Kayesa terjebak dalam pernikahan semalam demi menyelamatkan nyawa ibu yang sedang terbaring di rumah sakit. Pernikahan dengan laki-laki kaya yang sama sekali tak dikenal Kayesa itu merupakan awal dari penderitaan Kayesa.
Pernikahan semalam membuat Kayesa hamil dan diusir ibu, Kayesa pergi jauh dari kota kelahirannya. Lima tahun kemudian dia bertemu dengan laki-laki ayah anaknya, hanya saja Kayesa tidak mengenalinya. sementara laki-laki itu mengetahui kalau Kayesa wanita yang dinikahinya lima tahun yang lalu.
Bagaimana kehidupan Kayesa selanjutnya, saat laki-laki bernama Zafran mengetahui kalau Kiano merupakan darah dagingnya dan Zafran menginginkan anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Part 4
Seorang wanita cantik ke luar dengan anak perempuan kecil berusia tiga tahunan. Kayesa membungkukkan badan penuh hormat dan menyalami wanita itu.
"Pasti ini istri bang Rizwan," batin Kayesa. Dia menatap gadis kecil digendongan ibunya.
"Esa." Kayesa sengaja memperkenalkan diri dengan menyebut ujung namanya.
"Ratih," ujar wanita itu mempersilakan Kayesa duduk.
"Aduh cantiknya." Kayesa tak bisa menahan diri untuk tidak mencuil anak perempuan kecil yang menggemaskan itu.
"Sini. Boleh ku gendong." Kayesa menawarkan diri seraya menyodorkan kedua tangannya.
"Siapa namanya. Cantik?"
"Aiba tante," jawan Ratih, seraya menyerahkan Aiba kepangkuan Kayesa.
"Gemesnya," ujar Kayesa mencium kedua pipi gadis kecil itu. Kayesa merasa yakin kalau Aiba adalah keponakannya, wajah Aiba juga mirip dengan Rizwan. Baru pertama bertemu, dia seperti memiliki ikatan.
"Kamu cantik sekali," ujar Kayesa seraya mencubit lembut pipi bakpao Aiba.
"Tante uga tantik (juga cantik)" Aiba mengikuti gerakan tangan Kayesa, memcubit pipi Kayesa dengan gemas. Melihat tingkah Aiba, Ratih dan Kayesa tertawa.
Setelah berbincang dan menanyakan tentang prihal rumah sewaan. Ratih kemudian masuk ke dalam, kembali keluar dengan membawa beberapa kunci dan menyerahkannya kepada driver motor yang ternyata bernama Iyan. Ratih meminta Iyan untuk mengantar Kayesa ke rumah petak miliknya.
"Aiba sini sama mama. Tente sama om mau lihat rumah." Ratih mengambil lagi putrinya.
Setelah bersalaman dan mengucapkan terima kasih. Kayesa dan Iyan kembali menaik motor, dan meluncur ke gang sebelah. Jalannya lebih kecil dan hanya bisa dilewati motor dan pejalan kaki. Dua ratus meter dari luar terlihat sepuluh deret di sebelah kiri dan sepuluh deret di sebelah kanan rumah petak.
"Penghuni baru. Yan?" Tanya seorang ibu-ibu setengah baya, yang membuka pintu rumahnya, saat motor Iyan berhenti. Ibu-ibu itu tersenyum ramah ke arah Kayesa.
"Eh... ibu Rifka. Iya bu Rifka. Jika dek Esa berkenan," jawab Iyan seraya membuka pintu rumah dan menyilakan Kayesa masuk untuk melihat-lihat dulu.
Saat Kayesa masuk, Rifka juga ikut masuk, dia meyakinkan pada Kayesa kalau tinggal diperumahan petak milik pak Rizwan dan ibu Ratih dijamin aman, karena pemiliknya sangat toleran. Tidak pernah memaksa atau mengusir penyewa yang terlambat membayar sewa.
"Pasti pak Rizwan dan istrinya sangat baik ya bu?"
"Iya. Beliau sangat baik."
"Apa pak Rizwan setiap bulan ke sini untuk menagih sewa. Bu?" tanya Kayesa.
"Yang tukang tagih sewa. Dek Iyan ini." Rifka menepuk bahu Iyan.
"Oh... Jadi pak Rizwan dan nyonya Ratih tidak pernah ke sini?" Tanya Ratih lagi, dia ingin tahu banyak tentang abang yang ditinggalkannya lima tahun yang lalu.
"Pak Rizwan sibuk. Sering tugas luar kota, kadang dia pulang cuman tiga bulan sekali." Pertanyaan Kayesa dijawab Iyan.
"Oh.." hanya itu yang keluar dari mulut Kayesa mendengar jawaban Iyan, berarti abangnya itu masih seperti dulu, jarang di rumah, karena selalu dapat job di luar kota. Kayesa merasa lega, karena dia belum siap bertemu dengan abangnya.
Setelah berkeliling dan berbincang bersama calon tetangga barunya. Kayesa memantapkan diri untuk pindah ke rumah petak ini.
"Untuk pembayaran sewa awal. Langsung dengan bang Iyan atau ke ibu Ratih?"
"Ke Iyan saja," Rifka yang menjawab.
"Kapan Dek Esa mau pindah ke sini?"
"Dua hari lagi. Bu."
"Eh... Jangan panggil ibu. Aku jadi merasa tua, panggil kak Rif atau kak Eka juga boleh," ujar Rifka terkekeh.
"Baiklah kalau begitu." Kayesa dan Iyan berpamitan pada Rifka.
"Kalau dek Esa butuh kendaraan untuk pindahan nanti hubungi abang saja," ujar Iyan saat sudah sampai di home stay tempat Kayesa menginap.
Sebelum Iyan pulang, Kayesa membayar sewa rumah untuk dua bulan sebesar satu juta empat ratus. Iyan menerima uangnya dan menyerahkan kwitansi bukti pembayaran.
"Ongkos ojekku hari ini berapa. Bang?"
"Ojek hari ini gratis saja. Karena abang juga bakalan dapat komisi dari kak Ratih," ujar Iyan.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih banyak. Semoga rezeki abang lancar," ujar Kayesa. Iyan pun pamit pulang setelah memberikan nomor kontaknya ke Kayesa.
Sepeninggalan Iyan. Kayesa berjalan masuk kamar, dia tidak menemukan Maeka dan putranya. Setelah menyangkutkan tas di balik pintu, Kayesa ke luar berkeliling mencari Maeka dan Kiano. Kedua sosok yang dicarinya tidak terlihat.
Baru saja Kayesa membalikkan tubuhnya, ingin kembali ke kamar mengambil ponselnya, terdengar suara Maeka dan Kiano sedang tertawa.
"Dari mana kalian?" Kayesa melihat Kiano hanya memakai ****** ***** dan singlet yang basah.
"Dari kolam lenang (renang) bun." Kiano menjawab pertanyaan Kayesa dengan wajah sangat ceria.
Sementara Maeka pengasuhnya hanya menunduk, takut kalau Kayesa memarahinya, karena telah membiarkan Kiano bermain air.
"Maaf nya! Tadi Kia.."
"Apa Kiano suka mandi di kolam renang?" Kayesa mengangkat tubuh Kiano dan menggendong putranya.
Maeka tahu kalau Kayesa marah padanya. Makanya Kayesa menyela ucapannya. Tadi Maeka sudah melarang Kiano masuk ke kolam renang. Kiano malah menangis dan merajuk, terpaksa Maeka menuruti dan mengalah.
"Bunda! Jangan malah (marah) sama kak Mae." Kiano membingkai wajah Kayesa dengan dua tapak tangannya yang mungil.
Kelakuan Kiano, selalu bisa meredam emosi Kayesa, semarah apapun dia. Jika Kiano yang memintanya pasti Kayesa melunak.
"Sekarang ikut kak Mae. Bersihkan tubuhmu, ganti bajunya." Kayesa menurutkan Kiano dari gendongan.
Kiano berlari ke arah Maeka, menarik tangannya dan mengajak Maeka menjauh dari ibunya.
Sepeninggalan Maeka dan Kiano, Kayesa duduk di bangku taman di bawah sebatang pohon mangga.
"Kalau Bang Rizwan sudah menikah. Ibu tinggal di mana?" Batin Kayesa, dia termenung mengingat nostalgia lima tahun yang lalu, di mana Farhana mengusirnya dari rumah.
"Apa kabar ibu sekarang," batin Kayesa lagi.
"Bunda! Lihat Kia sudah ganteng." Lengkingan suara Kiano membuyarkan lamunan Kayesa.
Anak laki-laki itu sudah berdiri dihadapannya dengan mimik yang sangat lucu. Kayesa berjongkok mensejajari putranya, lalu mencubit hidungnya.
"Duduk di sini." Kayesa mengangkat tubuh Kiano dan meletakkan di atas kursi.
"Jangan ke mana-mana. Bunda mau mandi dulu," ujar Kayesa menyentuh kepala putranya, lalu mencium puncak kepalanya, kemudian Kayesa masuk ke kamar, menyambar handuk dan ke kamar mandi.
Usai mandi dan berpakaian Kayesa keluar kamar. Dilihatnya Kiano yang masih duduk anteng di kursi ditemani sama Maeka belajar berhitung dengan menggunakan sempoa.
"Jalan-jalan yuk!" Kayesa mengajak Maeka dan Kiano.
"Ke mana. Bun?" Kiano berlonjak girang.
"Cari jus di ujung jalan sana." Jawab Kayesa.
"Kakak nggak ikut. Kia sama bunda saja ya," ujar Maeka saat Kiano menarik tangannya. Kiano hanya mengangguk.
"Kakak mau dibeliin apa?" Kiano kecil bertanya.
"Jus jeruk," ujar Maeka seraya melambaikan tangannya.
Sambil bergandengan tangan Kayesa dan Kiano berjalan beriringan. Kiano yang biasa tinggal jauh dari keramaian, sangat senang melihat kendaraan yang lalu lalang, sesekali dia berceloteh.
"Bunda! Itu mobilnya besal cekali (besar sekali)," ujar Kiano menunjuk sebuah bus parawisata.
"Kiano mau nggak punya mobil seperti itu."
Mendengar pertanyaan bundanya, Kiano berhenti melangkah, dia memperhatikan mobil avanza warna hitam yang baru saja melintas. Kiano memandang Kayesa.
"Kia mau beli mobil seperti itu. Bun," ujarnya menunjuk avanza yang sudah meluncur jauh.
"Baiklah. Ayok jalan lagi," ajak Kayesa.
Tiba-tiba ponsel Kayesa di dalam sakunya bergetar. Kayesa melepaskan tangan Kiano dari genggaman tangannya, dia mengambil ponsel di saku bajunya. Tanpa disadari Kayesa, Kiano berlari ke tengah jalan, saat melihat seekor kucing menyeberang.
Brak... sebuah hantaman keras, membuat Kiano terpental dan sebuah sepeda motor terjatuh.
"Kiano!" tariak Kayesa. Ponselnya terlepas, dia berlari mengejar Kiano yang berlumuran darah, karena terhempas di trotoar jalan.
😅😅😅
Di anggap Adek aja kenapa?
Maeka kan juga baik,kalo gini rasanya kayak ada jarak yang jauh, antara majikan dan pengasuh.