NovelToon NovelToon
Sang Penyelamat

Sang Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyelamat / Dokter Genius
Popularitas:94.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.

Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.

Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.

Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.

Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Obat Baru

“Dokter Reynand,” sapa Handaru. Tangannya bergerak meminta dokter residen itu untuk masuk.

Ketika memasuki ruangan, pria itu terus diawasi oleh Sentanu. Ada ketidaksukaan terlihat di wajah Sentanu. Dia kesal karena Reynand masuk dan menginterupsi pembicaraannya dengan Handaru.

“Ada apa dokter Reynand?”

“Kenapa kita tidak menggunakan obat Eritroptin lagi? Dokter tahu kalau banyak pasien cuci darah di sini menggunakan obat tersebut.”

“Semua obat-obatan di BMC sampai seterusnya hanya akan menggunakan obat produksi AvaMed,” jawab Sentanu mendahului Handaru.

“Tapi..”

“Produk AvaMed semuanya sudah lulus uji dan khasiatnya tidak kalah dengan merk lain. Untuk pasien cuci darah, kami juga sudah menyediakan obat yang kandungannya sama dengan Eritroptin.”

“Ya, saya tahu. Tapi ada sedikit perbedaan antara Trositin dengan Eritroptin.”

“Hanya perbedaan sedikit, tidak akan berpengaruh apa-apa.”

“Dengan segala hormat, Pak Sentanu. Anda bukanlah praktisi medis, jadi pernyataan anda tidak cukup meyakinkan saya meresepkan obat yang belum pernah saya gunakan sebelumnya.”

“Sudah banyak pasien cuci darah yang menggunakan Trositin, dan mereka baik-baik saja.”

“Kondisi pasien tidak sama, Pak Sentanu. Kita tidak bisa memukul rata kalau satu obat cocok untuk semua pasien.”

Melihat perdebatan antara Reynand dan Sentanu, Handaru pun berusaha melerai.

“Dokter Reynand, rumah sakit kita sudah memutuskan kerjasama dengan AvaMed. Semua obat-obatan yang digunakan di rumah sakit ini berasal dari AvaMed.”

“Monopoli ini tidak benar, dokter.”

“Monopoli atau bukan, tapi perjanjian ini sudah disepakati. Kalau kamu mau protes, bawakan uang 50 milyar yang sudah AvaMed investasikan di rumah sakit ini. Maka kalian bebas menggunakan obat-obatan lain di luar AvaMed. Kalau anda tidak bisa, maka lupakan dan patuhi aturan yang sudah dibuat, mengerti?!”

Dua kali Sentanu mengetuk dada Reynand lengkap dengan tatapan tajamnya. Reynand yang kesal pun tak kalah tajam melihat pada Sentanu.

“Dokter Reynand, gunakan saja Trositin untuk pasien mu.”

“Tapi bagaimana kalau terjadi sesuatu?”

“Maka saya yang akan bertanggung jawab, puas?” sambar Sentanu.

Dengan membawa kekesalan, Reynand segera keluar dari ruangan CMO tersebut. wajah pria itu nampak gusar. Dia bergegas kembali ke ruang perawatan pasien yang didatanginya. Lusi, perawat yang ikut mengurus pasien segera mendekati Reynand.

“Bagaimana dokter?”

“Semua obat memang sudah diganti.”

“Lalu, apa kita akan memberikan Trositin pada pasien.”

“Jangan dulu. aku akan mencari Eritroptin lebih dulu.”

“Tapi obat itu tidak dijual bebas. Hanya dikirim langsung ke rumah sakit.”

“Aku tahu.”

Sambil mengambil ponselnya, Reynand bergegas keluar dari ruang perawatan. Dia menghubungi temannya yang bekerja di rumah sakit yang letaknya tidak begitu jauh dari BMC. Setelah mendapatkan kabar dari temannya, Reynand bergegas menuju rumah sakit tersebut dengan sepeda motornya.

***

Dua puluh menit berlalu, Reynand masih belum kembali ke rumah sakit. Harja kembali mengeluhkan rasa sakit di dada dan punggungnya. Lusi terus berada di dekat Harja, mencoba menenangkan keadaan pria itu.

“Kenapa dokter Reynand belum memberi saya obat?”

“Dokter Reynand sedang mengambil obat untuk Bapak. Kebetulan obat yang biasa Bapak gunakan stoknya sudah habis.”

Di tengah perbincangan mereka, Handaru dan Sentanu masuk ke dalam ruangan. Handaru terkejut karena Reynand masih belum memberikan Trositin pada sang pasien.

“Kenapa pasien belum diberi obat?” tegur Handaru.

“Maaf, dokter. Dokter Reynand sedang mengambil obat yang biasa digunakan Pak Harja.”

Wajah Sentanu langsung mengeras mendengar jawaban Reynand. Pria itu kemudian melihat pada sang perawat dengan sorot mata penuh amarah dan sukses membuat Lusi tertunduk ketakutan.

“Pak Harja..” Sentanu melihat dulu nama pasien yang ada di ujung ranjang.

“Kami memiliki obat lain yang khasiatnya sama seperti obat yang biasa Bapak gunakan. Apa Bapak mau mencobanya?”

“Apa kandungannya sama?”

“Iya.”

“Tapi kenapa dokter Reynand tidak memberikannya pada saya? Kenapa dia malah mencari obat itu di tempat lain? Apa mungkin obat baru tidak cocok untuk saya?”

“Obatnya sama seperti yang Bapak gunakan, hanya berbeda nama saja. Dokter Reynand hari ini sedang tidak fokus. Apa Bapak mau mencoba obat baru ini?”

Sejenak pria itu merasa ragu. Namun karena Sentanu terus meyakinkannya ditambah dengan rasa sakit yang tak kunjung mereda, akhirnya Harja menyetujui saran Sentanu.

“Ambilkan obat itu,” Sentanu melihat pada sang perawat.

“Tapi dokter Reynand bilang..”

“Ambilkan sekarang kalau kamu masih mau bekerja di sini,” bisik Sentanu penuh penekanan.

Tak ingin kehilangan pekerjaannya, Lusi segera mengambil obat yang dimaksud. Sentanu tetap bertahan di ruang perawatan sampai perawat itu selesai menyuntikkan obat tersebut. Setelah selesai, barulah Sentanu meninggalkan ruang rawat.

“Kalau dokter Reynand kembali, minta dia ke ruangan saya,” ujar Handaru.

“Baik, dokter.”

Tak sampai lima menit saat Sentanu dan Handaru meninggalkan ruang perawatan Harja, Reynand tiba di lantai lima. Dia langsung mencari keberadaan Lusi.

“Dokter kenapa lama sekali?” tanya Lusi begitu Reynand tiba.

“Maaf, Lusi. Tadi sedikit macet di jalan. Bagaimana keadaan Pak Harja?”

“Pak Harja sudah diberi Trositin.”

“Apa? Bagaimana bisa?”

Secara singkat Lusi menceritakan hal yang terjadi tadi. Reynand mengusap wajahnya kasar. Pria itu bergegas menuju ruang rawat Harja. Nampak pria itu sedang tertidur dengan pulas.

“Kondisinya membaik setelah mendapat suntikan. Apa mungkin dokter terlalu khawatir saja? Sepertinya obat itu bereaksi dengan baik.”

“Aku juga berharap kalau aku salah, Lusi. Semoga saja keadaan Pak Harja baik-baik saja.”

Keduanya segera keluar dari ruang perawatan Harja, membiarkan pria itu beristirahat dengan tenang.

“Aku akan ke IGD. Kalau ada sesuatu, cepat kabari aku.”

“Eh, dokter ditunggu dokter Handaru di ruangannya.”

Kepala Reynand mengangguk. Pria itu segera menuju lift. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Handaru. Bisa jadi pria itu menegurnya atau mungkin memberinya hukuman.

***

Hari menjelang sore ketika Reynand masih berada di IGD. Pria itu sedang berada di nurse station, berbincang dengan Farah dan Nayraya. Dia menceritakan tentang masalah pasiennya yang harus berganti obat karena rumah sakit sekarang hanya menggunakan obat keluaran AvaMed.

Tak lupa dia juga menceritakan pertemuannya dengan Handaru. Dokter itu hanya memberikan teguran saja untuk Reynand. Namun jika hal tersebut terulang lagi, bisa jadi Sentanu akan mendepaknya keluar dari rumah sakit.

“Kamu harus berhati-hati, Rey. Kondisi di BMC sudah tidak sama lagi sejak Pak Sentanu yang mengambil alih manajemen. Masa residen mu sebentar lagi. Kamu juga digadang-gadang akan menjadi kepala dokter residen. Jangan sampai Pak Sentanu menghambat karir mu,” nasehat Farah.

“Iya, suster.”

Perhatian Reynand teralihkan ketika ponselnya berdering. Lusi menghubunginya dan memintanya secepatnya menuju ke lantai lima. Keluarga Harja yang sudah datang ingin bertemu. Bergegas Reynand segera menuju lantai lima.

Sesampainya di sana, nampak anak laki-laki dan perempuan Harja sudah menunggunya. Wajah keduanya nampak cemas.

“Dokter, kenapa Ayah saya belum bangun juga?” tanya sang anak perempuan cemas.

Reynand segera memasuki ruang rawat Harja. Mata pria itu masih terpejam, seperti orang yang tidur dengan pulas. Baru saja Reynand mendekat, Harja membuka matanya.

“Selamat sore, Pak Harja. Bagaimana tidurnya?”

“Berapa lama saya tertidur?”

“Ehm.. sekitar empat jam,” jawab Reynand seraya melihat arlojinya.

“Saya periksa dulu ya, Pak.”

Reynand segera mengarahkan stetoskopnya ke dada Harja. Kening pria itu nampak berkerut, saat menangkap suara berbeda dari paru-paru Harja. Dia kemudian lanjut memeriksa detak jantung yang membuatnya semakin terkejut. Reynand meraih tangan Harja kemudian memeriksa denyut nadinya.

“Dokter, apa yang terjadi pada Ayah saya?”

Baru saja pertanyaan itu selesai dilontarkan, nafas Harja langsung tersengal seperti orang yang kesulitan bernafas. Dengan cepat Reynand memasangkan masker oksigen pada pria itu. matanya melihat ke layar monitor, saturasi oksigen Harja menurun perlahan. Tak berselang lama kemudian detak jantungnya berhenti.

“Dokter, apa yang terjadi dengan Ayah saya?” suara anak perempuan Harja semakin panik saat tahu detak jantung Ayahnya berhenti.

Dengan cepat Reynand memijit bel tanda code blue. Pria itu segera naik ke atas ranjang kemudian melakukan CPR. Tak berselang lama, Lusi datang membawakan defibrillator disusul oleh perawat lain. Dengan cepat Lusi memasang bantalan.

Setelah Reynand turun, defibrillator langsung dinyalakan. Tubuh Harja terlonjak ke atas, namun etak jantungnya masih belum kembali. Reynand menaiki kembali ranjang dan memberikan RJP.

“Epi!” teriak Reynand sambil terus memompa jantung Harja.

Lusi segera menyuntikkan epinephrine ke tubuh Harja. Sekali lagi Reynand turun agar pasien bisa mendapatkan kejutan. Upaya kedua pun tidak membuahkan hasil. Reynand harus kembali naik ke atas ranjang memberikan kompresi.

Airmata kedua anak Harja mulai deras bercucuran melihat detak jantung sang Ayah yang tak kunjung kembali.

Hampir setengah jam lamanya Reynand bersama petugas medis lain berusaha mengembalikan detak jantung Harja, namun usaha mereka sia-sia.

Dengan keringat membasahi rambut dan keningnya serta nafas yang tersengal. Reynand turun dari ranjang. Wajah pria itu nampak sendu ketika mengucapkan kalimat yang tak ingin didengar oleh keluarga pasien.

“Waktu kematian pukul 16.11.”

“Ayaaaahhhhh!!!”

Kedua anak Harja langsung menghambur lalu memeluk tubuh sang Ayah yang sudah tidak bergerak lagi. Tangis keduanya pecah. Baru tadi pagi Harja diantar ke rumah sakit untuk cuci darah, tapi sore harinya pria itu harus pulang selamanya ke Rahmatullah.

Reynand hanya terpaku di tempatnya sambil menundukkan kepalanya. batinnya terus bertanya-tanya, kalau dia memberikan Eritroptin, apa hasilnya akan berbeda?

Kabar kematian Harja sampai ke telinga Handaru, pria itu bergegas menuju lantai lima. Harja masih berada di ruang rawatnya. Kedua anaknya masih bertahan di sana. Mereka masih belum percaya kalau Ayah mereka telah pergi untuk selamanya.

“Ada apa?” tanya Handaru.

“Pak Harja meninggal karena henti jantung,” jawab Reynand.

“Ini yang ku takutkan ketika dia menggunakan obat baru,” lanjut Reynand pelan.

Handaru segera menarik dokter residen itu keluar dari ruang perawatan. Dia membawa Reynand ke tempat yang cukup sepi.

“Apa maksud mu?”

“Sudah ku bilang kalau kandungan Trositin sedikit berbeda dari Epitroptin. Tidak semua pasien cocok dengan obat itu. Tapi kalian tetap memaksanya untuk menerima obat baru itu.”

“Bisa jadi bukan karena itu.”

“Sebelum jantungnya berhenti, aku memeriksa paru dan jantungnya, detak jantungnya lemah dan lambat, suara di paru-parunya juga terdengar aneh. Lalu denyut nadinya juga lemah, dan terakhir saturasi oksigennya menurun cepat. Kita harus melakukan autopsi untuk mengetahui penyebab kematian pasien.”

“Tidak, kamu tidak bisa melakukan itu.”

“Harus, dokter. Kalau memang benar Trositin yang menjadi penyebab kematiannya, kita harus menghentikan obat itu.”

“Kamu dengar sendiri kalau banyak pasien cuci darah yang menggunakan obat itu dan keadaan mereka baik-baik saja.”

“Apa anda takut, dokter? Anda takut kalau dugaan ku benar, ini akan berpengaruh pada rumah sakit dan karir anda?”

“Aku mengkhawatirkan mu, dokter Reynand. Sentanu bisa mendepak mu dan membuat mu dikeluarkan dari program residen, menghentikan beasiswa mu. Kamu tidak bisa melanjutkan studi mu dan tidak akan ada rumah sakit yang akan menerima mu. Apa mau itu terjadi pada mu?”

“Pasien meninggal karena kondisi tubuhnya yang sudah tidak kuat menjalani cuci darah. Itu yang terjadi padanya.”

Setelah mengatakan itu, Handaru segera meninggalkan Reynand. Dengan kesal Reynand menendang ruang kosong di depannya. Sejenak pria itu terdiam namun sedetik kemudian dia berjalan memasuki ruang perawatan Harja.

“Dokter, sebenarnya apa yang terjadi pada Ayah saya?” tanya anak perempuan Harja di sela isaknya.

“Saya juga tidak tahu pasti. Tapi kalau Ibu mau tahu lebih jelas penyebab kematian Pak Harja, Ibu bisa mengajukan permintaan autopsi.”

***

Waduh Reynand ambil resiko besar nih

Besok aku libur ya🤗

1
fifia
set dahh mak berbunga" ny nunggu lusa ini mah 😂😂
Mario
🥰🥰🥰
Rahma Inayah
kasian dr Kamelia di tolak halus oleh Irsyad .Irsyad BKN TDK tau tp.dia peka klu dr Kamelia suka SM dia tp dia lbh nyaman mkn SM raya .
@☘𝓡𝓳IႶძiჁმ
aamiin 🤲🏻
@☘𝓡𝓳IႶძiჁმ
hhmm kesenengan dia 😏
𝓡⃟⎼ᴠɪᴘᵇᵃˢᵉ fjR ¢ᖱ'D⃤ ̐🍻
Maira kenapa?sakit apa?
bisa jadi dokter pribadi buat Maira nih Reynand.
Kamelia mepet terus sama Irs tapi Irs nya maunya deket sama Nayraya
choowie
ea ea ea ktemu lagi
choowie
uang nafkah ray....masakin aja
choowie
bisa makan se RT tuh😅
choowie
maunya makan bareng raya ya
choowie
tujuan utamanya biar dket kamu irs
choowie
cieee maunya barengan
choowie
kalau realitanya nya kaya gini
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
eh dokter Rey ketemu May😅😅
sakura hanae @ mimie liyana❤️
Si unta/kamel, halunya kejauhan, dari jakarta ke bandung🤭🤣🤣🤣
@◌ᷟ⑅⃝ͩ●Marlina●⑅⃝ᷟ◌ͩ☘𝓡𝓳
Ngeri tapi penasaran kl baca novel soal Operasi ,
kereeeen 👏🏻👏🏻👏🏻
@◌ᷟ⑅⃝ͩ●Marlina●⑅⃝ᷟ◌ͩ☘𝓡𝓳
Aamiin 🤲🏻
Paula Abdul
weh...dada dokter Rey berdebar kencang karna ketemu lagi sama Maira, dalam situasi apapun tetep dag dig dug dueerrrr.....
Mai..... jangan ilfil ya, B aja takut lama² jadi bucin sama dokter Rey ☺☺
anonim
Dokter Kamelia diperbolehkan oleh dokter Irsyad membantu di ruang operasi - jadi sumringah.

Dokter Oscar berhasil operasi pengangkatan peluru pasien luka tembak - Hendi. Pasien segera di bawa ke ruang ICU, kalau keadaannya sudah stabil baru akan dipindah ke ruang perawatan.

Dokter Irsyad membutuhkan waktu selama lima jam lebih, operasi pengangkatan limpa Didit sukses dilakukan. Pasien segera dipindah ke ruang ICU sampai kondisi stabil.

Dokter Kamelia terus terang - sengaja pindah di BMC supaya bisa bertemu dengan dokter Irsyad dan lebih senang dibimbing oleh dokter Irsyad.
Tidak usah cemburu Nayraya - dokter Irsyad menolak ajakan dokter Kamelia makan siang. Dokter Irsyad memilih dirimu untuk memesan makanan - dan nanti makannya bersama di ruang istirahat.

Maira datang ke rumah sakit apa mewakili Yayasan yang mengurus biaya operasi Didit ya.
Rahma Inayah
fix arunq PNY kembaran ..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!