Alya Zafrina Sadekh 23 thn, wanita yang terlihat biasa saja, di tawarkan oleh Istri CEO yang menjabat sebagai Direktur tempat Alya bekerja untuk pinjam rahimnya dengan imbalan sebesar 2 milyar.
Erick Triyudha Pratama 35 thn sudah menikah selama 10 thn dengan Agnes Rivalia 30 thn, belum juga memiliki anak. Demi mendapatkan seorang penerus keluarga Pratama, akhirnya Agnes mencari karyawan yang tidak cantik yaitu Alya, untuk pinjam rahimnya agar bisa melakukan pembuahan melalui inseminasi bukan melalui hubungan suami istri.
Agnes meminta Alya menjadi madunya, sampai anaknya dilahirkan, setelahnya akan bercerai. Dan Alya baru tahu jika CEO nya memiliki 2 istri, istri kedua bernama Delila Safrin 25 thn, berarti Alya jadi istri ketiga.
Tidak ada rasa cinta antara Alya dan Erick, mereka menikah demi status anak yang akan hadir di rahim Alya. Penuh misteri dari sosok Alya yang berpenampilan tidak cantik.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Alya dengan Erick sebagai istri ketiganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diskusi
“Sebenarnya bukan masalah mah, ada perusahaan menawarkan kerja sama untuk menyediakan seragam karyawan mereka yang jumlahnya ribuan. Sedangkan kita tidak punya modal awal untuk produksi seragam tersebut di konveksi kita. Sedangkan budget yang saya hitung, ada perkiraan sekitar satu milyar untuk produksi awalnya, tapi dengan keuntungan sekitar dua kali lipatnya. Dan menurut saya sih ini kesempatan besar.”
“Alya, sepertinya kita tidak usah menerima kerja sama itu. Mama trauma kalau kamu sampai pinjam ke bank atau ke orang lain untuk mencari modal sebesar satu milyar. Cukup waktu sepeninggal papa aja, kita kocar kacir untuk melunasi hutang perusahaan. Sedangkan perusahaan papa di ambil alih sama rekan bisnisnya, kita tidak dapat apa-apa.”
“Iya sih mah, Alya ingat banget. Tapi ada cara lain untuk dapat modal satu milyar tanpa meminjam mah,” ujar Alya.
“Maksud kamu, ada yang mau kasih uang satu milyar dengan cuma-cuma begitu, itu gak mungkin, Nak.”
“Iya sih mah gak cuma-cuma kasih uangnya, ada maksud yang lain di balik uang tersebut,” jawab Alya dengan menundukkan kepalanya.
“Ceritakan maksud kamu itu, nak," pinta Mama Yanti.
“Bu bos di kantor tempat Alya kerja, menawarkan kerja sama pinjam rahim. Beliau menginginkan Alya menjadi ibu pengganti melalui proses inseminasi, mengandung anak dari suaminya, karena Bu Bos dinyatakan mandul dan sudah sepuluh tahun menikah belum punya anak. Tapi sebelum melakukan inseminasi, Alya di minta menikah resmi dengan suaminya, alias jadi madu Bu Bos selama satu tahun." Alya kembali menundukkan kepalanya.
“Lalu ...." Mama Yanti menunggu kelanjutannya.
“Imbalannya jika anak itu lahir akan di berikan uang sebesar dua milyar, dan anak menjadi milik Bu Bos bersama suaminya.”
“HAH!” Mama Yanti menghela napas panjang mendengar cerita Alya.
“Jika gagal, Alya akan dibayar sebesar satu milyar,” lanjut kata Alya.
“Kamu sudah memberikan keputusan kepada Bu Bos, Nak?” tanya mama Yanti.
“Belum Mah, Alya di kasih waktu dua hari untuk berpikir. Kalau menurut Mama bagaimana?”
“Kalau Mama tidak menyetujuinya bagaimana?”
“Ya sudah tinggal bilang ke Bu Bos tidak menerima penawarannya, begitu juga kerja sama butik dengan perusahaan Sanbe,” jawab Alya.
“Menikah itu kalau bisa sekali seumur hidup, dengan pasangan yang saling mencintai. Mama tidak melarang kamu menikah nak, karena usia seumur kamu memang sudah waktunya menikah, tapi mama pingin suami kamu mencintai kamu.”
“Jika kamu menerima penawaran sebagai ibu pengganti untuk calon anak Bu Bos kamu, sekaligus jadi madunya. Mama kasihan sama kamu nak, kamu pasti tidak akan kuat menjadi hidup poligami dalam rumah tangga.”
“Mah, di sini Alya di nikahkan dengan suami Bu Bos bukan untuk menjalankan biduk rumah tangga, hanya melegalkan status anak yang di kandung, lagi pula Alya tidak akan berhubungan dengan suami Bu Bos. Bisa jadi setelah menikah, Alya tetap tinggal di sini. Tidak serumah dengan mereka, lagi pula Alya juga tidak terlalu mengenal suami Bu Bos. Dan itu hanya satu tahun, selepasnya kami akan berpisah.”
“Memangnya kamu sanggup jadi janda muda, nak?” tanya Mama Yanti.
“Mmm, sebenarnya gak mau sih mah jadi janda muda. Tapi di sini Alya bukan pelakor, dan tidak melakukan zina,” ujar Alya.
“Iya mama tahu, coba kamu pikir matang-matang dulu. Besok kita diskusikan lagi. Sekarang sudah waktunya kita istirahat. Besok pagi, kamu akan berangkat kerja,” ujar Mama Yanti.
“Iya Mam,” Alya beringsut dari duduknya, dan menyeret paksa ke dua kakinya untuk masuk kamar.
Sebenarnya mata wanita itu belum terasa mengantuk, otaknya masih mikir uang satu milyar sama proyek butiknya.
“Haduh, bagaimana ya, kalau menolak kerja sama, udah kayak menolak rezeki tapi belum punya modal yang cukup. Lalu kalau menerima penawaran Bu Agnes, dapat uang dua milyar, tapi bakal jadi madunya, plus udah jelas bakal jadi janda. Duh kok hidup begini amat ya. Si amat aja gak begini gini amat,” gerutu Alya, yang sudah merebahkan dirinya di atas ranjang ukuran single, dengan menatap langit-langit kamar tidurnya.
“Mending tidur aja lah,” gumam Alya sendiri, langsung menutup badannya dengan selimut.
🌹🌹
Esok hari, di rumah Alya.
“Pikiran kamu sudah lebih fresh belum?” tanya mama Yanti yang sedang menyajikan sarapan di meja makan.
“Antara fresh dan tidak fresh amam, ya tengah-tengah lah ... setengah mateng gitu,” jawab Alya gak serius.
“Kamu tuh kalau di tanya sama Mama, jawab yang benar dong,” tukas Mama Yanti, ikutan duduk di bangku meja makan.
“Lagian mama nanyanya udah fresh belum, udah kayak mau beli ayam potong aja. Masih fresh gak tuh ayamnya, bang,” banyol Alya, ngikutin gaya mamanya kalau belanja ayam di pasar.
“Ya maksud Mama, kamu pikirannya sudah lebih enak gak dari pada kemarin. Karena mama mau lanjutkan diskusi kita semalam,” ujar Mama Yanti.
“Nah dari tadi kek Mama bilang kayak begitu, jadi menurut Mama bagaimana?” tanya Alya.
“Jujur Mama tidak setuju kalau kamu jadi madu Bu Bos kamu, walau hanya sekedar menikah aja, tapi kamu bakal hamil anak dari suami Bu Bos kamu, yang juga suami kamu. Hati kamu bakal sakit nantinya," ujar Mama Yanti.
“Sebenarnya Alya memikirkan hal yang lain Mam, yaitu nasib karyawan kita yang bekerja di bagian konveksi, jika kita tidak menerima proyek besar, kita terpaksa harus mengurangi mereka mam. Ini yang semalam Alya pikirkan, bagaimana dengan nasib mereka yang rata-rata janda, bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang tidak di penuhi oleh mantan suaminya. Bukankah mama dulu membuka konveksi untuk membantu wanita yang berstatus janda yang tidak punya ketrampilan, lalu mama tampung dan di berikan pelatihan menjahit sampai mereka terampil. Kemudian bekerja di konveksi kita.”
Mama Yanti tertegun dengan perkataan putrinya Alya.
“Tidak ada salahnya Alya mengorbankan diri sendiri, untuk menyelamatkan nasib seratus karyawan kita mam. Jika mama merestui Alya, dengan doa tulus dari Mama,” lanjut Alya berkata.
Hati mama Yanti terenyuh sekali, dengan visi Alya. Mengingatkan maksud utama Mama Yanti membuka butik saat suaminya masih jaya dan hidup, yaitu membantu wanita yang ditinggal suaminya baik sudah meninggal atau berpisah, akan tetapi tidak memiliki skill dan tidak lulus sekolah untuk bisa melamar bekerja di pabrik atau perusahaan.
Dan sekarang butik yang didirikan Mama Yanti pure tidak ada suntikkan dana besar, saat seperti suaminya masih ada. Alya mengambil alih butik dan konveksi, agar tetap berjalan walau omset dan keuntungannya tidak sebanyak dulu. Bisa bayar gaji karyawan saja sudah bersyukur.
“Mama menyerahkan keputusan ini di tangan kamu, Nak. Apa pun itu, jika menurut kamu yang terbaik demi karyawan konveksi kita, Mama akan merestuimu. Tapi ingat nak, jangan pernah menyesal dengan keputusan yang kamu ambil, apapun itu,” ujar Mama Yanti sambil menggenggam erat tangan anaknya.