Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Penolakan Sendu
Mentari mulai mengintip dari balik jendela, cahayanya mengusik kelopak mata yang mengatup, mencoba menembus ruang retina.
Perlahan tapi pasti, mata indah dengan choco chips pemanis dibawahnya terbuka. Menunjukkan bola hitam jernih didalamnya.
Pria bertubuh tinggi cukup kekar, terduduk dari posisi baringnya. Sedikit menghela napas berat, berusaha untuk siap menjalani hari.
Dengan langkah yang terseret, kakinya bergerak menuju kamar mandi yang sudah menyatu dengan kamarnya. Membasuh wajah, membersihkan gigi, juga menyisir asal rambutnya yang tebal dan berantakan, agar tetap terlihat berantakan. Ia bahkan menutupi choco chips dibawah matanya, dengan poni.
Cukup lama ia meratapi pendaran dirinya dari dalam cermin, sorot matanya dipenuhi kesenduan. Mungkin ia lupa caranya untuk tersenyum.
Setelah dirasa puas, pria itu kembali melangkah ke kamarnya. Menatap kosong pada deretan poster yang terpajang di dinding, poster yang menunjukan sosok musisi berambut tebal namun rapi, tegah bernyanyi riang bersama para rekan band-nya.
Lagi, pria itu menghela napas berat lalu bergumam. “Aku merindukan masa itu.”
Namun sesaat setelah mengatakannya, ia segera menggelengkan kepala. “Tidak! Aku sudah menikmati kehidupanku yang sekarang!” ucapnya, menepis rasa rindu.
Ia kembali melanjutkan aktivitasnya. Memasak dengan tenang, sarapan seorang diri sembari menonton televisi, meminum cokelat hangat buatannya, lalu bersiap untuk berangkat ke tempat kerja. Jangan lupa dengan masker hitam yang selalu ia kenakan.
“Begini lebih baik, kan? Bebas dalam kesendirian, tanpa harus peduli tuntutan orang sekitar?” pikirnya sembari melangkah ringan menuju tempatnya bekerja.
Sesampainya pada tujuan, ia dikejutkan oleh dua orang yang sudah berada didepan toko penggadaian tempatnya bekerja.
Pertama adalah seorang pria berambut gondrong yang sepertinya terjaga semalaman, dan yang kedua adalah gadis yang semalam ia tinggalkan. Gadis tersebut terlelap di pangkuan pria gondrong.
Pria gondrong itu menatap pria yang baru saja sampai dihadapan mereka, dengan sorot mata tajam. “Kau yang bekerja di toko ini?” tanyanya dingin.
Pria yang ditanya, hanya menganggukkan kepalanya singkat. Hal itu membuat si petanya menghela napas kesal.
Ia memindahkan posisi gadis yang terlelap dipangkuannya secara perlahan, menjadi posisi duduk bersandar pada rolling door toko tersebut. Lalu berdiri dengan tenang.
“Dia sangat mengharapkan posisi pekerjaan di tokomu!” ucapnya dingin sembari melangkah mendekati pria bermasker hitam.
“Jadi jangan buat dia harus bermalam lagi di sini, dalam keadaan tubuhnya yang membeku!” lanjutnya, sembari menepuk bahu pria tersebut, lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Kembali pada kedai tempatnya bekerja.
Pria bermasker hitam, hanya memperhatikan pria gondrong yang tadi bersikap dingin terhadapnya hingga memasuki kedai di seberang toko, lalu sedikit bergumam kesal.
“Dasar! Dia tak mengerti apapun! Jika ini hanya terkait masalah pekerjaan, apa susahnya untuk melamar di kedaimu!?”
Tak lama setelah itu, ia mengalihkan atensi pada gadis yang masih terlelap. Lalu menghela napas kasar sebelum bergumam lagi. “Merepotkan saja!”
Ia berjongkok agar bisa menelisik wajah gadis itu, sedikit mencari cara untuk melenyapkannya dari kehidupannya. Jujur saja, ia merasa pekerjaannya terganggu dengan kehadiran Airi.
“Heh! Bangun!” sentaknya mencoba membangunkan, namun tak ada pergerakan dari gadis yang sedang ia bangunkan.
“Kau tidak mati sungguhan karena kedinginan semalam, kan?” lanjutnya, mulai khawatir bila ucapan kejamnya tadi malam menjadi nyata.
Masih tak mendapatkan respon, ia mencoba membangunkannya lagi. “Aku ingin buka toko, jadi cepatlah bangun dan enyah dari sini!”
Namun nihil, gadis itu sepertinya teramat lelah untuk dibangunkan. Pria yang mulai dipuncak rasa kesal pun, akhirnya menggunakan cara yang lebih keras dengan menarik kasar tangannya agar terbangun.
Alih-alih bangun, Airi justru terjatuh lemas pada pangkuannya. Hal itu jelas membuatnya sedikit terkejut bercampur kesal. Ia menghela napas kasar lagi, mulai merasa frustasi.
“Ya Tuhan! Apa yang harus ku lakukan sekarang!?” adunya pada langit.
Tanpa sadar, kembali melirik gadis yang terlelap di pangkuannya.
Mata gadis dalam retinanya, tampak bengkak, merah, juga basah. Pria yang sedang memandangnya, bisa menyadari bahwa perempuan yang masih terlelap itu pasti menangis semalaman.
Tidak berhenti di situ, pandangnya menjalar ke area wajah dan tubuh Airi yang lain. Sedikit berpikir dan mencoba mengingat sesuatu.
Wajah damai gadis yang sedang terlelap, terasa begitu familiar baginya. Rambut sebahu, choco chips dibawah bibir, gaya berpakaiannya yang kasual. Mirip seperti perempuan yang pernah ia lihat entah kapan dan dimana.
Ia menyentuh dagu Airi, untuk memperhatikan detail choco chips dibawah bibirnya. Terus menatapnya dengan lekat, berusaha mengingat dimana ia pernah menemukan choco chips seperti ini. Karena hanya itulah ciri paling khas yang bisa ia ingat.
Lambat laun, atensinya mulai teralihkan pada area bibir. Cukup manis. Ia akui dalam hati, bahwa ia tergoda melihat bibir indah itu. Namun ia segera menepisnya.
“Apa yang kau pikirkan, Yakuma!? Kau tidak seharusnya tertarik pada wanita! Setidaknya, tidak untuk yang kedua kalinya! Cukup wanita itu saja yang menghancurkan hidupku. Aku tidak mau hancur lagi!” pikirnya, penuh trauma dan tekad yang kuat.
Tak lama setelahnya, Airi terbangun. Melihat sosok pria bermasker, yang sedang terpaku menatap bibirnya. Sontak ia terduduk dari posisi baring, hingga kepalanya terbentur kepala pria yang berada tepat dihadapannya.
“Apa yang kau lakukan disini!?” tanya Airi yang masih terkejut, menunjukkan ekspresi panik.
“Hah!?”
Yang ditanya justru balik bertanya, sembari memegangi keningnya yang sakit. Ia bahkan heran, mengapa gadis itu tidak merasakan sakit yang sama.
“Se-sedang.. sedang apa kau disini! Apa yang tadi akan kau lakukan padaku!?” Airi mengulangi lagi pertanyaannya.
“Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu! Sedang apa kau didepan toko ku!?”
“Eh?” Airi belum menyadari fakta yang baru saja ia dengar.
Pria itu menghela napas kasar, entah sudah yang keberapa kalinya pagi ini.
“Dengar ya, nona malang.. Saya tahu, anda tak memiliki rumah.” pria penjaga toko gadai, sedikit melembut.
“Tapi jika hanya butuh tempat untuk istirahat, tak perlu di depan toko ku seperti ini! Kau tak malu, tidur di pinggir jalan!?” lalu ia mengeraskan lagi suaranya.
“Tak bisa kah mencari minimarket yang ada bangku nyamannya untuk tidur!?” lanjutnya, memberikan solusi.
Airi sempat menatap kosong sesaat, mencoba mencerna untaian kata yang terlontar dari mulut tajam pria dihadapannya. Setelah beberapa detik, barulah ia tersadar.
“A-ah!? Jadi anda pria yang semalam!?” tanya Airi sedikit gugup dan terkejut.
“Lambat sekali kau menyadarinya!” ketus pria penjaga toko penggadaian.
Airi segera mengambil sikap duduk bersimpuh, sembari membungkuk sopan.
“Maaf! Tapi, saya mohon..! Izinkanlah saya menggadaikan diri di sini!” pintanya, memohon dengan sungguh-sungguh.
“Anda tak mengerti, nona. Penggadaian manusia itu, adalah hal yang melanggar hukum!” tegas si penjaga toko penggadaian.
“Saya tak ingin hidup yang sudah hancur ini, bertambah busuk di penjara.” disusul alasannya yang begitu kuat.
“Jika anda bisa memahami kondisinya, pergilah dari sini. Cari tempat berteduh dan pekerjaan lain!” ia mengakhiri ucapannya dengan permohonan, berharap gadis tuna wisma itu mengerti.
“Karena ini atas permintaan saya, saya berani berjanji tidak akan melapor polisi!” bujuk Airi dengan tawaran dangkal yang terbesit di benaknya.
“Bagaimana jika ada orang lain yang melapor!?” tanya pria penjaga toko, sedikit geram dengan jalan pikiran gadis dihadapannya yang dangkal.
“Ya, jangan sampai ada orang yang tahu!” usul singkat Airi, membuat pria yang mendengarnya semakin jengkel.
“Kau mau mengajakku bermain peran!?” tanyanya mencoba menyimpulkan.
Airi hanya mengangguk polos. Pria itu menepuk keningnya sendiri, sebelum kembali berucap.
“Jangan bercanda! Hidup ini sudah rumit tanpa harus menambah drama seperti itu!”
“Saya tahu! Saya juga paham akan hal itu! Tapi, saya tidak memiliki cara lain untuk bertahan hidup!”
Airi terus memohon dengan begitu pilunya. Seolah hanya ditempat inilah harapan hidupnya.
“Mengapa kau tidak mencoba melamar kerja di kedai seberang sana, nona?”
“Aku tak ingin merepotkan mereka lebih dari ini.”
“Dan kau ingin merepotkan ku!?”
“Maaf, tapi aku sudah terlanjur menolak tawaran mereka semalam.”
Jawaban itu jelas membuat siapapun yang mendengarnya merasa jengkel, begitupun dengan pria penjaga toko gadai. Ia menatap kecewa pada gadis menyebalkan ini.
“Maaf, tapi aku juga sudah terlanjur menolakmu semalam. Dan aku tidak akan berubah pikiran. Jadi pergilah dari sini, dan cari pekerjaan lain.” tegasnya, berharap perempuan polos itu akan memahami kondisinya.