali (tingkat pertama) orang tua raja bersaudara dengan orang tua bangsawan itu.

Sepupu dua kali (tingkat kedua) orang tua raja sepupu sekali (tingkat pertama) dengan orang tua bangsawan itu.

Sepupu tiga kali (Tingkat ketiga) orang tua raja sepupu dua kali (tingkat kedua) dengan orang tua bangsawan itu.

Leluhur keluarga La Wero adalah saudara raja yang juga menjadi marshal pertama kerajaan ini. Kemudian dilakukan pernikahan keturunan mereka dengan keturunan raja berikutnya. Pernikahan terakhir dengan keluarga kerajaan adalah Mendiang kakek  yang diberi gelar “Bau Wanarie” menikah dengan adik raja saat itu. Dengan begitu, baik I Nintang ataupun La Guritcie masih sepupu dua kali dengan raja yang bisa dibilang bangsawan kerajaan.

Sedangkan Ramalla anak selir puang Tonggeng yang hanya sepupu jauh La Guritcie. Hubungan keluarga kerajaan dengan puang Tonggeng sudah melewati tiga tingkat.

“Atas dasar apa dia dipanggil puang? Dia hanya anak selir dari ayah dari anak pelayan.” I Nintang berkata dengan marah.

“Kalau pelayan itu tidak menjebak puang Wata’ saat mabuk, dia tidak akan memiliki anak dari puang Wata. Tidak ada Tonggeng hari ini.” I Nintang mendengus menghina. Dia tidak menyebut puang di depan nama sepupunya itu. Sebagai seorang bangsawan kerajaan, itu hal lumrah.

“Setelah dia hamil, dia datang ke petta  nene’ minta puang Wata bertanggung jawab dan meminta dijadikan selir.”

“Puang Wata hanya memberinya status selir rendah tapi dia tidak puas, dengan alasan masa depan Tonggeng dia mengganggu petta untuk diberi gelar istri karena istri puang Wata juga sudah meninggal.”

“Petta mengatakan kalau itu hak penuh puang Wata. Meskipun petta berkata begitu, dia juga membujuk puang Wata. Tapi puang Wata hanya memberinya gelar selir utama.”

“Puang Wata sangat baik sayang dia tidak memiliki putera sebagai anak sahnya. Kalau si Oni itu tidak melahirkan putera, Puang  Wata tidak akan memberinya gelar selir utama.”

“Setidaknya, sepupu kita Puang Rayyan dan Puang Remba menikah dengan orang-orang baik dengan jabatan dan status baik.” Sahut Puang Gau.

“Itu juga harus disyukuri.” Amarah I Nintang sedikit mereda mendengar kedua sepupunya itu.

“Ramalla ini mewarisi gen neneknya. Hanya seekor ayam yang ingin bersarang diatas pohon.”

“Jangan terlalu marah, itu merusak tubuhmu.” Puang Gau cepat membujuk kakak sepupunya itu.

“Aku akan mengembalikan undangan itu dan melayangkan protes.”

Puang Gau merobek undangan itu dan memasukkan kedalam kotak untuk dikirim kembali.

“Katakan pada mereka, kita hanya memiliki nona muda ke tiga di keluarga La Wero.” Kata puang meminta ata’ Jana mengembalikan undangan itu.

“Ata’ Sati, pergilah dengannya.” Perintah I Nintang.

 “Mereka harus tahu nona muda ke- tiga keluarga La Wero.”

1
Irul Munawirul
calabai=banci🤪😆 semangat daeng
kutu
Luar biasa
Sribundanya Gifran
lanjut
ladia120
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
Suzanne Milla
Gemes deh!
Mưa buồn
Seru abis 🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!