Cinta seharusnya tidak menyakiti. Tapi baginya, cinta adalah awal kehancuran.
Yujin Lee percaya bahwa Lino hanyalah kakak tingkat yang baik, dan Jiya Han adalah sahabat yang sempurna. Dia tidak pernah menyadari bahwa di balik senyum manis Lino, tersembunyi obsesi mematikan yang siap membakarnya hidup-hidup. Sebuah salah paham merenggut persahabatannya dengan Jiya, dan sebuah malam kelam merenggut segalanya—termasuk kepercayaan dan masa depannya.
Dia melarikan diri, menyamar sebagai Felicia Lee, berusaha membangun kehidupan baru di antara reruntuhan hatinya. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak pernah benar-benar pergi. Lino, seperti setan yang haus balas, tidak akan membiarkan mawar hitamnya mekar untuk pria lain—terutama bukan untuk Christopher Lee, saudara tirinya sendiri yang telah lama mencintai Yujin dengan tulus.
Sampai kapan Felicia harus berlari? Dan berapa harga yang harus dibayar untuk benar-benar bebas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Tiga bulan setelah Christopher menghilang dari kehidupannya, Stasiun KTX Seoul terasa seperti medan magnet raksasa yang menarik Lee Yujin dengan kekuatan tak tertahankan. Meskipun ia membawa rahasia yang menghancurkan—trauma yang menggerogoti jiwanya dari dalam dan kehamilan yang mengubah hidupnya selamanya—Yujin memutuskan untuk datang menjemput Christopher.
Ia membutuhkannya lebih dari yang pernah ia bayangkan, lebih dari yang berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia membutuhkan seorang pelindung, seorang pendengar yang sabar, dan yang paling penting, sosok yang dapat mengembalikan akal sehatnya yang mulai menghilang, membantunya menemukan kembali pijakan di dunia yang terasa semakin asing dan menakutkan.
Yujin tiba di stasiun dengan jantung berdebar kencang, mengenakan trench coat longgar berwarna abu-abu yang ia pinjam dari butik tempatnya bekerja. Ia berharap pakaian itu dapat menyembunyikan perutnya yang mulai sedikit membesar.
Wajahnya pucat pasi, namun matanya memancarkan kerinduan yang mendalam, harapan yang rapuh, dan ketakutan yang tak terkatakan. Ia berdiri di peron dengan gelisah, menatap jalur kedatangan kereta dari Busan, menunggu kedatangan Christopher seperti seorang tahanan yang menunggu pembebasannya dari penjara yang gelap dan sunyi.
𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘖𝘱𝘱𝘢... 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘵𝘶𝘩𝘬𝘢𝘯𝘮𝘶... 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘶𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶... batin Yujin, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘮𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘯𝘰𝘥𝘢𝘪 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘓𝘪𝘯𝘰? 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪𝘬𝘶? 𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘨𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪?
Kereta KTX itu tiba dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga, pintu-pintu terbuka dengan desisan keras, dan penumpang mulai berhamburan keluar seperti semut yang keluar dari sarangnya. Yujin menahan napas, matanya menyapu kerumunan orang dengan cemas, mencari sosok Christopher yang sangat ia rindukan, sosok yang selalu menjadi pelindungnya, sahabatnya, dan kakaknya.
Tiba-tiba, di tengah kerumunan orang yang berlalu lalang, Christopher Lee muncul, membawa tas ransel besar dan carry-on kecil. Ia terlihat lebih dewasa dan tegar dari terakhir kali Yujin melihatnya, dengan garis wajah yang lebih tegas, mungkin karena beban skandal plagiat yang Lino ciptakan untuk menghancurkannya. Namun, di balik ketegaran itu, Yujin bisa melihat kelelahan dan kesedihan yang mendalam di matanya, luka yang menganga di hatinya.
Christopher mencari Yujin di antara kerumunan orang, dan begitu mata mereka bertemu, senyum Christopher melebar—senyuman yang tulus, hangat, dan menenangkan, senyum yang telah Yujin rindukan selama berminggu-minggu yang terasa seperti bertahun-tahun, senyum yang seolah-olah bisa menyembuhkan semua luka di hatinya yang hancur berkeping-keping.
𝘚𝘦𝘯𝘺𝘶𝘮 𝘪𝘵𝘶... 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢... 𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘖𝘱𝘱𝘢, batin Yujin, air mata haru mulai mengalir membasahi pipinya. 𝘋𝘪𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪... 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪...
Tanpa ragu, Christopher mulai berjalan ke arahnya, tetapi Yujin tidak bisa menahan diri lebih lama. Ia berlari menerobos kerumunan orang, mengabaikan tatapan bingung dan kesal dari para penumpang yang terkejut dengan tindakannya, menuju satu-satunya titik aman yang ia miliki di dunia ini. Ia merasa seperti seorang anak kecil yang berlari ke pelukan ayahnya setelah tersesat di hutan yang gelap dan menakutkan.
"Christopher Oppa!" Yujin berseru dengan suara parau karena emosi yang tertahan, air mata mulai membasahi pipinya semakin deras. Suaranya hampir tenggelam dalam hiruk pikuk stasiun, namun Christopher mendengarnya dengan jelas.
Yujin menerjang ke dalam pelukan Christopher dengan kekuatan penuh, memeluknya erat-erat seolah-olah ia takut Christopher akan menghilang lagi, kembali meninggalkannya sendirian dalam kegelapan. Itu adalah pelukan yang sangat ia butuhkan, pelukan yang bukan hanya pelukan seorang adik kepada kakak, tetapi pelukan seorang yang tenggelam kepada penyelamatnya, pelukan seorang yang terluka kepada penyembuhnya, pelukan seorang yang putus asa kepada satu-satunya harapan yang tersisa.
𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘮𝘢𝘯... 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘮𝘢𝘯... 𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘖𝘱𝘱𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪... 𝘋𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨𝘪𝘬𝘶... 𝘥𝘪𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘨𝘢𝘬𝘶... 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘱𝘶𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘬𝘪𝘵𝘪𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪...
Yujin memeluk Christopher erat-erat, menyembunyikan wajahnya di bahu Christopher, dan akhirnya, ia membiarkan bendungan air matanya pecah. Ia menangis tersedu-sedu, isakan yang tertahan itu kini keluar dengan deras, penuh dengan trauma yang menghantuinya setiap malam, rasa bersalah pada Jiya yang telah ia khianati, dan beban rahasia kehamilan yang menghancurkan hidupnya sedikit demi sedikit.
Christopher merasakan tubuh Yujin gemetar hebat dalam pelukannya. Ia segera meletakkan barang-barangnya di lantai dan membalas pelukan itu dengan kekuatan penuh, melindunginya dari hiruk pikuk stasiun dan dari semua kejahatan di dunia ini. Ia merasa ada sesuatu yang sangat salah dan tidak bisa ia pahami.
"Aku sangat merindukanmu, Yujin... Ada apa? Kenapa kau menangis begini?" Christopher berbisik dengan suara dipenuhi kekhawatiran, merasakan Yujin jauh lebih kurus dan rapuh dari biasanya.
Yujin tidak bisa bicara, tenggorokannya tercekat oleh emosi yang meluap-luap. Ia hanya menggelengkan kepalanya, memeluk Christopher lebih erat, menghirup aroma familier dari trench coat Christopher, aroma yang selalu membuatnya merasa aman dan nyaman.
"Aku... aku sangat merindukanmu, Oppa..." Yujin akhirnya berhasil berkata dengan suara teredam, air mata terus mengalir membasahi bahu Christopher. "Aku sangat takut... Aku butuh kamu di sini... bersamaku..."
Christopher melepaskan pelukan itu perlahan, menangkup wajah Yujin dengan kedua tangannya yang besar dan hangat, dan menyeka air matanya dengan ibu jarinya. Ia menatap Yujin dengan tatapan penuh kasih sayang dan tekad, seolah-olah ia ingin menyerap semua kesedihan dan ketakutan wanita itu ke dalam dirinya.
"Aku di sini, Yujin... Aku sudah kembali... Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi..." janji Christopher dengan suara tegas. Ia berpikir Yujin menangis karena skandal plagiatnya, yang ia yakini telah membuat Yujin malu dan tertekan. Ia merasa bersalah karena telah membuat Yujin khawatir dan menderita.
"Kau pasti kaget dengan berita konyol di kampus... Aku minta maaf karena membuatmu khawatir... Aku sudah tahu siapa dalang di baliknya, dan aku akan membereskannya," kata Christopher dengan nada serius. Ia ingin melindungi Yujin dari semua kejahatan di dunia ini, termasuk kejahatan yang dilakukan oleh Lino.
Yujin menggelengkan kepalanya lagi dengan putus asa. "Bukan itu, Oppa... Bukan itu yang membuatku seperti ini... Ada hal lain... Hal yang jauh lebih buruk dari sekadar skandal plagiat... Kita harus bicara... Aku harus menceritakan semuanya padamu..."
𝘈𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯𝘺𝘢... 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪... 𝘋𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘩𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢, batin Yujin, jantungnya berdebar semakin kencang.
𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨𝘬𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪?
"Tentu saja kita akan bicara, Yujin... Kita akan menceritakan semuanya... Aku akan mendengarkan semua yang terjadi padamu, sejak hari aku pergi..." Christopher tersenyum meyakinkan, mencoba menenangkan Yujin dengan sentuhan lembut di pipinya. "Ayo kita pergi dari sini... Aku akan mentraktirmu kopi terenak di Seoul... Kita bicara semuanya dengan tenang... Aku janji, aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi..."
Yujin mengangguk lemah, merasa sedikit lega dengan kehadiran Christopher di sisinya. Pelukan dan janji Christopher memberikan kekuatan baru padanya, meskipun ia tahu bahwa kebenaran yang akan ia ungkapkan akan mengubah segalanya, mungkin menghancurkan hubungan mereka selamanya. Setidaknya, ia tidak perlu memikul beban itu sendirian lagi.
𝘊𝘩𝘳𝘪𝘴𝘵𝘰𝘱𝘩𝘦𝘳 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪... 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘨𝘪... 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪? 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘫𝘪𝘬𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯𝘬𝘶? batin Yujin, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya.
Yujin menggigit bibirnya, mencoba menahan air matanya. Ia tahu bahwa ia harus jujur pada Christopher, tetapi ia takut dengan konsekuensi dari kejujurannya. Ia takut kehilangan satu-satunya orang yang ia cintai dan percayai di dunia ini.
.
.
.
.
.
.
.
ㅡ Bersambung ㅡ